Oleh. Widi Yanti
MuslimahTimes.com–Wacana Kota Malang menjadi wisata halal telah digagas sejak tahun 2016. Namun, pendeklarasiannya baru terlaksana pada 10 Oktober 2018. Dengan tujuan untuk memfasilitasi wisatawan mencari tempat halal di kota Malang, sehingga pihak pemerintah kota menyediakan berbagai destinasi wisata, perhotelan, restoran dan tempat kuliner yang dilabeli halal. Wali Kota Malang, Sutiaji, menginginkan agar mendapat dukungan program kebijakan menjadikan Kota Malang sebagai Halal City. Hal itu disampaikan Sutiaji secara terbuka saat menghadiri pelantikan MD KAHMI (Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) Kota Malang yang dilangsungkan di Hotel Regent pada tanggal 30 Januari 2022.
Seiring waktu, hal ini mendapatkan tanggapan mengejutkan. “Arogansi Wali Kota Malang ini harus dipertanyakan oleh Bapak Mendagri, arogansi ingin mewujudkan Malang Kota Halal. Bapak Mendagri harus mempertanyakan maksudnya apa? Saya khawatir timbul sentimen, karena pemaknaan halal itu, jangan sampai dikaitkan dengan syariat i
Islam,” kata tokoh agama asal Malang, Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid, dalam keterangannya, Senin (7/2/2022). Menurut Habib Syakur, seharusnya Sutiaji mewujudkan serta memperjuangkan Malang sebagai kota toleransi. Mengingat, masyarakat Kota Malang sangat plural dan majemuk.
Sungguh mengherankan, saat kata halal disandingkan dengan kota, dianggap menjadi idiom yang mengkhawatirkan kesatuan warga Malang. Dalam kondisi perekonomian melemah di tengah wabah yang melanda akankah kata halal ini dikesampingkan? Dengan alasan “kekhawatiran” akan merusak label moderat?
Prinsip Halal Haram
Secara pribadi gaya hidup halal merupakan fenomena yang terjadi karena kesadaran akan prinsip-prinsip syariat dalam lingkup sosial maupun ekonomi. Tren halal seolah menjadi citra sosial tersendiri yang melekat pada seseorang berlandaskan pada pemahaman Islam yang dimilikinya. Professor Jonathan AJ Wilson, seorang ahli di bidang marketing, dari London mengatakan, “Halal is a brand.” Sedangkan menurut profesor marketing dari Kellog School of Management Alexander Chernev, “Halal is a lifestyle branding.” Lebih dari itu, Arancha Gonzalez sebagai Executive Director International Trade Center mengatakan, “Halal is a business opportunity.”
Perkembangan gaya hidup halal ini tentu menggembirakan, terlebih diusung oleh institusi pemerintah setingkat kota. Di tengah teror islamofobia dan meningkatnya pemahaman moderasi beragama. Selayaknya tren halal justru menyuguhkan fakta bahwa Islam kafah sejatinya adalah rahmat bagi seluruh alam. Karena dengan prinsip halal dan haram yang ada dalam syariat Islam, segala aktivitas telah menafikan ketakutan akan munculnya sikap intoleransi.
Aspek manfaat menjadi hal utama dalam pemikiran yang berlandaskan sekularisme. Cara berpikir ini telah membuat masyarakat mengadopsi sebagian saja dari syariat Islam. Syariat seolah hanya alternatif, bukan satu-satunya pilihan. Prinsip-prinsip syariat menjadi bisnis yang menggiurkan. Produsen merespons geliat tren halal ini sebagai peluang bisnis, bukan gelombang kesadaran akan syariat Islam. Alhasil, syariat Islam pun tetap bersanding dengan prinsip ekonomi kapitalisme.
Untuk itu, dibutuhkan dukungan institusi negara demi terwujudnya kemaslahatan masyarakat. Dengan edukasi hukum Islam secara menyeluruh, karena antara sistem ekonomi sangat berkaitan dengan sistem di semua lini kehidupan. Berkaitan dengan kata halal yang tidak sesuai dengan masyarakat yang beragam maka sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai keberagaman, baik suku, agama, dan bahasa. Rasulullah saw. sebagai pemimpin negara Islam di Madinah, sebagai representasi penerapan hukum Islam justru dengan indah menghargai dan melindungi keberagaman yang ada pada masanya. Islam sudah mempraktikannya dengan baik sejak 15 abad lalu. Hingga nonmuslim justru hidup sejahtera di bawah naungan Islam, dan berbondong-bondong masuk dalam agama Islam atau meminta hidup dalam perlindungan kekuasaan Islam. Islam telah memberikan tuntunan bagaimana menghargai dan menghormati pemeluk agama lain. Tidak memaksa nonmuslim untuk masuk Islam.
Sesungguhnya saat idiom Halal City dijadikan alasan untuk mengatakan intoleran, maka ini adalah wujud pemikiran moderat yang menguasai akal manusia. Bentuk serangan pemikiran yang ditujukan untuk mengadang bangkitnya kaum muslimin dengan berpedoman pada Islam kaffah. Pemikiran moderat berasal dari asas sekularisme yang ingin memisahkan agama (Islam) dari kehidupan. Kaum kafir tak akan berhenti untuk menyerang dengan pemikiran-pemikiran sesatnya untuk menghancurkan kaum muslimin.
Allah Swt. berfirman,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan-Ku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. ” (QS An Nur: 55)
Selayaknya sebagai umat Islam kita harus senantiasa waspada terhadap pihak yang ingin mengaburkan pemahaman Islam yang lurus. Wallahu a’lam bi ash-shawâb.