Oleh. Tri Silvia
(Pengamat Kebijakan Publik)
MuslimahTimes.com – Kiranya judul tersebut cocok untuk tulisan opini sederhana ini. Tender yang dimaksud berhubungan dengan tender gorden baru dari rumah dinas dari para anggota dewan yang terhormat. Meskipun telah sampai kabar bahwasanya tender tersebut tidak jadi untuk dilanjutkan, namun topik tersebut masih saja menarik untuk dibicarakan.
Bicara tentang gorden, maka kita berbicara tentang seuntai kain panjang dengan motif ataukah tidak, yang biasa menghiasi jendela-jendela rumah ataupun pintu rumah. Ia memiliki fungsi untuk menghindarkan para penghuni rumah dari tatapan mata orang yang tidak bertanggung jawab. Adapun dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sendiri, gorden diartikan sebagai kain penutup jendela, pintu, dan sebagainya; tirai.
Sebuah barang yang sangat umum dan sederhana. Bahkan keberadaannya, hampir sudah bisa dipastikan di setiap rumah yang memiliki jendela ataupun pintu. Alhasil sebenarnya tidak ada yang istimewa dari sebuah gorden. Namun kenapa dalam judul kali ini disebutkan ‘bikin keder‘? Sebab, nilai tender yang ditawarkan dalam proyek pengadaan yang tidak tanggung-tanggung. Jumlahnya hingga mencapai Rp43,5 miliar.
Nilai yang sangat fantastis, bahkan terkesan sangat berlebihan, mengingat fakta bahwa yang diadakan disini hanyalah sebuah gorden penghias rumah-rumah dinas para anggota DPR RI. Ya, disampaikan dalam sebuah warta bahwa lelang tender pengadaan gorden dari rumah dinas para anggota DPR RI ini nyatanya sudah tuntas dilakukan, dan dimenangi oleh peserta yang menawarkan harga Rp43,5 miliar. Perusahaan itu adalah PT Bertiga Mitra Solusi yang beralamat di Tangerang, Banten.
Acara lelang tender yang dimulai per tanggal 8 Maret 2022 itu sendiri diikuti oleh 49 peserta, dengan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) Rp45,76 miliar. Namun, hingga sampai pada tahapan pembukaan penawaran tanggal 21 Maret 2022, hanya ada tiga perusahaan yang memasukkan penawaran. Salah satunya adalah PT Bertiga Mitra Solusi dengan nilai penawaran sejumlah Rp43,5 miliar tadi. (Detik.com, 08/5/2022)
Kabar tentang tender gorden ini sontak mengagetkan banyak pihak. Tak hanya rakyat yang dibuat ‘keder‘, namun juga para elit politisi pun dibuat terkaget-kaget dengan nilai penawaran diluar nalar tersebut. Termasuk para penghuni rumah dinas nya itu sendiri pun dibuat keheranan dengan pengadaan proyek. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu penghuninya yang juga merupakan anggota Komisi III DPR, Habiburokhman. Beliau tidak pernah setuju dengan pengadaan gorden DPR, yang kini telah selesai lelang dengan harga Rp43,5 miliar.
Dia bahkan menyebut rumah dinas jabatan DPR tidak perlu gorden semahal itu, bahkan bisa dikatakan rumah dinas tersebut tidak memerlukan gorden baru sama sekali. Beliau menyampaikan bahwa sejak memasuki rumah dinas tersebut nyatanya mereka sendirilah yang harus melengkapi barang-barang furnitur kebutuhan rumah, dan ini sudah masuk tahun ketiga. Alhasil, pengadaan gorden baru pun bukanlah hal yang sangat urgen untuk dibahas saat ini.
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR akhirnya turun tangan untuk menyampaikan pendapatnya terkait dengan tender gorden ini. BURT melihat adanya kejanggalan dalam penerimaan nilai penawaran dalam tender tersebut, dimana penawar tertinggi lah yang menang. Oleh sebab itu, BURT akan meminta diadakan audit terkait besaran harga dan pengadaan gorden rumah dinas anggota Dewan oleh Inspektorat Utama dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Usai itu, BURT juga akan memutuskan apakah proyek pengadaan gorden itu akan dilanjutkan atau tidak.
