Oleh. Fatimah Ummu Kautsar
“Sebelum engkau dikandung, ibu menginginkan engkau ada. Sebelum engkau dilahirkan, ibu telah mengasihimu. Sebelum keluar dari kandungan, ibu pun rela mati untukmu. Inilah keajaiban kasih sayang ibu.” -Maureen Hawkins
Benarlah adanya perkataan dari aktris ini. Betapa ajaibnya kasih sayang ibu kepada buah hatinya. Tetapi bukan tanpa lelah dalam membersamai buah hati tercinta. Banyak jejak perjuangan yang harus dilalui oleh ibunda.
Perjuangan Ibu
Banyak yang menyangka perjuangan ibu saat hamil akan ‘terbebas’ setelah melahirkan. Faktanya, sakitnya badan, remuk redam saat melahirkan masih terasa hingga beberapa bulan ke depan. Nyeri punggung saat hamil, luka bekas melahirkan semuanya masih dirasakan pasca persalinan.
Kehadiran si kecil nan suci yang butuh asupan nutrisi meminta ibu menyusuinya. Bersyukurlah bagi yang lancar saat menyusui. Banyak ibu lainnya yang harus mengalami lecet, berdarah-darah saat menyusui karena banyak hal, salah satunya karena perlekatan yang kurang tepat. Jika tidak diatasi segera, luka ini akan menyebabkan mastitis bagi ibu, demam panas dingin, dan sakit yang hebat pun bisa terjadi. Sehingga wajar jika banyak ibu yang mengalami trauma saat menyusui.
Apakah akhirnya ibu menyerah untuk menyusui anaknya? Tidak. Walau sempat down dan sakit, ibu berusaha bangkit. Ibu membekali dirinya dengan ilmu agar bisa menyusui dengan optimal. Memberikan nutrisi terbaik dari Allah untuk sang buah hati hingga dua tahun umurnya nanti.
Bekali Diri dengan Ilmu
Untuk mendapatkan perlekatan yang benar, ibu butuh ilmu. Dengan ilmu ini ibu bisa membimbing buah hatinya untuk menyusui dengan benar, yakni menyusui dari areola. Posisi tubuhnya pun perlu diperhatikan. Itu baru ilmu dalam menyusui. Untuk menyapih, toilet training, melakukan stimulasi tumbuh kembang, mengajari calistung hingga ia tumbuh menjadi aqil baligh, semuanya butuh akan ilmu. Maka, ibu jadilah ibu pembelajar. Yang terus belajar dan belajar. Tak lupa mempraktikkan hasil belajarnya. Mengevaluasi kembali yang sudah dipraktikkan. Merevisi yang kiranya kurang cocok diaplikasikan. Semuanya adalah perjuangan ibu dalam membersamai buah hati. Dan semuanya butuh ilmu sebagai bekal diri.
Menjaga Keikhlasan
Bukannya lelah tak menghampiri. Lelah pasti datang, mulai dari pasca persalinan ketika bayi mengalami masa percepatan pertumbuhan (growth spurt). Bayi terus menerus menyusu tanpa henti hingga membuat ibu tak bisa melakukan aktivitas lainnya. Alhasil, tidur pun jadi sulit.
Saat menyapih, tangisan, rengekan hingga jeritan buah hati bisa saja terjadi berhari-hari. Tapi ibu dituntut untuk tetap tenang dan tegas membersamai. Hingga akhirnya buah hati pun berhasil disapih. Belum lagi episode GTM (Gerakan Tutup Mulut) , toilet training, mendampingi saat sakitnya juga episode-episode kehidupan lainnya hingga anak baligh. Semuanya bisa melahirkan kelelahan fisik bahkan mental bagi ibunda. Tentu Allah takkan membiarkan amal salih berlalu begitu saja tanpa balasan.
Sejatinya balasan bagi kebaikan adalah kebaikan lagi. Baik di dunia atau pun di akhirat nanti. Maka, penting bagi ibu menjaga keikhlasan amalnya. Sayang jika berlalu begitu saja jika ikhlas hilang menemani amalnya.
Untuk menjaga keikhlasannya, ibu perlu senantiasa bersandar pada Allah saja. Bukan pada suami, orang tua atau mertua. Mintalah pertolongan selalu pada Allah saja, dan yakini pertolongan yang datang dari suami, orang tua atau mertua adalah bentuk pertolongan Allah.
Jangan membandingkan pengorbanan diri dengan lainnya, khususnya suami. Biarlah kita berkorban dan berjuang. Allah pasti tahu betul pengorbanan dan perjuangan kita walau bisa jadi yang lain tidak tahu. Karena kita beramal mengharap balasan hanya dari Allah saja, bukan yang lain. Semoga semua pengorbanan dan perjuangan kita, termasuk berlelah dalam mencari ilmu, bisa membuat Allah rida pada kita hingga kita dimasukkan ke dalam surga-Nya. Amin.
Wallahua’lam bish shawab.