Oleh. Kholda NajiyahÂ(Founder Salehah Institute)
MuslimahTimes–Ngilu baca berita ini. Tentang dugaan pemerkosaan tiga anak di bawah umur oleh ayah kandungnya berinisial SA (43) di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Lebih tragis lagi, ketiga bocah yang masih di bawah 10 tahun itu juga diperkosa pelaku lain yang notabene teman SA. Anak perempuan diperkosa, anak laki-laki disodomi. Na’udzubillahi min dzalik, apa pantas mereka disebut manusia?
Drama terkuaknya kisah sadis itu bermula ketika sang ibu (RS) melaporkan hasil pengakuan anaknya ke hadapan aparat pada 2019 lalu. Alih-alih pelaku yang aparatur sipil negara (ASN) ditangkap, penyelidikan kepolisian malah dihentikan. Setelah menempuh jalur berliku, sang ibu malah dituduh balik sebagai orang dengan gangguan mental. Padahal bukti visum dan foto-foto kerusakan organ anak-anaknya dia pegang (kompas).
”Sejak awal kasus ini dihentikan, pada Desember 2019, kami sebagai tim penasehat hukum sudah mempertanyakan,” kata Rezky Pratiwi tim penasihat hukum korban, dikutip Antara, Sabtu (9/10/21). Apa boleh buat, jalur media sosial pun menjadi alat untuk membongkar kebobrokan. Perjuangan sang ibu mencari keadilan untuk ketiga buah hatinya, kini sampai ke tingkat pusat. Akankah keadilan ditegakkan?
Kesadisan Tindak Asusila
Entah apa yang ada di benak seorang laki-laki yang notabene berpredikat ayah kandung, hingga tega memangsa anak-anaknya sendiri. Bukan hanya satu, tapi tiga-tiganya. Darah daging yang seharusnya ia lindungi. Anak yang ia panjatkan doa-doa demi kelahirannya. Iblis seperti apa yang berhasil merasuki jiwanya, hingga begitu tunduk pada syahwat terlarang.
Benar, ia telah menduda dan tak bisa lagi melampiaskan kebutuhan biologisnya karena tak punya istri lagi. Tetapi seharusnya dia tahu, sebagai muslim ada cara penyaluran yang halal, yaitu menikah. Mengapa tidak ia pilih saja, wanita baik-baik yang bisa dijadikannya pendamping untuk menjaga imannya? Mengapa pula memilih anak-anak kandung yang usianya pun masih demikian belia? Jangankan paham tentang urusan syahwat, anak-anak tak berdosa ini alat reproduksinya pun belum berkembang sempurna.
Betapa dahsyatnya kerusakan jiwa pelaku, karena ia telah melakukan tiga jenis tindak asusila yang terlarang dalam agama. Pertama, memerkosa anak perempuannya. Kedua, melakukan kejahatan homoseksual. Ketiga, menyetubuhi anak-anak di bawah umur alias pedofilia. Duhai, hukuman apa kiranya yang paling tepat untuk tiga kejahatan sadis ini?
Nyaring terdengar kembali pendapat dari masyarakat yang geram atas perilakunya, agar orang-orang dengan “tegangan tinggi” seperti SA ini dikebiri saja. Buat alat reproduksinya melemah, agar tidak sembarangan menggunakannya ke tempat-tempat yang haram. Hukuman yang kelihatannya setimpal, namun harus dilihat dari sudut pandang Islam, boleh atau tidak. Pendapat terkuat dari kalangan ulama melarang pengebirian, sekalipun kepada pelaku kejahatan seksual.
Namun, Islam punya solusi lebih keras dan tegas. Terkait pemerkosaan, jika ia telah menikah maka hukumannya rajam sampai tewas. Lalu pelaku homoseksual, hukumannya juga dilempar dari ketinggian hingga tewas. Itu juga jika dia punya cadangan nyawa, yang tentu saja tidak punya. Sa’d bin abi Waqqas berkata, “Rasulullah SAW melarang Uthman bin Maz’un untuk tidak menikah, jika Rasulullah saw mengizinkan maka kami telah melakukan kebiri.” (HR Bukhari).
