Oleh. Vera Carolina
MuslimahTimes–Negara-negara di dunia saat ini menghadapi persoalan kriminalitas yang terus meningkat. World Population Review (WPR) melaporkan ada 10 negara dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia. Negara-negara di Amerika Latin mendominasi daftar tersebut. Venezuela memiliki indeks kejahatan 84,36, tertinggi dari negara mana pun di dunia. WRP menjelaskan tingginya tingkat kejahatan Venezuela telah dikaitkan dengan korupsi di antara otoritas Venezuela, kesulitan ekonomi, pembunuhan, serangan bersenjata, penculikan, sistem peradilan yang cacat, dan kontrol senjata yang buruk. Merujuk pada WPR, tingkat kejahatan yang tinggi terlihat di negara atau daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan ketersediaan pekerjaan yang rendah. (katadata.co.id, 17/6/21)
Tak hanya di negara-negara Barat, di Indonesia kasus kriminalitas banyak terjadi. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Awi Setiono, mengatakan bahwa terjadi peningkatan kasus kriminalitas sebanyak 1.632 kasus atau 38,45% pada pekan ke-24 dibandingkan pekan ke-23 pada 2020. Beberapa jenis kejahatan yang meningkat adalah pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan, penyalahgunaan narkoba, pelecehan seksual, penggelapan dan pencurian kendaraan bermotor. (mediaindonesia.com, 16/6/20)
Kasus kriminalitas yang tinggi mengakibatkan sebagian besar dari lapas-lapas yang tersebar di wilayah Indonesia terjadi over kapasitas. Bahkan over kapasitas yang terjadi mencapai lebih dari 100%. Tentu kondisi tersebut bisa berdampak negatif serta berpengaruh pada proses menjalankan hukuman dari seorang narapidana di lapas. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per tanggal 09 September 2021 jumlah tahanan dan narapidana di Indonesia berjumlah 266.663 orang dengan kapasitas seharusnya berjumlah 132.107 orang, dengan kata lain telah terjadi over kapasitas sebanyak 134.556 orang atau sekitar 201%.
Maka, perlu ada solusi serta langkah yang tepat dan strategis untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kasus tahanan dan narapidana yang berada di lapas sebagian besar merupakan tindak pidana narkoba. Jumlahnya bahkan lebih dari 50% dari total tahanan dan narapidana yang berada di dalam lapas. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyakatan jumlah narapidana tindak pidana narkoba berjumlah 136.030 orang. (pontas.id/10/09/21)
Jika dicermati, sesungguhnya persoalan over kapasitas disebabkan tiga faktor yang saling memengaruhi. Faktor pertama, faktor internal, berkaitan dengan keimanan seseorang sebagai benteng pertama mencegah perbuatan kriminal atau kejahatan. Kedua, asas sistem kehidupan yang diterapkan dalam sebuah negara. Ketiga, sistem sanksi yang tidak membuat efek jera bagi pelaku kriminal/kejahatan.
Faktor internal terjadi pada pelaku yang memiliki keimanan yang lemah. Pelaku tidak memahami dengan benar hakikat kehidupan. Bahwa manusia hidup di dunia memiliki tujuan yang berkaitan dengan sebelum dan sesudah kehidupan. Bahwa sebelum dunia ada pencipta yang menciptakan manusia, serta pencipta yang maha pengatur sehingga manusia di dalam menjalankan kehidupan ini mengetahui jelas tujuan hidupnya dengan mengikuti aturan-aturan pencipta. Dan setelah kehidupan dunia akan ada pertanggungjawaban terhadap perbuatan manusia selama di dunia. Jawaban yang benar tentang hakikat kehidupan akan menjadikan manusia memiliki keimanan yang kokoh yang menjadi benteng pencegah dari perbuatan kriminal atau kejahatan. Realitanya manusia yang melakukan kejahatan di dunia di semata-mata didorong oleh hawa nafsu yang muncul dari kecenderungan naluri-naluri pada manusia tanpa petunjuk dari Sang Pencipta manusia.
