Oleh: Astik Drianti, SP MP*
MuslimahTimes.com–Akhir-akhir ini terjadi krisis energi di berbagai belahan dunia, di Asia, seperti Cina, India juga Eropa. Bahkan mulai menjalar ke benua Amerika. Berbagai media menyebutkan bahkan Inggris harus mengahadapi krisis yang memukul perekonomian mereka, sejumlah perusahaan dinyatakan siap gulung tikar karena tidak mampu menghadapi krisis ini. Cina bahkan memberlakukan pemadaman bergilir, akibat krisis ini.
Krisis Energi menerpa negara-negara industri seperti Cina, India dan Jepang yang terkenal dengan berbagai industri manufakturnya. Kemudian krisis ini merembet ke Eropa, dan kini mulai merambah Amerika. Bahkan negara yang terkenal dengan industri jasa, seperti Singapura pun terdampak krisis energi ini, disebutkan bahwa penyedia listrik mulai bertumbangan di Singapura (berbagai sumber).
Menurut Simone Tagliapietra, seorang senior di think-tank ekonomi Bruegel berbasis di Brussels.(https://m-bisnis-com.cdn). Kombinasi faktor permintaan dan penawaran menyebabkan badai krisis energi ini terjadi.
Faktor permintaan disumbangkan oleh naiknya permintaan akan gas alam dan batu bara. Permintaan ini karena gas alam dan batubara adalah bahan bakar bagi listrik dan industri. Musim dingin yang lebih panjang meningkatkan kebutuhan energi lebih banyak, sebagai pemanas. Faktor lain yang mendorongnya peningkatan permintaan energi adalah banyak negara yang telah mencabut status darurat Covid-19, sehingga membuka berbagai kegiatan termasuk kegiatan industri yang membutuhkan banyak energi.
Beberapa negara, khususnya negara-negara Eropa, mulai memberlakukan pengurangan penggunaan energi bersumber batu bara. Pengurangan penggunaan batubara ini berefek pada melonjaknya permintaan gas alam yang kemudian mendongkrak harga gas alam.
Sisi penawaran yang memengaruhi krisis energi adalah kurangnya pemeliharaan pada ladang minyak dan gas selama masa pandemi. Membuat tingkat produksi yang tidak optimal bahkan menurun.
Apakah krisis energi ini berdampak pada Indonesia?
Indonesia merupakan salah satu negara dengan sumber daya alam yang sangat besar. Sejauh ini pasokan energi yang ditandai dengan pasokan listrik, cukup memadai. Bahkan sistem kelistrikan Jamali (Jawa Madura Bali) dikatakan siap mendukung pertumbuhan perekonomian nasional. Meski sempat mengalami blackout, sistem kelistrikan di Kalimantan juga dianggap mampu menyediakan pasokan listrik.
Sistem kelistrikan yang ada di Indonesia dianggap mampu mengatasi krisis energi karena sistem kelistrikan menggunakan bahan bakar batu bara. Hanya saja yang perlu diingat, jika harga batu bara dunia naik, maka harus ada kepastian bahwa industri listrik dalam negeri tetap mendapat pasokan yang cukup. Tidak kurang sedikit pun. Karena listrik merupakan hajat hidup orang banyak.
Batu bara sebagai bahan bakar kelistrikan juga harus mendapat perhatian. Kenaikan harga batu bara di tingkat dunia membuat industri batu bara bergeliat. Kewaspadaan terhadap tambang ilegal harus lebih ketat. Jangan karena keuntungan yang tidak seberapa, masyarakat mendapat dampaknya.
Kepastian jaminan energi merupakan tanggung jawab pemerintah. Sehingga sumber-sumber energi pun perlu dikelola dengan baik, bukan berdasarkan kepentingan sesaat dan keuntungan semata. Terlebih lagi sumber daya alam tersebut sejatinya adalah milik umat. Negara hanya sebagai pengelola yang seharusnya mengembalikan keuntungan kepada rakyat, berupa kemudahan akses, harga yang ringan bila tidak memungkinkan gratis, dan jaminan ketersediaan bagi semua, baik individu maupun industri.
Menyerahkan pemenuhan kebutuhan energi pada mekanisme pasar, sebagaimana pada pandangan kapitalisme hanya akan membawa pada kemunduran. Mekanisme pasar akan membuat “si mampu” bertahan dan “si lemah” terpinggirkan. Lebih luas lagi, negara akan kalah kepada para “pemilik energi”.
Energi baru dan terbarukan adalah salah satu solusi, namun solusi sistemis lebih dibutuhkan. Karena dengan sistem kapitalisme, energi baru dan terbarukan akan tetap berpeluang mengalami krisis, karena kepemilikannya yang diserahkan kepada “individu”. Pengaturan terhadap kepemilikan inilah yang merupakan bagian dari sistem. Dimana Islam dengan sistem perekonomiannya mengatur perkara kepemilikan ini sehingga mampu mengatasi krisis energi, kini dan nanti.
*Dosen Universitas Kutai Kartanegara