Oleh. Andriani
MuslimahTimes.com–Terjadinya emisi karbon di bumi ini makin lama kian mengkhawatirkan. Pasalnya hal tersebut berdampak pada kesehatan manusia, lingkungan hidup, serta ketidakstabilan ekonomi.
Lalu apa itu emisi karbon? Emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon. Contoh dari emisi karbon ialah CO2, gas pembuangan dari pembakaran bensin, solar, kayu, daun, gas LPG, dan bahan bakar lainnya yang mengandung hidrokarbon.
Emisi karbon merupakan salah satu penyumbang pencemaran udara yang berdampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan. (suara.com)
Selain itu, efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global yang membuat cuaca berubah begitu cepat.
Tidak bisa dipungkiri, seiring perkembangan zaman dan di era industri yang berkembang pesat berdampak pada terjadinya emisi karbon yang menyebabkan peningkatan suhu di bumi secara signifikan. Seperti di negeri ini misalnya, moda transportasi yang begitu digemari oleh masyarakat Indonesia, seperti roda dua dan roda empat yang bahan bakarnya bensin dan solar, ditambah lagi dengan pembakaran hutan yang parah di wilayah timur, perindustrian dan juga efek emisi gas rumah kaca. Dari pemakaian energi fosil, hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya pencemaran udara, pencemaran lingkungan dan sangat berbahaya untuk kelangsungan hidup. Juga berdampak pada efek perubahan iklim seperti yang melanda di sebagian wilayah di negeri ini. Bahayanya adalah terjadi tanah longsor, banjir, dan cuaca yang tak menentu, terkadang sangat panas atau sangat dingin. Itu semua adalah efek dari emisi karbon.
Di Indonesia sendiri dari 1990 sampai 2019, emisi mencapai 38 gigaton karbondioksida. Angkanya naik rata-rata 0,9% per tahun dalam satu dekade terakhir. Pada 2020, emisi fosil menurun 7% dibandingkan tahun sebelumnya karena pandemi Covid-19 dan perlambatan ekonomi global. “Namun, emisi karbon belum menunjukkan akan mencapai puncak dan konsisten menurun setelahnya,” tulis Yuyun selaku manager kampanye keadilan lingkungan wahana lingkungan hidup dalam keterangan tertulisnya.(Bensinkita)
Walaupun belum mencapai puncaknya, seperti di kota New Delhi, India yang saat ini dilanda oleh polusi udara yang beracun yang mengakibatkan penduduknya terserang berbagai penyakit (TV One). Namun jika dibiarkan terus-menerus tanpa ada pencegahan, lambat laun negeri ini bahkan dunia atau bumi seisinya akan berubah menjadi musuh yang menakutkan bagi seluruh mahluk hidup yang tinggal di dalamnya. Seakan-akan bumi menunjukkan ketidaksanggupannya lagi untuk bertahan akibat dari ulah tangan manusia. Lalu, apakah sejauh ini pemerintah telah berupaya untuk mengurangi dampak emisi karbon tersebut?
Dilansir dari RMOL.ID, pernyataan Presiden Joko Widodo saat menghadiri KTT PBB terkait perubahan iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia, pada Senin (1/11) dinilai penuh omong kosong. Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi mengurai tentang transisi energi yang dilakukan Indonesia dan keberhasilan menurunkan angka kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Presiden Jokowi juga mengurai target rehabilitasi 600 hektare mangrove atau hutan bakau pada 2024 mendatang.
Berita tersebut menuai komentar dari juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, M Iqbal Damanik. Beliau mengklaim bahwa apa yang disampaikan oleh Jokowi tidak sesuai dengan fakta yang ada. “Seluruhnya adalah omong kosong belaka,” ucapnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Dan juga berkaitan dengan transisi energi, pemerintah juga belum tampak serius dalam implementasi. Apalagi, Kementerian ESDM dan PLN masih akan membangun 13,8 giga bahan bakar listrik dari bahan bakar batu bara yang memicu tingginya emisi karbon tersebut.
Lalu, sebenarnya apa yang mendasari ini semua? Perlu kita ketahui bersama bahwa sistem yang diterapkan hari ini yaitu sistem kapitalisme sangat memprioritaskan untung rugi. Pemerintah cenderung tunduk pada pemilik modal. Dengan demikian, perindustrian yang berkembang pesat di negeri ini dengan perluasan lahan yang menyebabkan hutan beralih fungsi. Barang yang diproduksinya berbagai macam, sesuai dengan apa yang dibutuhkan manusia atau lebih tepatnya barang yang diproduksi adalah yang mendatangkan keuntungan bagi pemerintah dan pemilik modal.
