Oleh. Yuli Ummu Raihan
(Penggiat Literasi)
Muslimahtimes.com–Sungguh menyayat hati, ketika Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan sebanyak 1.188 anak Indonesia positif HIV selama periode Januari-Juni 2022. Dari data ini, 3,3 % atau sebanyak 741 di antaranya masih tergolong remaja yaitu berusia 15-19 tahun.
Diduga kuat penyebabnya adalah penyalahgunaan narkoba suntik dan seks bebas terutama dengan sesama jenis. Mengutip laporan Centre for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat melaporkan bahwa Lelaki Seks Lelaki (LSL) menduduki peringkat atas dalam peningkatan risiko infeksi HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya karena jaringan seksual, faktor perilaku, atau biologis mereka, termasuk jumlah pasangan bersamaan, seks tanpa kondom, seks anal, atau penggunaan narkoba.
WHO mencatat tingkat risiko penularan HIV pada LSL 26 kali lebih besar dibandingkan populasi secara umum.
Tidak hanya remaja, sebanyak 414 mahasiswa ber-KTP Kota Bandung juga dinyatakan positif terinfeksi HIV/AIDS. Sementara menurut Kementerian Kesehatan total kasus HIV di Indonesia per Juni 2022 mencapai 519.158 kasus yang tersebar di berbagai provinsi. Provinsi DKI Jakarta menduduki peringkat atas dengan jumlah kasus mencapai 90.956 kasus. Disusul oleh Jawa Timur dengan 78.238 kasus, dan Jawa Barat 57.246 kasus. Selanjutnya provinsi Jawa Tengah, Papua, Bali, Sumatera Utara, Banten dan Sulawesi Selatan. (CNNIndonesia, 01/09/2022)
Data ini adalah yang tercatat, sementara jumlah kasus aslinya tentu jauh lebih banyak dan akan semakin bertambah dari waktu ke waktu. HIV AIDS hanya satu dari sekian banyak masalah sosial di negeri ini. Semua akibat diterapkannya sistem rusak bernama kapitalisme yang berazaskan sekuler. Sistem ini rusak dan merusak semua sendi kehidupan manusia.
Angka HIV yang tinggi ini hanya salah satu akibat dari kerusakan sistem ini. Konsep kebahagiaan dalam sistem ini yang berfokus pada tercapainya semua kebutuhan jasmani dan terpenuhinya naluri secara bebas tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Akidah sekuler membuat generasi jauh dari nilai agama. Agama hanya dipakai dalam ranah ibadah, dipilah pilih sesuai hawa nafsu dan pertimbangan akal manusia. Ditambah gempuran budaya kafir yang serba bebas dan liarnya arus informasi.
Solusi yang ditawarkan oleh sistem kapitalisme hanya bersifat tambal sulam. Bahkan sejumlah aturan dilegalkan yang membuka jalan kerusakan bagi generasi bangsa. Sebut saja RUU Minuman Beralkohol, RUU TP-KS, RUU Sisdiknas, dan lainnya. Para wakil rakyat yang seharusnya mewakili aspirasi rakyat nyatanya justru mewakili aspirasi pemilik modal. Sementara penguasa adalah kaki tangan mereka.
Sebelumnya sempat heboh pernyataan dari Wakil Gubernur Jawa Barat, UU Ruzhanul Ulum yang mengusulkan poligami untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Usulan ini ternyata tidak sejalan dengan sang Gubernur Ridwan Kamil yang memilih upaya lain yaitu melalui skrining dini tes HIV AIDS pada populasi kunci hingga melakukan evaluasi triple eliminasi dengan sasaran ibu hamil yang dites HIV.
Tanggal 1 Desember ditetapkan sebagai hari anti AIDS sedunia, meski diperingati setiap tahun, namun, tetap saja angka penderita AIDS terus meningkat. Bahkan menurut dugaan, Indonesia telah meninggalkan fase mewabah yang dicirikan oleh pertumbuhan yang amat cepat eksplosif. Upaya pemberian obat anti virus kepada penderita positif belum mampu membendung peningkatan signifikan angka penderita AIDS baru setiap tahunnya. Strategi hulu-hilir telah berusaha dilakukan pemerintah yaitu mulai pencegahan dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, tidak berganti-ganti pasangan ketika sudah menikah, atau memakai kondom. Termasuk upaya penanganan khusus dilakukan di tempat-tempat pelacuran, tempat peredaran narkoba suntik, dan lainnya.