Dan akhirnya, setelah melalui proses yang cukup panjang lewat pemeriksaan dari BURT dan BPK maka tender tersebut pun dibatalkan, dengan kata lain tidak dilanjutkan. Keputusan tersebut diambil setelah adanya pembicaraan serius antara BURT dan Sekretaris Jenderal DPR RI. Hal itu sebagaimana yang telah diumumkan oleh Ketua BURT DPR RI, Agung Budi Santoso di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/5). (Merdeka.com, 17/5/2022)
Apa yang dilakukan oleh BURT memang sudah seharusnya, pasalnya semua anggaran yang nantinya akan dikeluarkan untuk pembiayaan tender ini berasal dari uang rakyat, bukan pribadi masing-masing anggota dewan. Oleh karena itu, evaluasi besar-besaran memang harus dilakukan. Jangan sampai uang rakyat terbuang dengan percuma hanya karena anggaran yang sebenarnya tidak urgen untuk dikeluarkan. Atau jikalaupun tetap harus diadakan, mereka tidak mengeluarkan dana yang sedemikian besar hanya untuk sebuah gorden.
Berbicara tentang penggunaan dana rakyat, teringatlah tentang kisah masyhur seorang Khalifah bernama Umar bin Abdul Aziz. Beliau begitu irit dalam memakai fasilitas negara, irit tak berarti pelit, namun beliau tidak memakan harta rakyat yang bukan haknya. Saking iritnya, beliau bahkan bisa memisahkan urusan negara dan pribadi meski berada dalam satu momen.
Terkisah saat itu Khalifah sedang berada di dalam tenda kerjanya yang ditaburi cahaya lampu yang terang benderang, lantas datanglah sang putera menemui beliau. Usai beliau tanyai puteranya tersebut perihal maksud kedatangannya. Maka sontak khalifah Umar bin Abdul Aziz mematikan cahaya lampu terang benderang tersebut, yang lantas mengundang tanya dari sang putera.
Apa gerangan maksud dari sang Khalifah melakukan hal tersebut. Lantas pertanyaan itupun ditanggapi dengan jawaban yang tegas dari khalifah yang juga merupakan ayahnya. Lampu yang dimaksud adalah lampu milik negara bukan milik pribadi, sehingga apa-apa yang dilakukan dengannya haruslah merupakan urusan negara, bukan urusan pribadi.
Begitulah kira-kira jawaban sang khalifah pada buah hatinya sendiri. Dan memang seperti itulah seharusnya sikap seorang pemimpin yang baik. Senantiasa berhati-hati dalam menggunakan segala fasilitas negara yang diberikan padanya. Jangan sampai ada hak yang seharusnya dinikmati oleh rakyat, namun dinikmati sendiri oleh para penguasanya.
Islam telah mengingatkan secara tegas pada para pemimpin agar jangan sampai berbuat kepada rakyat dan tidak berbuat adil kepada mereka. “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih.” (QS. Asy-Syura: 42)
“Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.” (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam)
Itulah dia di antara banyaknya dalil terkait larangan seorang pemimpin berlaku zalim kepada rakyatnya. Ancaman dari tindakan tersebut bahkan dalam salah satu hadits disebutkan lebih sadis daripada yang ada pada hadits diatas. Dan seperti itulah Islam mengatur tata kelola pemerintahan, senantiasa dilakukan dengan adil tanpa adanya kezaliman sedikit pun.
Sungguh berbeda dengan sistem saat ini dimana setiap orang (termasuk penguasa didalamnya) senantiasa berusaha untuk mengambil keuntungan, bahkan dari rakyat kecil sekalipun. Semoga sistem Islam bisa segera kembali lagi diterapkan di muka bumi seperti sediakala. Sehingga rahmatan lil’alamiin pun bisa tampak secara nyata di muka bumi ini.
Wallahu A’lam bis Shawaab