Oleh. Julfaningsih, S.PdI
Muslimahtimes.com- Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat tidak puas dengan penegakan hukum di negara ini. Peneliti LSI, Dewi Arum, mengatakan dalam survei tersebut yang menilai tidak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia, cakupannya merata di semua lapisan masyarakat. “Temuan ini menggambarkan rendahnya wibawa hukum di mata publik,” kata Dewi Arum di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (Sindonews.com, 7/4/2013).
Masyarakat Tidak Percaya Hukum
Indonesia sebagai negara hukum telah tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Sehingga rakyat wajib untuk menaati aturan yang berlaku. Namun hari ini yang kita temui telah berbalik arah, kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum telah redup. Keredupan kepercayaan tersebut ditandai dengan adanya tagar #PercumaLaporPolisi yang sedang ramai diperbincangkan di dunia maya.
Tagar #PercumaLaporPolisi mencuat karena dipicu oleh sikap kekecewaan masyarakat terhadap penghentian penyelidikan terhadap kasus dugaan bapak memperkosa tiga anaknya. Masyarakat kecewa karena penegak hukum tidak mampu memberikan keadilan terhadap masyarakat yang membutuhkan. Bahkan ibu korban pun juga merasakan hal yang sama. Keadilan untuk ketiga anaknya nyaris sirna lantaran tidak ada bukti kuat.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum kian hari makin meningkat. Ini diperkuat dengan data yang diteliti oleh peneliti LSI, Dewi Arum, yang mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan LSI pada 1 sampai 4 April 2013 ini, dilakukan terhadap 1.200 responden di 33 provinsi. Hasilnya, 29,8 persen menyatakan puas terhadap penegakan hukum dan 56 persen masyarakat menyatakan kurang puas dengan penegakan hukum di Indonesia. (sindonews.com) Jika dilihat dari data tersebut maka yang kita dapati bahwasanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum cukup besar.
Adapun hal yang mendasari ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum adalah kinerjanya yang dianggap belum maksimal. Masih merebaknya praktek mafia hukum serta pemerintah belum mampu melindungi hak-hak keamanan dan kenyamanan rakyatnya. Kecepatan dalam merespons panggilan masyarakat pun terkesan berbeda. Bagi masyarakat yang bersandal jepit pelayanannya sangat lamban dibanding dengan kalangan yang berdasi.
Buah Sistem Kapitalisme
Hukum yang berlaku di negeri ini dominan runcing ke bawah dan tumpul ke atas. Istilah tersebut adalah salah satu sindiran nyata bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah dan menengah, dibanding kelas atas. Sebut saja kasus nenek Asiani yang divonis hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 15 bulan karena dinyatakan telah mencuri 7 kayu jati. (CNN Indonesia) Sedangkan kasus para mafia korupsi yang mencuri triliunan uang negara hanya divonis beberapa tahun saja bahkan akhirnya bisa lolos dari jeratan hukum.
Lembaga hukum sudah tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Pasal-pasal KUHP bagi rakyat kecil ibarat peluru yang menghujam jantung karena dibuat seolah-olah hanya untuk menghukum rakyat kecil. Dunia benar-benar sudah terbalik. Kasus-kasus besar seperti korupsi dianggap kecil, namun sebaliknya kasus-kasus sederhana yang mungkin bisa diselesaikan secara kekeluargaan bahkan dibesar-besarkan.
Pemberlakuan dari sistem kapitalis mengakibatkan hukum yang dibuat bisa berubah-ubah berdasarkan asas kepentingan. Hukum yang mudah diintervensi oleh kepentingan tertentu, tentunya akan selalu menuai rasa ketidakadilan. Inilah dinamika hukum di Indonesia, seolah sudah berganti paradigma yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan uang dan jabatan.
Sistem Islam Hasilkan Hukum Adil
Islam sebagai agama yang paripurna kamil wa syamil hadir untuk memberikan aturan yang benar yang berasal dari Allah Swt. Islam sangat menjunjung tinggi rasa keadilan. Karena pada hakikatnya manusia memiliki derajat yang sama antara satu mukmin dengan mukmin yang lain. Hanya ketakwaanlah yang membedakan antara keduanya.
Dalam Islam, setiap manusia diperintahkan untuk selalu berbuat adil dalam setiap perbuatan. Berkaitan dengan keadilan, Allah Swt telah berfirman di dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya, “ Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. “
Dalam sejarah Islam, perilaku adil pernah diterapkan oleh Rasulullah saw. Pada saat itu Rasulullah dengan tegas dan adil memutuskan untuk memberikan hukuman potong tangan terhadap wanita bangsawan dari sebuah kabilah Arab, karena telah mencuri. Kemudian atas permintaan suku Quraisy, sahabat Usamah bin Zaid melakukan lobi terhadap Rasulullah agar tidak jadi menghukum wanita tersebut dengan alasan bahwa wanita bangsawan tidak patut untuk dihukum. Tetapi Rasulullah menolak dengan menjawab: “Wahai Usamah apakah engkau ingin meminta dispensasi atas hukum yang telah ditetapkan Allah Swt?”
Setelah itu, beliau berdiri dan menyeru: “Sesungguhnya umat sebelum kalian celaka karena jika yang mencuri dari kalangan bangsawan mereka membiarkannya. Namun, jika yang mencuri dari golongan masyarakat biasa mereka menjatuhkan hukuman kepadanya. Demi Allah, jika seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).
Begitulah ketegasan Rasulullah pada saat itu. Sebagai muslim yang menghambakan diri kepada Allah Swt akan selalu merasa takut untuk melakukan hal yang dilarang oleh syariah. Karena orang yang beriman percaya bahwa segala perbuatan yang dilakukan kelak akan diminta pertanggung jawabannya di kemudian hari. Muslim yang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat akan selalu berperilaku adil, tidak pandang bulu antara yang satu dengan yang lain apalagi sampai mengedepankan asas kepentingan.