Hukuman kebiri kimia untuk para predator seksual sendiri sudah ada di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 yang disahkan Januari 2021 lalu oleh Presiden Jokowi. Meski masih pro dan kontra, pelaksanaannya sendiri belum mampu mengerem laju kejahatan seksual. PP 70 ini merupakan turunan UU Perlindungan Anak direvisi pada 2016. Komnas Perempuan sendiri tidak setuju hukum kebiri, karena dinilai tidak mampu mencegah kejahatan seksual pada anak. “Komnas Perempuan menentang pengebirian apapun bentuknya. Mengontrol hormon seksual tidaklah menyelesaikan kekerasan seksual. Pengebirian tidak akan mencapai tujuan tersebut,” kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi (detik).
Manusia Penghamba Syahwat
Adanya kasus kejahatan seksual yang begitu sadis, sekali lagi kita temukan di era penerapan sistem sekuler saat ini. Peradaban yang membentuk manusia-manusia penghamba syahwat. Manusia-manusia yang tidak takut pada Allah Swt, hingga tingkat kesadisannya benar-benar di luar nalar kemanusiaan. Sebab, hewan saja tidak ada yang begitu keji memperlakukan anaknya. Ini manusia berakal dan berpendidikan.
Para penghamba syahwat ini, hidup di dalam peradaban yang memanjakan pemenuhan naluri seksual dengan menciptakan berbagai jenis rangsangan dari berbagai penjuru. Akibatnya, mereka mendominasi otaknya dengan imajinasi seksual semata. Desakan pelampiasan syahwat yang tak terbendung, membuat mereka kehilangan akal sehat. Anak-anak kecil yang harusnya mereka lindungi, dijadikan mangsa.
Di peradaban ini, tingkat ketakwaan manusia tidak ada yang menjaga. Masyarakat tidak terbiasa hidup dalam suasama keimanan. Aktivitas amar makruf nahi mungkar juga hanya bisa dilakukan sebagian kecil masyarakat. Tidak menjadi bagian dari budaya masyarakat. Perilaku kejahatan kian hari kian merajalela, dengan tingkat kekejian yang makin tinggi derajatnya.
Anak-anak pun kurang terjaga. Keluarga yang porak poranda, menyebabkan mereka menjadi korban. Sudahlah kehilangan sosok orang tua yang melindungi dan menjadi teladan, ini malah dijadikan objek pelampiasan syahwat. Ditambah lagi tumpulnya keadilan, dikarenakan tidak diterapkannya hukum Islam, lantas bagaimana nasib anak-anak bisa selamat?
Akhiri Tragedi
Kita mengharapkan hukuman berat bagi pelaku berbagai jenis kejahatan asusila, terutama yang menjadikan anak-anak sebagai korban. Kita juga berharap kejadian seperti ini tidak ada lagi. Berhenti dan jangan terulang lagi. Cukup mereka bertiga yang menjadi korban, anak-anak lain jangan. Lindungi anak-anak dengan penjagaan terbaik. Penjagaan terbaik tentu sistem yang bersumber dari Allah Swt.
Penerapan sistem Islam secara kaffah akan melahirkan peradaban Islam yang bernuansa keimanan. Sistem ini melindungi akidah umat, hingga mereka memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah Swt. Umat lebih tunduk pada Allah daripada tunduk pada hawa nafsu. Sistem ini menegakkan amar makruf nahi mungkar, sehingga mengerem laju kejahatan. Sistem ini menghancurkan rangsangan-rangsangan syahwat di ruang publik, agar tidak mengganggu keimanan manusia.
Sistem ini juga melindungi keluarga-keluarga dari kehancuran. Menjaga keutuhan rumah tangga hingga jauh dari perceraian. Menempatkan anak-anak di rumah-rumah dan lingkungan yang aman dan nyaman. Menjaga mereka dari kejahatan orang-orang yang mencintainya. Menyemai mereka menjadi generasi beriman dan bertakwa.
Sungguh, kita merindukan peradaban yang sehat dan bersih dari maraknya kejahatan-kejahatan, khususnya kejahatan asusila. Peradaban Islam yang pernah berabad-abad eksis di muka bumi dan terbukti menyelamatkan manusia dari cengkeraman syahwat. Semoga peradaban ini tidak lama lagi akan tegak di muka bumi.(*)