Oleh. Andriani
#MuslimahTimes — Lagi-lagi masyarakat dikejutkan dengan konflik di bagian timur Indonesia, yaitu di tanah Papua. Kali ini bentrokan terjadi antara KKB atau Kelompok Kriminal Bersenjata dengan prajurit TNI. Peristiwa tersebut begitu mencekam, pasalnya 4 prajurit TNI gugur dalam bentrokan tersebut (Tribun News).
Selain baku tembak dengan TNI, di lain waktu KKB juga menyerang sembilan tenaga kesehatan, membakar rumah warga dan fasilitas umum di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang Papua. Kejadian itu membuat salah seorang perawat tewas usai terjun ke jurang guna menghindari penyerangan KKB.
Sebenarnya konflik di tanah Papua sudah lama terjadi. Diawali pada tahun 1961, pada saat itu Belanda ingin menguasai Papua Barat, membentuk Papua supaya melepaskan diri dari Indonesia, tetapi dihadang oleh Presiden Soekarno. Selain Belanda, ada juga Amerika yang ingin menguasai tanah Papua. Presiden Soekarno bertindak tegas sehingga kedua negara tadi menyerahkan masalah tersebut kepada PBB dan rakyat Papua memilih untuk menjadi bagian dari Indonesia.
Walaupun rakyat Papua telah memutuskan untuk menjadi bagian dari Indonesia, tetapi sayangnya pemerintah Indonesia tidak mampu memberikan kemaslahatan bagi mereka. Bayangkan, tanah Papua adalah tanah yang begitu subur, sumber daya alamnya melimpah, memiliki tambang emas terbesar di dunia, tetapi sangat disayangkan kekayaan tersebut tidak membuat pemerintah mampu untuk menyejahterakan hidup mereka. Sampai saat ini, mereka masih terperosok ke dalam jurang kemiskinan.
“Tercatat Papua masih memiliki presentase kemiskinan yang tertinggi yaitu 26,55 persen, disusul oleh Papua Barat 21,51 persen.” Ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers, Rabu, 15/1. (CNN Indonesia).
Sampai saat ini, mereka masih merasakan ketidakadilan, kegaduhan demi kegaduhan pun sering terjadi. Ketidakadilan yang telah dirasakan sejak lama oleh masyarakat Papua, memunculkan sebuah gerakan atau organisasi yang mereka sebut dengan OPM atau Organisasi Papua Merdeka. Organisasi ini bertujuan ingin melepaskan diri dari Indonesia, negara yang hanya memanfaatkan sumber daya alam mereka untuk diserahkan kepada swasta dan asing. Sedangkan pemilik sah sumber daya alam tersebut yakni masyarakat Papua tidak merasakan kesejahteraan, bahkan tidak mendapatkan apa-apa.
Pemberontakan terus berlangsung dan berkepanjangan. Tercatat ada 7 tragedi besar di Papua:
1. Tragedi Wamena, Oktober 2000, bentrok yang terjadi berkaitan dengan pelarangan bendera bintang kejora, simbol dari merdeka Papua. Setidaknya ada 30 orang tewas, 40 orang terluka, dan ratusan orang mengungsi akibat kejadian tersebut.
2. Kasus Wasior, Juni 2001, empat orang penduduk sipil tewas diduga dibunuh oleh aparat keamanan yang melakukan pembunuhan di luar hukum. Tercatat 39 orang mengalami penyiksaan, 5 orang dihilangkan secara paksa dan 1 orang mengalami pelecehan seksual dalam peristiwa tersebut. Namun, hingga kini kasusnya belum ditindaklanjuti oleh kejaksaan agung.
3. Peristiwa Wamena, April 2013, konflik yang terjadi akibat beberapa orang yang melakukan pembobolan senjata di gudang Markas Kodim/1702. Kejadian ini menewaskan dua TNI dan seorang dari pihak pembobol.
4. Tragedi Universitas Cenderawasih, Maret 2016, konflik ini berkaitan dengan penolakan PT Freeport Indonesia di tanah Papua. Belasan orang tewas dalam kejadian tersebut.
5. Tragedi Paniai, Desember 2014, konflik ini berkaitan dengan insiden penembakan warga Paniai di lapangan sepak bola. Empat orang tewas dalam kejadian tersebut.
6. Demokrasi besar-besaran tolak rqsisme tahun 2019. Aksi demonstrasi besar-besaran di Asia maupun Jakarta, korban jiwa berjatuhan akibat peristiwa ini.
7. Pembunuhan Pendeta Zanambani, terjadi pada saat konflik senjata antara OPM dengan aparat keamanan Intan Jaya. Dua anggota TNI tewas tertembak. (tempo.com)
Dari rentetan konflik yang terjadi dan menimbulkan kerugian dan korban jiwa, belum juga membuat pemerintah menanggapi dengan serius penyebab dari peristiwa tersebut. Akibatnya, peristiwa KKB menyerang petugas nakes dan membuat keributan terulang kembali. Pemerintah menangapi persoalan tersebut hanya mengandalkan metode tambal sulam, yaitu menerapkan sistem keamanan dengan sekadar mengerahkan TNI dan Polri yang sejatinya tidak mampu menyelesaikan permasalahan di tanah Papua dengan benar dan tuntas.
Lantas, bagaimana Islam memandang hal ini?
Sistem Islam yakni khilafah sangat mengutamakan kesatuan wilayah dan warga negaranya. Adapun fungsi negara dalam khilafah yaitu melindungi dan meri’ayah warga negaranya. Memastikan warga negaranya terpenuhi hak dan kewajibannya.
Seperti contoh kasus di Papua, dalam Islam hal itu termasuk bughat, yakni keluar melepaskan diri dari negara, baik dilakukan dengan aktivitas perusakan dan penghancuran berbagai tempat-tempat strategis di dalam negara, pelanggaran terhadap berbagai kepemilikan individu atau kepemilikan umum atau kepemilikan negara, mengancam jiwa masyarakat sekitar, ataupun dengan keluar menentang negara dengan menggunakan senjata untuk memerangi negara.
Dalam khilafah, pelaku bughat bersenjata seperti KKB akan diselesaikan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri. Bughat bersenjata seperti KKB jelas tidak mungkin diselesaikan hanya dengan satuan kepolisian. Maka, dalam khilafah, Departemen Keamanan Dalam Negeri harus meminta kepada khalifah agar mendukungnya dengan kekuatan militer sesuai kebutuhan untuk menghadapi orang-orang bughat itu.
Indahnya dalam Islam, sebelum mereka diperangi, akan dilakukan surat-menyurat dengan mereka. Mereka diminta kembali taat pada negara dan berhenti mengangkat senjata. Jika hasilnya positif, mereka setuju, maka mereka tidak diperangi. Namun apabila mereka menolak, bersikeras untuk menentang dan memerangi negara, maka mereka diperangi dengan perang untuk mendidik, bukan perang untuk melenyapkan atau membinasakan.
Demikianlah sebagaimana tindakan Ali bin Abi Thalib yang memerangi kaum Khawarij. Beliau pertama kali menyeru mereka. Jika mereka meninggalkan perbuatannya keluar menentang negara, maka perang terhadap mereka dihentikan. Jika mereka bersikeras keluar menentang negara maka mereka diperangi dengan perang untuk mendidik hingga mereka kembali pada ketaatan, meninggalkan perbuatan mereka keluar menentang negara, dan berhenti mengangkat senjata.