Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt
(Pemerhati Generasi dan Kebijakan Publik)
MuslimahTimes.com–Baru-baru ini telah dilaksanakan Konferensi Polwan yang mengekspos ‘keberhasilan’ Indonesia dalam mendudukan Polwan dalam pencapaian target kesetaraaan gender. Salah satu ukurannya adalah posisi tinggi dalam hirarki Polri dan posisi berisiko tinggi.
Terdapat 65 pembicara yang berbagi keahlian, pengetahuan, pengalaman, dan best practice. Tema utama yang diangkat dalam konferensi adalah “Women at the center stage of policing”. Ada lima subtema lagi yang menjadi turunan yakni: Women, Peace, and Security; Women and Leadership; Police Women and Their Challenges; The Role of Women in Policing; Science, Technology, and Policing, dan, Current Issues on Transnational Crimes.
Konferensi yang banyak mengeksplorasi skill perempuan ini, jelas sangat kentara dengan aroma kesetaraan gender, bahwa perempuan pun tidak kalah mumpuninya dengan kaum laki-laki dalam segala hal. Sehingga perempuan dinilai akan mampu menempati posisi-posisi penting penuh risiko yang sebelumnya diisi formasinya oleh kaum laki-laki. Hal ini semakin menegaskan bahwa pembangunan berbasis kesetaraan gender telah menempatkan perempuan pada risiko tinggi yang bisa mengancam fitrahnya sebagai perempuan.
Padahal sejatinya perempuan tetaplah perempuan yang memiliki potensi yang berbeda dengan kaum laki-laki. Perempuan lebih lembut sebab memiliki fitrah keibuan, lebih sensitif sebab memiliki fitrah untuk mengandung dan melahirkan, lebih teliti sebab memiliki fitrah penciptaan berupa kemampuan untuk menyusui dan pengasuhan.
Karenanya, sejatinya posisi yang paling pas bagi perempuan adalah posisi minim risiko benturan fisik dan intimidasi. Posisi yang dijaga dari kerawanan dan posisi yang dapat menjaga kehormatannya sebagai perempuan. Seperti posisi sebagai ahli administrasi dan posisi dalam berbagai keahlian yang membutuhkan ketekunan dan ketelitian yang sangat tinggi. Sebab secara alaminya memang perempuan bisa lebih tekun, lebih teliti dan lebih sabar dalam menghadapi sebuah kondisi. Karena memang seperti itulah fitrah dasar penciptaan yang dimiliki oleh perempuan.
Berbeda dengan fitrah penciptaan laki-laki yang memang diciptakan penuh dengan keunggulan kekuatan secara fisik, maka sangat wajar dan adalah sebuah kewajaran saja jika kaum laki-laki biasa menempati posisi-posisi risiko tinggi terhadap benturan fisik dan intimidasi dan rawan dengan resiko keamanan. Sebab memang seperti itulah fitrah penciptaan laki-laki, penuh dengan letupan emosi yang kadang sulit dikendalikan. Memiliki kemampuan kecepatan dan ketepatan berpikir, juga kemampuan dalam mengambil risiko tinggi dalam sebuah pekerjaan adalah hal yang seharusnya bisa dimaklumi. Sebab memang seperti itulah fitrah penciptaan kaum laki laki.
Karena itulah diciptakannya laki laki dan perempuan adalah untuk saling melengkapi potensi hidup masing-masing, bukan untuk saling bersaing dalam memperebutkan sebuah jabatan publik yang penuh risiko dan bisa menumbangkan fitrah penciptaan kaum perempuan ataupun kaum laki-laki berdasarkan jenisnya.
Masing-masing jenis memiliki tanggung jawab yang berbeda dalam perannya di kehidupan. Hal itu semata agar tidak terjadi kepunahan ras manusia. Dan kehidupan dapat berjalan sesuai dengan maksud penciptaanya, yaitu berjalan penuh dengan keharmonisan dalam bingkai saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Karenanya pembangunan karakter Polwan jika berbasis pada konsep kesetaraan gender, sungguh akan merenggut fitrah dasar penciptaan Polwan yang notabene adalah kaum perempuan. Dan akan menjauhkan polwan pada statusnya sebagai perempuan. Sebab kesetaraan gender akan menuntut polwan untuk menduduki tempat atau jabatan yang sama dengan laki-laki, yang sejatinya adalah paling pas dan cocok diduduki oleh kaum laki-laki sebab mengandung banyak risiko tinggi dan rawan intimidasi fisik. Kesetaraan gender akan menuntut Polwan untuk berperilaku layaknya laki-laki, berdiri di garda depan sehingga berpotensi untuk menghalangi dan memalingkan kaum laki-laki dalam menyelesaikan tugasnya sebagai penanggung jawab dalam kehidupan.
Padahal Polwan tetaplah perempuan yang berasal dari tulang rusuk bukan tulang punggung. Karenanya, Polwan wajib mengambil peran sebagai pelopor dalam berperan di dunia publik sesuai dengan tuntunan Islam yang akan menempatkan perempuan pada posisi jabatan publik yang aman, minim resiko benturan fisik dan intimidasi. Selain itu, bekerja sesuai dengan skill dan kemampuannya yang didukung dengan karakter dasar penciptaanya yang lembut namun tegas, tekun, dan teliti
Sehingga keberadaan Polwan di ranah publik dan menempati jabatan publik tidak sampai menggeser bahkan merenggut posisi jabatan publik kaum laki-laki yang penuh dengan risiko intimidasi dan benturan fisik yang sejatinya paling tepat dan pas diduduki oleh kaum laki-laki. Walaupun secara potensi dasar penciptaan manusia, baik laki-laki maupun perempuan adalah sama yaitu sama-sama memilki akal yang berarti sama-sama memiliki potensi yang sama-sama cerdas. Namun juga kita tidak boleh lupa dengan karakter dasar yang berbeda yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, sebab sifat laki-laki dan perempuan pada dasarnya akan berbeda sesuai dengan jenisnya.
Karenanya sangat penting, menjadikan Islam sebagai landasan dalam pembangunan Polwan, Sehingga keberadaan Polwan berikut hasil pembangunannya berdasarkan tuntunan Islam, benar-benar akan menjadi pelopor dalam kebaikan dalam segala hal dan diberkahi.
Wallahualam.