Oleh. Mela Ummu Nazry Najmi Nafiz
(Pemerhati Generasi)
MuslimahTimes.com–Perdagangan dalam Islam dilakukan sebagai jalan yang telah dihalalkan untuk mencari harta guna memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Firman Allah Swt :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan (perdagangan) yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian.” (QS. An-Nisa (4 ): 29 )
Maka, Islam menetapkan perdagangan dengan prinsip dasar halal dan haram. Karena itu, barang dan jasa yang diperdagangkan adalah barang dan jasa yang terkategori halal dan tidak membahayakan manusia. Sedangkan barang haram dan membahayakan manusia dilarang keras diperdagangkan. Maka, komoditas yang akan tersedia di pasar sebagai konsekuensi dari aktivitas perdagangan dalam sistem Islam adalah komoditas yang halalan thoyyibah.
Karena itu, komoditas seperti narkoba dan miras dilarang keras diperdagangkan dan beredar di pasaran, sebab masuk dalam kategori barang haram dan membahayakan manusia. Walaupun ada peminatnya, tetap narkoba dan miras tidak diizinkan beredar di pasaran dan dunia perdagangan. Sebab keharamannya telah sangat jelas.
Sebagaimana terdapat dalam hadis :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ» (رواه مسلم)
Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Setiap hal yang memabukkan itu khamr, dan setiap yang memabukkan itu haram.” (HR. Muslim)
Narkoba dan miras tidak akan dijadikan sebagai aset sumber pendapatan negara, dan tidak akan dilirik sedikit pun, sebab syariat Islam melarangnya karena keharamannya. Maka memproduksi mengedarkannya, mengekspor atau mengimpornya menjadi terlarang, karena narkoba dan miras adalah barang haram yang telah diharamkan dalam sistem Islam, sebab membahayakan manusia.
Sistem Islam hanya mengizinkan peredaran barang dan jasa yang terkategori halal saja yang akan masuk dalam dunia perdagangan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Adapun ketetapan kehalalannya telah ditetapkan oleh sistem Islam.
Konsekuensinya adalah barang dan jasa yang masuk dalam kategori perdagangan dalam dan luar negeri adalah barang yang telah dihalalkan secara syariat dalam sistem Islam. Bukan barang haram yang diharamkan oleh syariat dalam sistem Islam.
Adapun industri sebagai bagian dari proses memproduksi barang yang akan diperdagangkan, akan dilihat terlebih dahulu dari sisi berat-ringannya produk yang dihasilkan dari proses industri dalam perindustrian tersebut. Selain juga akan dilihat dari sisi sumber perolehan dan penguasaan bahan bakunya, apakah berasal dari kepemilikan individu atau kelompok, kepemilikan negara atau kepemilikan masyarakat /umum.
Aktivitas industri dan perindustrian adalah boleh dalam Islam, sebab bertolak dari aktivitas menghasilkan barang yang dibutuhkan individu masyarakat. Adapun dalil terkait dengan kebolehan industri ini adalah terdapat dalam perbuatan Rasulullah saw yang mendiamkan aktivitas tersebut dan Rasulullah saw pun pernah meminta dibuatkan cincin dan mimbar salat, sebagai contoh dari kegiatan industri saat itu.
Sebagaimana dalam hadist Rasulullah saw :
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى الْعَجَمِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ الْعَجَمَ لاَ يَقْبَلُونَ إِلاَّ كِتَابًا عَلَيْهِ خَاتِمٌ. فَاصْطَنَعَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ. قَالَ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ. رواه مسلم
Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu ‘anhu, pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menuliskan surat kepada seorang raja non-Arab, lalu dikabarkan kepada beliau: Sesungguhnya raja-raja non-Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel, maka beliaupun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas mengisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau.” (Riwayat Muslim)
Rasulullah saw pun pernah memesan kepada seseorang untuk membuatkan sebuah mimbar, sebagaimana dalam hadis Sahal :
عَنْ سَهْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْسَلَ إِلَى امْرَأَةٍ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَكَانَ لَهَا غُلَامٌ نَجَّارٌ قَالَ لَهَا مُرِي عَبْدَكِ فَلْيَعْمَلْ لَنَا أَعْوَادَ الْمِنْبَرِ فَأَمَرَتْ عَبْدَهَا فَذَهَبَ فَقَطَعَ مِنْ الطَّرْفَاءِ فَصَنَعَ لَهُ مِنْبَرًا
“Dari Sahal bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam menyuruh seorang wanita Muhajirin yang memiliki seorang budak tukang kayu. Beliau berkata kepadanya; “Perintahkanlah budakmu agar membuatkan mimbar untuk kami”. Maka wanita itu memerintahkan budaknya. Maka ghulam itu pergi mencari kayu di hutan lalu dia membuat mimbar untuk beliau. “ (HR. Bukhari)
Kedua hadis di atas menunjukan adanya proses industri yang sangat sederhana pada masa itu, yaitu membuat cincin dan membuat mimbar. Karena itu aktivitas industri diperbolehkan dalam Islam. Adapun industri ringan yang bisa dihasilkan secara individu perorangan dan kelompok. Maka proses industri ini boleh dikuasai oleh individu dan kelompok usaha tertentu. Misalkan industri makanan dan minuman, industri pakaian, industri otomotif, industri pertanian dan peternakan, industri multimedia dan hiburan, dan yang sejenisnya.
