
Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Salehah Institute)
MuslimahTimes.com – Keluarga adalah institusi terkecil dan terpenting dalam pembentukan individu. Apakah ia akan menjadi seorang yang baik atau buruk, orang yang taat atau maksiat, orang yang berguna atau beban bagi masyarakat. Karena itu, sangat penting mewujudkan lingkungan keluarga yang mampu mengantarkan seluruh anggotanya menjadi pribadi yang benar-benar kokoh akidahnya.
Keluarga muslim, tentu saja harus memiliki sistem hidup dan menegakkan aturan berdasarkan syariat Islam. Keluarga muslim membangun pondasi berupa akidah yang kokoh dan menancap kuat, membangun dinding syariat yang ditegakkan dengan tegas, dan memayungi keluarga dengan atap berupa akhlak atau adab. Peran keluarga mengokohkan agama bagi anggota-anggotanya antara lain tercermin sebagai berikut:
1. Haram Menikah dengan Orang Musyrik
Islam menganjurkan pasangan muslim dan muslimah untuk menikah di antara mereka, dan melarang menikahi orang yang tidak beriman kepada Allah Swt atau musyrik. Adapun laki-laki muslim memang boleh menikahi perempuan ahli kitab (semisal Nasrani), namun tentu dimaksudkan agar kelak istrinya bisa diajak hijrah. Sebab, laki-laki sebagai suami bisa membimbing istrinya, namun istri tidak bisa memaksa suaminya.
Pentingnya membentuk keluarga dengan pondasi agama yang sama, karena banyak hak dan kewajiban masing-masing yang harus ditunaikan berdasarkan syariat Islam. Jika beda agama, dikhawatirkan menjalankan rumah tangga dengan aturan sekuler. Padahal Islam sudah punya aturan dalam rumah tangga dengan rinci dan sempurna. Bila nikah beda agama, aturan agama siapa nanti yang dipakai? Tentu akan menimbulkan kontroversi dan tidak akan mampu mengokohkan salah satu agama, jika masing-masing lantas meyakini kebenarannya.
2. Pemimpin Keluarga Harus Muslim
Keluarga muslim dibangun oleh sepasang suami istri yang mensyaratkan suami harus muslim. Hal Ini karena suami dalam keluarga Islam bertindak sebagai pemimpin. Kepemimpinan suami tampak dalam mendidik, melindungi dan menjamin anggota keluarganya tetap dalam akidah Islam, bukan yang lain.
Suami memimpin istri dengan syariat Islam. Hak dan kewajiban ditegakkan berdasar syariat, bukan atas dasar demokrasi ala Barat. Keluarga muslim tidak membiarkan kepemimpinan diambil-alih istri, atau membiarkan istri dan anak-anaknya tidak tunduk dan patuh pada kepemimpinannya dengan alasan keluarga yang demokratis.
Meski begitu, kepemimpinan suami dalam Islam bukan kepemimpinan otoriter, melainkan sebagai perisai atau penggembala. Artinya, bersifat melindungi dan mengayomi, sehingga sangat boleh kepemimpinannya diberi masukan, didiskusikan dan dibicarakan demi kebaikan bersama.
3. Hak Anak Dididik Ibu Muslim
Pentingnya anggota keluarga memiliki akidah yang sama, agar tidak terjadi kesalahan dalam pendidikan anak. Menanamkan pendidikan pada anak-anak menjadi tugas utama ibu. Kalau ibu beda agama dengan ayah, tentu tidak akan satu komando dalam mendidik anak. Apalagi jika ibunya nonmuslim. Maka itu, sebaiknya anak dididik ibu muslim, agar anaknya pun dididik dengan akidah Islam yang kokoh.
Memang, di kalangan ulama ada perbedaan pendapat tentang hak asuh anak (hadhonah). Imam Syafi’i mensyaratkan hadlanah harus beragama Islam. A-Nawawi mengatakan, hadlanah orang kafir tidak mampu mewujudkan kesejahteraan anak, justru merusak agamanya. Sementara Al-‘Imrany mengatakan, tujuan kebahagiaan anak tidak akan wujud pada orang kafir. Mereka tidak dapat dipercaya dan bisa merusak agama anak.
Adapun Hanafiyah dan Malikiyah tidak mensyaratkan Islam dalam hadhonah, karena kasih sayang tidak berbeda karena perbedaan agama. Namun Hanafi mensyaratkan, kafirnya bukan karena murtad. Sedangkan Sayyid al-Sẫbiq berkata, hadlanah wanita kafir boleh jika tidak lebih dari menyusui dan melayani anak. Berarti, untuk pendidikan skill agama dan skill life hendaklah di tangan muslim.
4. Menuntut Ilmu Wajib bagi Anggota Keluarga
Keluarga adalah tempat menempa diri dengan berbagai jenis ilmu. Tanpa ilmu, anggota keluarga tidak akan mampu menjalankan setiap perannya dengan sempurna. Karena itu keluarga menjadi tempat utama dalam menuntut ilmu. Tempat ternyaman untuk belajar dan mengkaji pemahaman.
Penjagaan akidah keluarga, tercermin dari kegiatan keilmuan dan pengajian anggota keluarganya. Karena itu, lingkungan keluarga harus mendukung terselenggarakannya kegiatan belajar dan mengkaji Islam.
5. Saling Mendukung dan Menasihati dalam Kebaikan
Namanya manusia, tidak semua anggota keluarga selalu lurus adanya. Barangkali dalam perjalanannya ada yang melenceng dari kebaikan. Mungkin ada yang tergelincir berbuat maksiat, atau melakukan tindak kriminalitas. Karena itu, keluarga adalah tempat dakwah satu sama lain. Dengan demikian, insyaallah keluarga terjaga akidahnya.(*)