Faktor kedua, asas sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara sangat berpengaruh bagi manusia dalam menjalankan kehidupan. Jika sistem yang diterapkan menggunakan asas sekuler, maka aturan-aturan yan diterapkan oleh negara berasal dari manusia bukan dari pencipta manusia karena definisi sekuler adalah memisahkan agama dari kehidupan. Agama ditempatkan hanya wilayah privat atau individu saja, sedangkan aturan-aturan ekonomi, pendidikan, sosial, sanksi, dan sebagainya agama tidak boleh ikut campur dalam mengurusinya. Contoh: maraknya kasus narkoba, jika ditelusuri sebab pelaku melakukannya pertama karena alasan ekonomi.
Ketidakmampuan sistem ekonomi kapitalis menjamin kebutuhan pokok individu rakyat serta lapangan pekerjaan yang terbatas membuat pelaku tergiur dengan pendapatan fantastis bisnis narkoba. Materi adalah segala-galanya. Hidup disibukkan dengan mencari materi. Kesuksesan hidup diukur dengan banyaknya materi yang dihasilkan, agama tidak menjadi pedoman dalam perbuatan. Akhirnya kepenatan pikiran dan keletihan bekerja mendorong pelaku memakai narkoba. Selain itu, gaya hidup liberal menjadikan narkoba sebagai barang yang harus dicoba ketika masalah menimpa dirinya dalam kehidupan. Narkoba dianggap sebagai penenang sementara dalam menghilangkan depresi yang tak henti, berapa pun harga nya pasti dibeli. Alhasil, bisnis narkoba tak mampu dihentikan oleh sistem yang berasaskan sekuler kapitalis. Penjual dan pembeli narkoba seperti simbiosis mutualisme, saling membutuhkan dan menguntungkan. Pengguna narkoba butuh, sedangkan penjual mendapat keuntungan. Selama sistem sekuler ini menjadi pilihan manusia, niscaya tindakan kriminal atau kejahatan apa pun tak mampu dicegah.
Faktor ketiga, sistem sanksi yang tidak membuat efek jera. Jika sistem sanksi yang diterapkan adalah sistem yang berasal dari manusia, maka efek jera pelaku kriminal atau kejahatan tidak terjadi. Sebab sanksi yang diterapkan harus mengacu pada hak asasi manusia ala Barat. Walaupun pelaku berbuat kejahatan tidak boleh melanggar hak individu untuk mendapat keringanan hukuman. Misalnya, kejahatan pembunuhan, sanksi yang diberikan maksimal penjara seumur hidup. Akibatnya kasus-kasus pembunuhan masih banyak terjadi hingga hari ini dengan alasan motif pembunuhan yang sama. Begitu pula kasus aborsi, zina bagi yang sudah menikah, liwath (homoseksual, sanksi yang diberikan maksimal di penjara. Maka, wajar jika penjara menjadi over kapasitas. Perbuatan kriminal meningkat, berbanding dengan jumlah orang yang dihukum di dalam penjara. Oleh karena itu, butuh sistem sanksi yang mampu membuat efek jera pelaku kejahatan.
Ketiga, faktor penyebab lapas over kapasitas membutuhkan solusi yang benar dan unggul, tentu solusi ini bukan berasal dari solusi sistem sekuler. Solusi yang benar dan unggul adalah solusi Islam yang berasal dari pencipta manusia yaitu Allah Swt. Allah Swt menciptakan manusia dengan seperangkat aturan-aturan yang wajib dilaksanakan di seluruh aspek kehidupan.
Seorang muslim haruslah menyadari bahwa ia adalah makhluk yang terbatas, lemah, dan saling membutuhkan, sehingga kesadaran ini menjadikan seorang muslim terbentuk keimanan dalam dirinya. Ia akan senantiasa behati-hati karena ia yakin bahwa setiap perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Keimanan seorang muslim mampu menjadi benteng pencegah perbuatan kriminal dan kejahatan.