Negara hanya mengawasi proses industrinya saja, agar tidak merusak lingkungan, dan agar menghasilkan barang dan jasa yang halal dan banyak memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat. Negara tidak mengambil pungutan apapun dari proses produksinya, kecuali zakat hasil perdagangan yang memang wajib dikeluarkan oleh pemilik industri. Alhasil, menjadi hal yang sangat memungkinkan untuk menghasilkan produk industri dengan harga murah terjangkau masyarakat, sebab tidak ada pungutan apapun kecuali zakat hasil perdagangan dari hasil produksi industri tersebut. Sehingga hal ini dapat menekan biaya produksi dari proses industri, sehingga sangat niscaya dihasilkan produk dengan harga murah, sebab biaya produksinya pun rendah, dan tidak dibebani dengan berbagai macam pungutan kecuali zakat perdagangan dari hasil proses industrinya.
Dan produk hasil industrinya pun adalah barang atau jasa yang halal yang diperbolehkan oleh syariat untuk diproduksi melalui proses industri. Adapun para pekerja dalam industri ringan menengah ini akan bekerja sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dan akan digaji oleh pemilik industri sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, tanpa ada unsur menipu dan menzalimi. Semua berjalan berdasarkan kesepakatan yang telah diridhoi oleh kedua belah pihak, yaitu pihak pekerja dan pemilik industri.
Sedangkan industri berat semisal industri pembuatan alutsista, ataupun industri yang bergerak dalam eksplorasi sumber daya alam semisal kilang minyak besar, yang menghasilkan sumber energi besar, industri bidang perkebunan kehutanan dan yang sejenisnya, yang sangat berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak, maka proses industri dari hulu hingga hilir dikuasai sepenuhnya oleh negara. Negara berperan sebagai aktor pelaku industri tersebut. Negara tidak boleh menjual atau mewakilkan kepada pihak asing dan swasta dalam proyek pengelolaan industri berat ini sepenuhnya dikuasai oleh negara dengan mengandalkan skill dan keahlian anak negeri dalam melakukan proses industrinya. Statusnya sebagai tim ahli dan pekerja yang akan digaji oleh negara. Dan hasil proses industrinya akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan seluruh warga negara tanpa kecuali.
Karena itu perdagangan dan industri dalam sistem Islam berjalan berdasarkan landasan sistem halal-haram, dilakukan untuk sebesar-besarnya kebaikan dan kebermanfaatan bagi umat manusia, terutama warga negara, dengan indikasi yang sangat jelas yaitu hingga tak ada satu pun individu masyarakat yang kelaparan, kehausan dan kedinginan.
Proses industri berat dalam aktivitas perindustrian dalam sistem Islam tidak dilakukan dengan cara eksploitasi, tetapi dilakukan berdasarkam kebutuhan dalam negeri, sehingga jaminan ketersediaan bahan baku akan senantiasa terpenuhi.
Karena itu tata kelola perdagangan dan industri dalam sistem Islam meniscayakan negeri menjadi mandiri dan kebaikan serta keberkahan hidup tiap individu masyarakat dapat tercapai, sebab berlandaskan pada halal-haram yang telah ditetapkan syariat, sehingga dapat tercapai cita-cita menjadi negeri yang baldatun thoyyibatun wa Rabbun ghaffur.
Wallahualam.