Oleh. Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com- Ini bukan kisah romantis yang membuat kita menangis, tetapi miris. Sungguh, sekuler membuat umat semakin jauh dari syariat. Atas nama cinta, seorang siap menempuh berbagai rintangan. Bahkan, aturan agama siap ditinggalkan. Ini sangat berbahaya.
Apalagi peluang nikah beda agama semakin terbuka lebar bagi mereka yang lebih memilih nafsu. Melalui keputusan pengadilan Surabaya yang mengabulkan permohonan pasangan pria muslim dan perempuan Kristen dan mengesahkan secara hukum. Keputusan itu diumumkan pada hari senin (20/6) setelah pengadilan mengunggah dokumen tersebut di situs mereka. (bbcindonesia.com 23/6/22)
Hal ini tentu memicu polemik. Tidak sedikit yang mendukung dengan tegas membela pernikahan tersebut. Namun, banyak juga yang mengingatkan tentang keharaman dari pernikahan beda agama. MUI telah mengeluarkan fatwa nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama. Fatwa tersebut menghasilkan dua poin yang menyatakan haram dan tidak sah, baik pernikahan yang dilakukan laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab. (okezone.com 22/6/22)
Pernikahan ini tak hanya melanggar hukum agama, tetapi juga hukum positif, yaitu UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 Ayat (1) berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
Dari pasal ini, tampak jelas sebuah pernikahan yang sah bila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama. Bila dipaksakan, pernikahan menjadi tidak sah. Ditambah, pernikahan beda agama di negeri mayoritas beragama Islam masih sangat tabu. Dimana, pernikahan sebagai ikatan suci bagi umat muslim dilaksanakan sesuai dengan hukum syarak.
Bagi umat Islam, pernikahan merupakan fitrah manusia dan ibadah, dimana seorang Muslim telah menyempurnakan separuh agamanya. Melalui pernikahan ini, kita dapat membentengi diri dari perbuatan zina dan menjaga kehormatan. Akan tetapi, pengesahan tersebut justru melegalitas zina atas nama pernikahan.
Dari awal, keputusan pengadilan sekuler hanya digunakan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu. Selain itu, hukum yang diterapkan akan menjauhkan umat dari aturan-aturan Allah Swt. Sudah pasti, hukum yang terlahir dari akal manusia akan menimbulkan polemik dan tidak pernah sempurna, serta membawa dampak buruk yang lebih luas lagi.
Padahal larangan pernikahan beda agama sangat jelas dalam firman Allah Swt.,
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ
“Janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh budak perempuan yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik walaupun dia menarik hati kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 221)
Maka, pernikahan seorang muslim dengan seorang kafir jelas haram. Tidak sah menurut syariat. Ironinya hubungan mereka bukanlah pasangan suami-istri, tetapi perzinaan. Status anak yang lahir akan terputus nasabnya.
Oleh sebab itu, selama paham sekuler masih menjadi asas kehidupan, praktik perbuatan yang bertentangan hukum syarak akan terus ada. Tidak ada yang bisa mencegah kemaksiatan, selama penguasa masih tetap diam.
Padahal, Islam yang hadir di tengah-tengah masyarakat, membawa seperangkat aturan yang lengkap. Cara terbaik untuk menghindari jebakan zina, melakukan pernikahan sesuai syariat. Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, Rasulullah ﷺ , telah memberikan empat kriteria calon pasangan.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR Muslim)
Rasulullah ﷺ menekankan agama sebagai tolak ukur yang paling utama. Bahkan agama adalah pegangan kokoh untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat. Selanjutnya, agama menjadi syarat sah pernikahan.
Lalu, negara akan melaksanakan Islam sebagai aturan hidup, menutup rapat pemikiran-pemikiran sekuler liberal. Termasuk mencegah aktivitas pergaulan bebas yang merusak generasi. Sanksi tegas juga diberlakukan bagi individu yang menyebarkan pemikiran sesat, seperti HAM.
Negara juga wajib memberikan pendidikan Islam yang menguatkan fondasi keimanan. Memahamkan umat dengan pemikiran shahih, bahwa pernikahan bukanlah sekadar cinta, melainkan pembuktian ketaatan seorang muslim pada Allah Swt. Menunaikan kewajiban dan hak pasangan sesuai syariat, bertujuan mencapai kehidupan pernikahan sakinah mawadah wa rahmah, serta mencegah pernikahan beda agama untuk melindungi akidah umat muslim.
Semakin sering terjadinya nikah beda agama akibat rusak sistem sekuler liberal yang mendukung praktik tersebut, seharusnya menyadarkan kita bahwa sistem rusak tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas. Umat membutuhkan Islam sebagai aturan hidup yang diterapkan secara sempurna dalam bingkai Khilafah. Waallahu a’lam bis shawwab.