Oleh. Riza Maries R, S. Pd (Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com–Pada sabtu (20/08/2022), Kementerian Kesehatan RI melaporkan pasien cacar Monyet atau monoeypox pertama pada seorang WNI yakni pria berusia 27 tahun yang sempat melakukan perjalanan luar negeri. Kemenkes RI menegaskan, penyakit menular ini bisa menyebar lewat kontak dekat. Juru bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril, menjelaskan gejala awal pada pasien tersebut berupa demam. Kemudian muncul gejala berupa pembesaran kelenjar limfe dan ruam pada sejumlah area tubuh. Namun, kini, pasien tersebut dalam kondisi baik dan menjalani isolasi mandiri. (Detikhealt)
Menurut Direktur WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, cacar monyet memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai keadaan darurat lantaran sudah terjadi di lebih 70 negara. Cacar Monyet merupakan penyakit langka yang disebabkan oleh virus cacar Monyet. Virus cacar monyet berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab cacar. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada kera yang dipelihara untuk penelitian pada tahun 1958. Oleh karena itu, cacar jenis ini disebut cacar monyet.
Saat ini, terdapat dua jenis virus cacar monyet. Yang pertama ditemukan di Afrika Tengah atau Basin Kongo, dan Afrika Barat. Virus yang berasal dari Basin Kongo disebut lebih menular dan menimbulkan gejala yang lebih parah. Penularan dari binatang ke manusia diyakini terjadi akibat perjalanan internasional ke negara-negara yang terpapar virus ini, atau melalui binatang impor. Penularan ini bisa terjadi jika manusia melakukan kontak dengan cairan tubuh atau luka terbuka pada hewan yang terinfeksi.
Saat ini jumlah kasus terkonfirmasi menurut cdc.gov (19/08/2022), sebanyak 41.358 kasus yang tersebar di lebih dari 90 negara. Cacar monyet banyak terjadi pada pria yang berhubungan seks dengan pria, tetapi makin lama wabah berlangsung, makin besar peluang virus untuk berkembang biak. Sebuah penelitian di New England Journal of Medicine memperkirakan 95% infeksi cacar Monyet didapat melalui hubungan seks, terutama hubungan seks diantara laki-laki.
Untuk Covid-19, Barat dapat menghentikan kontak seksual secara umum. Namun untuk cacar monyet ini, pemerintah Barat tidak menutup tempat pertemuan homoseksual. Mungkin seseorang berpendapat bahwa Covid-19 jauh lebih menular daripada cacar Monyet sehingga diperlukan peraturan yang ketat. Masalahnya adalah cacar monyet dapat berubah. Makin lama dunia Barat tidak melakukan apa-apa, makin besar kemungkinan virus tersebut akan beradaptasi dengan lebih baik untuk menyebar di semua sektor komunitas masyarakat.
Lalu, bagaimana upaya pemerintah Indonesia untuk menangani cacar monyet yang sudah terkonfimasi? Pemerintah meningkatkan kewaspadaan melalui edukasi dan sosialisasi penanganan cacar monyet. Melakukan pemeriksaan di dua laboratorium yang sudah beroperasi, yakni Laboratorium Nasional Kemenkes dan IPB untuk pemeriksaan sampel dan tracing serta mempersoalkan protokol pengamanan di akses pintu masuk Indonesia. Pemerintah juga berencana untuk pengadaan 10 ribu vaksin cacar monyet yang nantinya akan dikoordinasikan oleh BPOM.
Upaya ini sebenarnya belum mampu menyentuh akar permasalahan dari timbulnya cacar monyet. Penyebaran cacar ini disebabkan oleh hubungan seks antarpria yang merupakan perilaku yang timbul dari gaya hidup kapitalis sekuler. Gaya hidup ini menjadikan seseorang hanya memandang hidup dari sisi materi dan kesenangan duniawi semata. Maka, tak heran jika perilaku buruk di masyarakat berkembang termasuk didalamnya praktik seks di antara laki-laki.
Islam memandang bahwa cacar monyet tidak semata-mata sebagai masalah kesehatan (medis), namun juga merupakan buntut panjang dari masalah perilaku manusia. Sebab terbukti penyebab terbesar penularan cacar monyet adalah hubungan seks di antara laki-laki. Islam memiliki beberapa mekanisme untuk menyelesaikan masalah ini.
Pertama, melakukan pencegahan munculnya perilaku bahaya cacar monyet melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu muslim dipahamkan untuk mendukung hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial. Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, apalagi praktek perzinaan sesama jenis yang jelas-jelas sangat dilaknat oleh Allah Swt. Selain itu, perlu juga upaya menciptakan lingkungan yang kondusif juga pengawasan yang ketat pada lingkungan yang tidak kondusif.
Kedua, memberantas perilaku yang beresiko memunculkan penyakit cacar monyet, yakni adalah hubungan seks antar laki-laki. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menutup pintu-pintu yang memunculkan segala pemicu menuju seks bebas. Negara wajib melarang pornografi-pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam, memboikot tempat berkumpulnya para pelaku seks sesama jenis, dan lokasi maksiat lainnya. Selain itu memberikan sanksi yang mampu memberi efek jera bagi pelaku perzinaan dan seks menyimpang.
Ketiga, pencegahan penularan kepada orang yang sehat yang dilakukan dengan mengarantina pasien yang terinfeksi. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan tidak terbukanya peluang penularan. Karantina bukan bentuk diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberikan santunan selama dikarantina. Negara juga wajib mengembangkan kemampuan untuk membiayai penelitian bahkan menyediakan obat yang bisa menyembuhkan penderita cacar monyet.
Ketiga mekanisme di atas dijamin mampu mengatasi permasalahan cacar monyet hingga ke akar-akarnya. Itulah Islam, segala aturannya menunjukkan keagungan dan mulianya hukum-hukum Allah. Pelaksanaannya tak hanya menjadikan kita sebagai individu mulia di mata-Nya. Namun lebih dari itu, penerapan mampu menjadikan manusia seluruhnya hidup dalam keberkahan dan kedamaian.
Wallahu A’lam Bishawab