Sang materialis tersebut memproduksi barang sebanyak-banyaknya, tanpa terbatas dan limbahnya tidak dapat ditampung. Hal tersebut memicu tingginya emisi global di bumi ini. Pemerintah sampai saat ini belum mampu mencegah atau mengurangi dampak dari emisi karbon tersebut. Dalam hal ini pemerintah dalam sistem kapitalisme abai dalam menjaga kerusakan lingkungan hidup.
Perbedaan yang sangat mencolok jika kita bandingkan dengan pengaturan dalam Islam. Di dalam Islam, manusia dianjurkan untuk menjaga lingkungan dan melarang berbuat kerusakan. Allah dengan tegas berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 30 yang artinya,
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”
Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Sekaligus Allah juga memerintahkan bahwa manusia hidup di muka bumi ini semata-mata hanya untuk beribadah kepadaNya (az-Zariyat ayat 56).
Manusia harus mematuhi perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Jadi, terkait mengejar materi sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara, tidak peduli dengan halal haram dan juga dampak buruk bagi lingkungan, itu semua bukanlah tujuan hidup dalam peraturan Islam.
Karena dalam Islam, manusia diperintahkan supaya untuk bersyukur atas segala pencapaian rezeki yang ada, sebab Allah Swt telah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka pasti azabKu sangat berat”. (QS. Ibrahim ayat 7)
Jadi, negara dalam Islam berusaha mengelola sumber daya alam tanpa merusak lingkungan, tentunya dengan memproduksi barang pemuasan kebutuhan saja. Dengan demikian, produksi barang akan tetap terkontrol sehingga kelestarian lingkungan akan tetap terjaga. Pemerintah akan berupaya mencari cara memproduksi barang dengan tanpa merusak lingkungan, seperti memanfaatkan energi nuklir.
Lantas, apa itu energi nuklir? Energi nuklir adalah energi yang dihasilkan dari reaksi antarpartikel di dalam inti atom. Sumber energi nuklir yaitu energi ikat pada partikel bebas. Energi nuklir dihasilkan dari sumber energi yang rendah karbon, murah dan aman untuk dimanfaatkan. Bahan baku yang digunakan berupa uranium dan plutonium. (Wikipedia)
Energi alternatif yang relatif besar potensinya untuk menngantikan energi fosil. Rendahnya emisi karbon dioksida, tidak adanya emisi gas beracun dan partikulat molekul, serta konsumsi air yang sedikit membuat energi alternatif bersifat ramah lingkungan.
Berdasarkan data badan tenaga nuklir Nasional, bahan baku nuklir berupa sumber daya uranium yang dimiliki Indonesia mencapai 81.090 ton dan thorium 140.411 ton.(kompas.com)
Dengan demikian, sebenarnya Indonesia mampu memproduksi bahan kebutuhan dengan tenaga nuklir tersebut, tetapi sangat tidak mungkin karena ketamakan dan kerakusan sang kapitalis yang selalu mencari keuntungan dengan menggenjot produksi barang dari zaman ke zaman tanpa memperhatikan dampaknya.
Dalam negara Islam, kebijakan memproduksi barang kebutuhan dengan tenaga nuklir akan dipilih karena ramah lingkungan dan bebas dari emisi karbon.Dengan demikian, pemerintah dapat memproduksi barang pemuasan kebutuhan tanpa merusak lingkungan. Hanya aturan Islamlah yang mampu memproduksi barang pemuasan kebutuhan tanpa merusak lingkungan seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis sekarang yang rakus alias materialis. Bagaimana pemerintah mencari cara untuk mengubah bahan bakar yang menimbulkan emisi karbon menjadi bahan bakar ramah lingkungan.
Untuk itu, negara perlu memfasilitasi ilmuwan yang mampu memecahkan masalah tersebut dan juga negara tidak membiarkan pemilik modal asing maupun swasta mengambil alih sumber daya alam yang ada. Itu semua harus dikelola oleh negara untuk keperluan umat tanpa ada yang dirugikan.
Dengan demikian, suatu negara mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan tidak mengorbankan lingkungan hidup dan hanya sistem Islamlah satu-satunya yang mempunyai aturan paripurna yang mampu memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.