Oleh. Choirin Fitri
Muslimahtimes.com — Sob, sungguh rasanya teriris banget ketika menyaksikan tayangan dari berbagai media mengenai kondisi warga Palestina. Anak-anak penuh luka dan berlumuran darah. Bahkan, mayat mereka bergelimpangan di antara reruntuhan atau di jalanan. Mereka menangis sedih betapa penjajahan Israel atas negeri mereka telah merenggut hari-hari bahagia mereka.
Para ibu pun tak ketinggalan ikut berduka. Anak, suami, keluarga, juga tetangga banyak menjadi korban. Tangisan memenuhi hari-hari mereka.
Ayah kehilangan anak. Suami kehilangan istri. Anak kehilangan orang tua menjadi kisah pilu yang bertahun-tahun mereka rasakan.
Sob, emang benar Palestina bukan negara tempat kita berpijak. Namun, kaum muslimin yang berada di sana dan sedang terjajah adalah saudara kita. Saudara seiman yang mengakui Allah itu satu, Rasulullah adalah Nabi akhir zaman, dan Al-Qur’an sebagai tuntunan kehidupan.
Ini berarti ketika kaum muslimin di Palestina sedang menangis, menjerit, dan butuh pertolongan kita nggak boleh tinggal diam. Kita pun nggak boleh tertawa di atas penderitaan mereka.
Sob, keberhasilan sekat-sekat nasionalisme telah menjerat kita. Kita anggap masalah Palestina bukan masalah kita. Kita hanya menganggap itu masalah negeri mereka. Padahal, Rasulullah sudah mengingatkan bahwa setiap muslim itu bersaudara, ibarat satu tubuh.
Rasulullah saw. bersabda, ”Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Sob, luar biasa bukan hadis ini? Ya, hadis ini memberikan gambaran yang gamblang dan jelas betapa indahnya ikatan persaudaraan atas nama iman.
Sayang seribu sayang, efek individualisme membabat habis rasa iba kita. Kita nggak peduli dengan penderitaan saudara seiman kita di bumi Palestina. Bantuan secuil ataupun sekadar doa untuk kebebasan mereka tak pernah kita layangkan. Astaghfirullah, astagfirullah, astaghfirullah.
Allah telah mengingatkan dalam salah satu surat cinta-Nya.
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Surah Al-Baqarah:218)
Sob, coba renungi! Iman yang kita miliki harusnya mendorong kita menjadi orang yang berhijrah dari kemaksiatan menjadi ketaatan. Plus, mampu berjihad di jalan Allah. Hingga, Allah menghadiahi kita rahmat-Nya.
Jihad bukan sekadar bermakna sungguh-sungguh seperti yang banyak digembar-gemborkan saat ini. Jihad yang harusnya kita gandrungi adalah jihad bermakna perang sebagaimana Rasulullah dan para sahabat memaknainya.
Namun, alih-alih pergi berjihad ke Palestina. Memberikan bantuan berupa logistik ke sana saja bukan hal yang mudah. Mengapa? Beginilah efek nasionalisme, Sob. Sekat-sekat negara telah memarginalkan peran kita. Menyedihkan bukan?
Ditambah lagi nggak ada pemimpin umum kaum muslimin yang menyatukan kita. Nggak ada seorang Khalifah yang menjadi amirul jihad. Komandan jihad yang siap sedia memobilisasi kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia untuk membebaskan Palestina dan negeri-negeri muslim yang terjajah lainnya.
Ini menjadi bukti bahwa kita nggak boleh tinggal diam, Sob. Jika kini kita belum bisa bergerak pergi ke sana untuk berjihad, maka perjuangan harus dimulai dari negeri ini, negeri +62 tempat kita tinggal.
Kita musti berjuang menggaungkan penegakan Islam kafah dalam bingkai negara. Negara Islam inilah yang akan menyatukan seluruh kaum muslimin dalam satu kepemimpinan. Satu pemimpin yang akan mampu menjadi perisai dan melindungi segenap kehormatan kaum muslimin dari segala bentuk penjajahan. Dengannya, Palestina tak akan lagi terjajah, begitu juga dengan negeri-negeri kaum muslimin lainnya.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Bagaimana, Sob? Siap memenuhi panggilan saudara-saudara kita di Palestina?!
Batu, 12 Agustus 2022