Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes.com — Potongan ceramah Ustazah Oki Setiana Dewi dua tahun lalu mendadak viral di media sosial. Pasalnya, isi ceramah tersebut dinilai oleh Komnas Perempuan sebagai bentuk normalisasi terhadap KDRT. Sebagaimana termuat dalam potongan ceramah OSD tersebut bahwa baliau menyampaikan perihal seorang istri yang tidak mengadukan suaminya yang melakukan pukulan terhadap dirinya saat orang tua sang istri datang berkunjung ke rumahnya. Dalam ceramah tersebut dinyatakan bahwa tindakan si istri adalah dalam rangka menutup aib dalam rumah tangganya.
Sontak saja potongan ceramah tersebut mendapatkan kritikan pedas, khususnya dari para aktivis perempuan. Mereka seolah menemukan momentum untuk menuduh Islam sebagai agama yang menormalisasi tindak KDRT. Benarkah demikian? Bagaimana sesungguhnya Islam menyikapi pemukulan suami terhadap istrinya?
KDRT buah Penyimpangan Syariat
Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan sebuah hal yang marak terjadi hari ini. Terlebih di masa pandemi, angka KDRT kian meningkat. Menurut catatan Komnas Perempuan, sejak akhir tahun 2019 angka kekerasan terhadap perempuan meningkat tajam, yakni dengan kenaikan lebih dari 68 persen menjadi 2.389 laporan.
Di Indonesia sendiri, angka kekerasan terhadap perempuan tak pernah menurun kurvanya. Sebagaimana dilansir oleh Kompas.com (28-12-2021), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat bahwa selama 17 tahun, yaitu sepanjang 2004-2021 ada 544.452 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau ranah personal.
Sungguh ironis! rumah yang semestinya menjadi naungan tempat berlindung dan melabuhkan rasa aman, nyatanya justru menjadi tempat yang penuh dengan ancaman dan bahaya. Hal tersebut semestinya semakin membuka mata kita bahwa di sistem kehidupan yang jauh dari Islam ini, rumah sekalipun takkan mampu memberikan ketentraman.
Sejatinya, sekularisme yang telah merangsek ke dalam kehidupan kaum muslimin hari ini telah menjadikan banyak orang mengalami krisis akidah dan syariat Islam. Rapuhnya keimanan menjadikan banyak orang bertindak tanpa menyandarkan pada benar salah berdasarkan timbangan syariat Islam.
Padahal hakikatnya suami dan istri wajib mengikatkan dirinya pada syariat, sehingga kedua pihak saling memperlakukan secara makruf. Dengan pemahaman terhadap syariat niscaya suami istri akan menjalankan hak dan kewajibannya sesuai tuntunan syara, bukan berdasarkan hawa nafsu belaka. Selain itu, kedua pihak akan mampu mengontrol dirinya, karena semata-mata iman menjadi rem atas setiap perbuatannya.
Suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga wajib mendidik istrinya sesuai tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan menggaulinya dengan cara makruf. Suami haram melakukan kekerasan kepada istrinya, baik secara fisik maupun verbal. Adapun jika suami memukul istrinya dalam rangka ta’dib (mendidik, maka itu dibolehkan syariat. Itu pun dilakukan dalam rangka mengembalikan istrinya dari penyimpangan yang dilakukannya, bukan dalam rangka menyiksanya. Maka, Islam mensyaratkan pukulan yang dibolehkan terhadap istri yang berlalu nusyuz (membangkang) adalah bukan pada bagian wajah dan tidak menggunakan alat yang keras dan menimbulkan bekas.
Oleh karena itu, jika hari ini KDRT marak, hal tersebut semata-mata sebagai wujud penyimpangan terhadap syariat Islam itu sendiri. Karena Islam dengan tegas melarang suami menyakiti istrinya. Maka, isi ceramah OSD jangan sampai ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin menikam ajaran Islam, justru kita harus melihat persoalan tersebut secara jernih. Tidak serta merta menghakimi.
Yang perlu diluruskan bahwa OSD bisa jadi keseleo lidah menceritakan soal pukulan di wajah dari suami terhadap istrinya. Karena kisah sebenarnya adalah si suami hanya terlibat perselisihan lisan dengan istrinya sehingga istrinya menangis. Pada saat yang bersamaan, datang kedua orang tua sang istri. Dengan wajah sembab karena menangis, si istri tidak menceritakan bahwa penyebabnya adalah karena bertengkar dengan suaminya, melainkan ia mengatakan bahwa ia tengah merindukan kedua orang tuanya.
Dari sisi menjaga kehormatan rumah tangga dan suaminya, kisah tersebut sangat bagus untuk dijadikan inspirasi. Karena betapa banyak rumah tangga yang hancur karena si istri begitu mudah mengadukan urusan rumah tangganya kepada pihak luar, termasuk orang tua. Hal tersebut bisa jadi malah akan memperkeruh suasana, karena seringkali orang tua tidak berlaku adil memandang permasalahan.
Rumah Tangga Harmonis dalam Naungan Sistem Islam
Jadi, jelaslah bahwa Islam tak menormalkan tindakan KDRT apa pun alasannya. Justru Islam memerintahkan kepada pasangan suami istri agar saling menghargai dan menghormati. Istri menaati suaminya karena suami merupakan qowwam (pemimpin) dalam rumah tangga, sedangkan suami mencintai dan menggauli istrinya dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Dengan itulah, akan tercipta rumah tangga yang harmonis bervisi akhirat. Sebab sejatinya satu sama lain saling menjaga semata-mata demi mereguk manisnya rida Allah ta’ala.
Adapun terciptanya rumah tangga yang harmonis pun butuh adanya support sistem. Karena seringkali yang menjadi pemantik hadirnya konflik dalam rumah tangga bukan semata karena personal pasutrinya, melainkan ada faktor eksternal, misalnya impitan ekonomi, godaan laki-laki atau perempuan lain, dan sejenisnya. Maka, butuh adanya penerapan sistem Islam secara sempurna agar tatanan kehidupan berjalan sesuai syariat Islam yang agung. Dengan penerapan syariat Islam itulah kehidupan akan dinaungi kebaikan dan kemuliaan.
“…Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami), dan kalian adalah pakaian bagi mereka…” (Q.S al-Baqarah ayat 187)
Wallahu’alam