Solusi dalam Islam
Masalah HIV/AIDS bukanlah sekadar masalah kesehatan, namun adalah masalah perilaku. Selain melumpuhkan fisik, penyakit ini memberikan bahaya secara agama. Islam dalam hal ini melarang, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan juga bagi orang lain.” (HR Ibnu Majah no 2340, Ahmad 1/133; hadis sahih)
Islam juga melarang perilaku menyimpang yang menjadi penyebab kasus HIV/AIDS ini terjadi yaitu seks bebas dan menyimpang seperti LGBT. Semua perilaku menyimpang ini tercela dan dianggap dosa dalam pandangan Islam.
LGBT dalam Islam dinilai sebagai kejahatan atau kriminal yang harus dihukum. Lesbian dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan istilah as-sahaaq atau al-musahaqah adalah dosa besar, tapi hukumannya tidak sama dengan zina, melainkan ta’zir yaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh sebuah nash khusus. Jenis dan kadar hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Ta’zir ini bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi dan sebagainya.
Sedangkan Homoseksual atau Gay, dalam Islam disebut dengan istilah liwath. Hukumannya adalah hukuman mati. Namun untuk teknisnya ada beberapa pendapat di kalangan sahabat.
Untuk Biseksual, maka di lihat dulu faktanya, jika tergolong zina maka, dihukum rajam jika sudah menikah, dan dicambuk seratus kali jika belum menikah. Jika homeseksual maka hukuman mati, jika tergolong lesbian maka hukumannya ta’zir.
Sementara transgender, dilihat juga faktanya. Hukumannya bisa berupa pengusiran, sampai hukuman mati. Banyak yang menyamakan transgender dengan istilah khuntsa atau hermaphrodit atau berkelamin ganda yang diakui dalam Islam, namun transgender hari ini tidaklah sama. Transgender memiliki kelamin sempurna, namun mereka mengubahnya. Maka perbuatan ini jelas diharamkan dan akan akan disanksi dengan tegas.
Jika penyakit HIV/AIDS sudah mewabah alias banyak, maka ini tergolong bahaya umum yang dapat mengancam siapa saja. Maka, negara Islam akan melakukan upaya pencegahan dengan berbagai cara mulai dari perorangan, bersama, baik dari sudut agama, budaya, norma, dan kesehatan.
Penggunaan kondom bukanlah solusi dalam Islam. Justru ini adalah cara bodoh karena justru mengajarkan seks bebasbebas atau liberalisasi zina. Faktanya penggunaan kondom pun tidak efektif mencegah penularan virus HIV/AIDS.
Islam akan melakukan upaya penanggulangan HIV/ AIDS mulai dari sistem dan strategi pendidikan, yaitu melakukan pendekatan akidah ke dalam semua mata pelajaran. Sehingga menimbulkan kesadaran akan bahaya seks bebas dari sisi medis dan agama.
Negara juga dapat menggunakan berbagai sarana informasi untuk menggencarkan sosialisasi bahaya seks bebas, LGBT, dan narkoba dengan harapan semua masyarakat mengetahui dan sadar.
Negara akan menindak segala hal dapat merusak masyarakat dengan aturan yang tegas dan tanpa pilih kasih.
Untuk para penderita yang sudah dinyatakan positif HIV/AIDS, maka pemerintah akan memberikan pengobatan secara gratis, dan maksimal. Mereka akan ditangani dengan baik karena memberikan pelayanan kesehatan adalah kewajiban negara kepada semua rakyatnya. Negara juga akan mendorong para ilmuwan untuk meneliti dan melakukan riset guna menemukan pengobatan terbaik untuk penyakit ini.
Islam adalah agama yang sempurna yang telah memiliki aturan yang apabila diterapkan, insya Allah akan membawa kebaikan tidak hanya di dunia, melainkan juga di akhirat nanti. Wallahu a’lam bishawab.