Oleh. Asha Tridayana, S.T.
Muslimah times.com-Kesadaran akan keterikatan dengan hukum dan aturan Allah Swt menjadi bentuk keimanan seorang muslim, baik dalam beraktivitas maupun dalam mengatasi masalah. Segala hal yang dikatakan halal tetap halal dan yang dikatakan haram tetaplah haram. Kecuali ada hukum yang membolehkan dengan alasan tertentu sesuai hukum syarak. Begitulah Islam, tegas dan jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan ataupun kebingungan.
Namun, kondisi ini justru sering kali disalahartikan. Dimaknai jika Islam itu kolot, tidak sesuai perkembangan zaman atau teknologi. Tidak mampu digunakan sepanjang waktu dan tempat karena dirasa telah kadaluarsa. Padahal Islam itu sangat fleksibel dan memiliki keleluasaan sepanjang sesuai hukum syarak. Teknologi yang modern pun dapat dihukumi dengan Islam melalui proses ijtihad sehingga tetap tidak ada keraguan dalam menjalani aktivitas kehidupan.
Sama halnya dengan ganja, salah satu jenis narkotika yang hukumnya haram. Namun, dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan medis atau bahkan rekreasi, sehingga memunculkan wacana untuk melegalkan tanaman candu tersebut karena beberapa negara di dunia mulai melegalkannya. Seperti negara-negara bagian di Amerika Serikat dan Thailand yang melegalkan budidaya dan penggunaan ganja untuk pengobatan.
Hal ini disanggah langsung oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose, yang menegaskan bahwa tetap konsisten tidak ada pembahasan untuk legalisasi ganja. Selain itu, dia menyebutkan terkait tanaman kratom yang sempat menarik perhatian publik karena dianggap punya efek candu. Pihaknya masih melakukan pendalaman dan mengusulkan agar kratom (mitragyna speciosa) masuk dalam narkotika golongan I, sehingga tanaman itu tidak dapat digunakan untuk pengobatan. Namun, rencana tersebut menuai polemik karena beberapa kelompok masyarakat menggunakan kratom sebagai bahan obat-obatan tradisional atau herbal. (www.genpi.co 20/06/22)
Di samping itu, saat membuka Turnamen Tenis Meja Internasional “Smash on Drugs” di Universitas Udayana, Bandung, Minggu (19/6), Petrus menyampaikan bahwa pemerintah tidak menoleransi segala bentuk penyalahgunaan narkotika di seluruh daerah di Indonesia, khususnya Bali. Petrus juga memperingatkan para turis, khususnya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali, bahwa Bali bukan tempat aman (safe haven) bagi penyalahguna narkotika ataupun drug traffickers (pengedar narkotika). (http://koran-jakarta.com 20/06/22)
Keberadaan ganja dan bermacam narkotika lainnya memang meresahkan segolongan besar masyarakat. Karena mereka menyadari bahwa tidak semestinya tanaman candu beredar bebas apalagi dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat, tidak terkecuali para pemuda. Sekalipun dikatakan untuk pengobatan herbal dan kebutuhan medis, tetapi hal ini tidak dapat dibenarkan.
Pemerintah pun sepakat untuk tidak memberi ruang bagi para pengguna dan pengedar narkotika. Terdapat sanksi atau hukuman bagi mereka pelaku penyalahgunaan narkotika. Para pemangku kebijakan menyatakan penolakan keras terhadap narkotika, termasuk penanaman ganja dan perdagangannya. Sehingga wacana melegalkannya mustahil dilakukan. Pemerintah sangat mengetahui bahaya besar yang dapat ditimbulkan, baik bagi bangsa maupun generasi penerus.
Kebijakan tersebut benar adanya sesuai fakta dan sejalan dengan peran pemerintah dalam melindungi kelangsungan hidup masyarakat. Namun, upaya yang dilakukan tidak mungkin terealisasi maksimal ketika kebijakan tersebut berdasarkan manfaat dan hanya melihat kerugian yang ditimbulkan semata. Kesadaran pemerintah sebatas permukaan, tidak sampai mengetahui akar masalah yang sesungguhnya. Sehingga kerusakan bangsa dan generasi akibat narkotika akan tetap meningkat bahkan semakin merajarela.
Jika ditelusuri lebih jauh, merebaknya narkotika tidak terlepas dari peran kebebasan yang sangat dominan. Atas dasar kebebasan setiap orang dapat berbuat sesuka hati tanpa batasan hingga mampu merusak tatanan kehidupan. Karena aturan Sang Khalik pun mampu diterjang begitu saja.
Padahal telah jelas bahwa narkotika termasuk atau memiliki kandungan zat yang memabukkan. Sementara segala yang memabukkan adalah haram, sehingga sekalipun sedikit hukumnya tetap haram. Termasuk dalam hal pengobatan. Rasulullah saw bersabda, yang diriwayatkan Abu Daud bahwa, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit sekaligus dengan obatnya, oleh karena itu carilah obatnya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit ketuaan”.
Sehingga tidak dapat dimungkiri, paham kebebasan atau liberalisme ini menjadi induk segala kerusakan yang terjadi dan bermacam masalah pun tumbuh subur di tengah masyarakat. Ditambah lagi, negara justru memberi lahan bagi liberalisme bercokol kuat. Menerapkan asas kebebasan dalam sistem pemerintahannya. Terbukti berbagai kebijakan yang lahir pun mengusung kebebasan sebagai acuan. Dari sexsual consent, bermacam kemudahan bagi elite politik dan pengusaha dalam mengeksploitasi kekayaan alam hingga masalah aborsi pun menjadi polemik karena banyak kalangan menyetujuinya dengan dasar kebebasan.
Pemerintah seolah berlepas tangan atas kerusakan dan kekacauan yang terjadi. Terlihat dari tanggung jawab yang diberikan ala kadarnya. Sehingga tidak mungkin berharap pada sistem pemerintahan yang diterapkan saat ini dalam upaya menyelesaikan bermacam masalah tersebut. Asas kebebasan yang digaungkan harus segera digantikan dengan asas yang shohih. Sistem yang rusak dan merusak juga harus segera dicampakkan. Tidak lain dengan mengubahnya dengan sistem sahih.
Sistem yang berasal dari Allah Swt yakni syariat Islam. Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa Islam itu jelas dan tegas. Asasnya pun halal dan haram, bukan manfaat yang tentunya akan berbeda untuk setiap orang. Sehingga akan menimbulkan kerancuan dan masyarakat pun menjadi bebas menentukan cara pandang dan tujuan hidupnya.
Dengan begitu, hanya syariat Islam yang mampu memberi perubahan dan mendatangkan keberkahan. Menjadikan pemimpin dan generasi sahih yang terjaga keimanannya. Bertanggung jawab mengemban amanah dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Kerusakan yang merajarela saat ini pun dapat teratasi hingga tuntas, termasuk peredaran narkotika yang jelas-jelas diharamkan dalam syariat Islam.
Maka, penerapan syariat Islam menjadi sebuah kebutuhan mendesak. Terlebih dalam sebuah institusi negara yang tersistem karena hanya negara yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab atas rakyatnya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban dan perjuangan bersama seluruh kaum muslim dalam upaya mengganti sistem kufur dengan syariat Islam. Allah swt berfirman, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah : 50)
Wallahu’alam bishowab.