Oleh. Eri
(Pemerhati Masyarakat)
MuslimahTimes.com–Perubahan iklim telah mengubah wajah dunia dalam beberapa dekade. Cuaca ekstrem dan suhu bumi yang meningkat, merupakan dampak dari pemanasan global. Perubahan yang ekstrem telah mengancam populasi umat manusia. Sehingga, mendorong negara-negara di dunia melakukan perjanjian penting untuk menyelamatkan bumi.
Para pemimpin dunia berkumpul selama hampir 2 pekan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26 di Glasgow membahas perubahan iklim dan kesepakatan negara-negara mengatasi pemanasan global. Konferensi tersebut dihadiri lebih dari 100 pemimpin dunia. Mereka melakukan kesepakatan perjanjian untuk menghentikan dan membalikkan deforestasi dan degradasi lahan pada akhir dekade ini. Sumbangan dana masyarakat dan swasta sebesar $19 miliar sebagai bentuk dukungan melindungi dan memulihkan hutan. (tempo.co 3/11/21)
Kapitalisme Hasilkan Emisi Gas Rumah Kaca
Perubahan iklim merupakan akibat pemanasan global dimana peningkatan gas rumah kaca yang berlangsung dalam jangka tertentu. Emisi karbon disumbang terbesar dari sektor industri bahan bakar fosil. Seperti negara penghasil emisi terbesar Cina dan Amerika yang bertanggung jawab atas sumbangan setengah emisi gas rumah kaca industri global. Diikuti negara Uni Eropa, India, Rusia, Brasil dan Indonesia yang turut menyumbang miliar ton emisi CO2 (MtCO2e) pertahun.
Selain itu, kendaraan bermotor turut menyumbang pembuangan emisi CO2 yang dilepaskan ke atmosfer dari pembakaran bahan fosil. Lalu diperparah oleh deforestasi atau alih fungsi lahan, hingga tidak ada hutan dan tanah sebagai daya serap CO2 di atmosfer.
Peningkatan volume partikel CO2 menjadikan atmosfer lebih hangat. Suhu yang meningkat mendorong naiknya anomali suhu bumi yang berdampak negatif secara luas. Seperti munculnya titik panas ekstrem hingga gagal panen, bencana kekeringan, banjir dan badai. Bahkan, suhu yang lebih panas dapat mencairkan es dan gletser.
Konferensi COP26 Sebuah ‘Kegagalan’ Kapitalisme
Ironisnya, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26 hanya janji kosong para pemimpin dunia tangani krisis iklim, setelah bocornya dokumen beberapa negara yang melakukan ‘lobi’. Draft laporan dalam dokumen tersebut meminta PBB mencoret rekomendasi pengurangan bahan bakar fosil, termasuk batu bara. Terkait masalah ini, pemerintah Indonesia memiliki pandangan bahwa negara penghasil batu bara akan tetap menggunakannya sebagai sumber energi. Sangat mustahil menjadikan batu bara sebagai aset terdampar (stranded asset).
Para aktivis menanggapi ‘lobi-lobi’ sebagai kegagalan konferensi COP26. Pemerintah sistem kapitalisme memiliki kebiasaan gagal dalam memenuhi janji iklim mereka. Para aktivis menilai, lambannya tindak penanganan pemanasan global membuat masyarakat skeptis atas kebijakan yang diterapkan. Mengutip dari pikiranrakyat.com (6/11/21), Greta Thunberg, seorang juru kampanye Swedia, beranggapan konferensi iklim tidak lebih dari ‘pertemuan bisnis’ para pemimpin negara.
Sistem pemerintahan dan kebijakan yang mementingkan oligarki berperan dalam masalah perubahan iklim. Serta gaya hidup liberalisme dan keserakahan manusia menyebabkan krisis iklim terjadi. Bahkan, mengeksploitasi sumber daya seperti memproduksi dan menggunakan energi secara besar-besaran, berpotensi menimbulkan kerusakan alam semakin luas.
Maka dari itu, masalah perubahan iklim harus dilihat secara keseluruhan. Akar masalahnya ada pada sistem peraturan yang diemban manusia saat ini. Sistem kapitalisme yang berasaskan materi serta mengagungkan kebebasan menjadi pola perilaku manusia. Tanpa memandang dampak buruk, eksploitasi dan eksplorasi sumber daya secara besar-besaran dilakukan demi meraih keuntungan. Akibatnya, kerusakan ekosistem membawa dampak bencana alam.
Dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator, yang mengatur kepentingan para kapital tetap terjamin. Seperti Indonesia yang mengesahkan UU Minerba dan UU Omnibus Law, ini merupakan bukti nyata kebebasan para kapital dalam penguasaan hutan. Maka, janji mengurangi emisi gas kaca dan laju deforestasi hanya retorika kosong.
Islam Mengubah Cara Pandang Manusia dan Solusi Hakiki
Oleh sebab itu, upaya menyelesaikan masalah dimulai dari akarnya. Mengubah cara pandang manusia dalam mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan. Terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA). Selama ini manusia hidupnya terkait dengan pemanfaatan yang sering kali berlebihan oleh para kapital demi keuntungan. Tentu paradigma ini membawa kerusakan alam dan bencana.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, akan timbul masalah-masalah baru yang mengancam kelangsungan hidup manusia. Untuk itu, perlu usaha mengembalikan semua pada aturan yang hakiki. Tentunya, aturan yang shahih hanya datang dari sang Pencipta, Allah Swt, bukan manusia. Islam bukan saja mengatur tata cara ibadah, namun mengatur segala aspek kehidupan manusia. Maka, kita wajib memakai Islam sebagai ideologi yang menyelesaikan problematika kehidupan.
Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam sebagai kepemilikan umum, haram diprivatisasi oleh individu atau swasta. Sedangkan negara hanya sebagai pengelola saja. Kebijakan pengelolaan SDA harus memperhatikan beberapa aspek, seperti terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat dan tidak merusak lingkungan atau ekosistem.
Untuk mencegah terjadinya eksploitasi dan eksplorasi sumber daya oleh para kapital, negara wajib memberikan peraturan ketat atas pengelolaan kepemilikan umum serta sanksi tegas bagi yang melanggarnya. Selain itu, pemakaian bahan bakar fosil yang berlebihan harus segera dihentikan. Negara wajib memfasilitasi para ilmuwan untuk menemukan terobosan baru sumber energi bersih sebagai pengganti energi fosil.
Saat Islam yang mengatur kekayaan SDA, akan tercipta kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat. Sangat berbeda bila sistem kapitalisme yang diadopsi sebagai sistem pemerintahan. Ancaman kepunahan peradaban akan terjadi akibat krisis iklim yang menjadi kenyataan. Sudah saatnya umat beralih kepada Islam sebagai penyelamat dunia dari perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan. Islam akan sempurna diterapkan dalam sebuah institusi yaitu Khilafah. Hanya Khilafah yang mampu menjadi junnah (pelindung) umat dari kerusakan alam akibat kezaliman dan keserakahan manusia.
Waallahu a’lam bis shawwab.