Dalam perbuatan kriminal atau kejahatan, Islam memiliki pandangan yang jelas terkait defenisi kejahatan. Kejahatan adalah perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Tercela sendiri adalah apa yang dicela oleh syar’i (Allah). Suatu perbuatan tidak dianggap kejahatan kecuali jika ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan itu tercela. Ketika syara telah menetapkan bahwa perbuatan itu tercela, maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan, tanpa memandang lagi tingkat tercelanya. Artinya tidak lagi dilihat besar kecilnya kejahatan. Syara’ telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa yang harus dikenai sanksi. Jadi, dosa itu substansinya adalah kejahatan. Kejahatan bukanlah sesuatu yang fitri pada diri manusia.Kejahatan bukan pula profesi yang diusahakan manusia, juga bukan penyakit yang menimpa manusia. Kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar peraturan yang mengatur perbuatan-perbuatan dalam hubungan dengan Rabbnya, dengan dirinya sendiri, dan dengan manusia yang lain.
Asas sistem Islam adalah akidah Islam. Sistem Islam menjadikan syariat Islam sebagai aturan yang mengatur manusia dalam seluruh aspek kehidupan, baik di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, hukum dan sebagainya. Kesalahan asas sistem yang diterapkan (sekuler) berdampak pada kebijakan sistem yang dihasilkan. Pada sistem sekuler yang menjadi tolak ukur perbuatan adalah manfaat bagi individu, sehingga sistem pendidikan, sosial, ekonomi, dan sebagainya pertimbangannya adalah materi. Berbeda dengan sistem sekuler. Sistem Islam, sistem kehidupan berasal dari Allah Swt, sehingga dalam penerapan sistem Islam berdasarkan hukum syara. Kemiskinan mampu diatasi dengan penerapan ekonomi Islam, sehingga sebab kejahatan dengan alasan ekonomi tidak terjadi. Sistem pendidikan Islam mampu membentuk kepribadian Islam, sehingga perbuatan yang termasuk kejahatan bisa dicegah seperti perbuatan mencuri, membunuh, zina, liwath, pengedar dan pengguna narokoba, dan sebagainya.
Berkaitan dengan sanksi kejahatan. Islam telah mensyariatkan uqubat untuk mencegah manusia dari tindakan kejahatan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS Al-Baqarah;179 mensyariatkan hukum qishas bagi pelaku pembunuhan yang di dalamnya terdapat hikmah yang besar, yaitu menjaga jiwa. Uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) manusia dari tindakan kejahatan dan jawabir(penebus) sanksi akhirat. Uqubat ada empat macam, yaitu hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat. Empat macam uqubat diterapkan dengan kasus kejahatan yang berbeda. Tidak semua kejahatan dihukum dengan penjara. Jika terdapat nash bentuk sanksi pelaku kejahatan, maka sanksi diberikan sesuai nash. Sanksi penjara bisa dilakukan pada kasus ta’zir.
Defenisi ta’zir secara syar’i adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan kifarat seperti perbuatan yang merusak akal, contoh : kasus narkoba, minum khamr sanksinya jilid dan penjara. Sanksi penjara dalam sistem Islam harus bisa menjadi sanksi yang dapat mencegah. Dengan alasan ini, maka bangunan, ruangan, korong-lorongnya berbeda dengan sekolah, tempat singgah, hotel-hotel, ataupun tempat-tempat lain. Penjara hendaknya bisa menimbulkan rasa takut dan cemas. Ruangannya remang-remang-remang baik siang maupun malam. Di dalam penjara tidak boleh ada tempat tidur dan tikar. Makanan kasar dan sedikit, namun tetap kebutuhan nutrisi dicukupi dan kelansungan hidupnya.
Alhasil, Islam mampu mencegah over kapasitas penjara dengan menerapkan sistem Islam di seluruh aspek kehidupan. Kejahatan dapat dicegah dengan penerapan syariat Islam kafah. Sistem Sanksi yang membuat efek jera mampu mencegah pelaku kejahatan melakukan aksinya. Realita sejarah kegemilangan peradaban Islam telah membuktikan selama 13 abad Islam menguasai dunia hanya 200 tindak kemungkaran dan kejahatan yang terjadi. Jika dibandingkan dengan kasus kejahatan saat ini setiap tahun lebih dari 200 kasus terjadi. Kondisi ini, memastikan bahwa penjara tidak akan pernah terjadi over kapasitas ketika negara menerapkan sistem Islam di seluruh aspek kehidupan.