Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
(Penulis dan pemerhati kebijakan publik)
Muslimahtimes.com–Heboh! Pemerintah memfokuskan perang melawan radikalisme, seolah radikalisme musuh nyata yang merusak negeri ini. Padahal, pelaku korupsi sebagai salah satu masalah di negeri ini dari kalangan antiradikal versi rezim. Sebut saja rektor salah satu kampus yang viral kemarin. Bahkan, kegaduhan yang terjadi akhir-akhir ini ujaran kebencian, penghinaan terhadap tafsir mu’tabar dan ustazah pesantren dilakukan oleh orang yang antiradikalisme. Jadi, pembuat masalah dan kegaduhan di negeri ini siapa?
Viral cuitan seorang pegiat sosmed, setelah dia mengomentari video salah seorang ustazah tentang tafsir surat Ali Imran ayat 14. Komentar yang sangat tidak patut ditiru dan tidak menggambarkan sebagai muslim. Dilansir dari detikNews.com, (14/9/2022), Ketua Tanfidziyah PWNU DIY KH Dr Ahmad Zuhdi Muhdlor menyesalkan cuitan Eko Kuntadhi. Karena isinya dianggap menghina ustazah Ponpes Lirboyo, Imas Fatimatu Zahra atau Ning Imaz.
Setelah ramai di jagat maya, Eko sempat membreak down cuitannya dan meminta maaf. Dia mengatakan bahwa cuitannya hanya bercanda dan akan segera berkunjung ke Ponpes Lirboyo. Setelah pertemuan Eko dengan Ning Imaz di Ponpes Lirboyo, Ning Imaz sudah memaafkan apa yang telah dilakukan Eko dengan beberapa catatan. Bahwa jangan pernah mengulangi hal serupa pada siapa pun. Selain itu, seharusnya meminta maaf pada mufasir Ibnu Katsir yang telah menafsirkan ayat tersebut dan meminta maaf pada umat Islam yang merasa tersakiti oleh ucapan yang tak beradab.
Terus berulang penistaan terhadap agama (Islam), mirisnya hal tersebut kadang dilakukan oleh muslim itu sendiri yang terlihat memiliki intelektual dan pegiat sosmed. Kebebasan berbicara dan berekspresi sering dijadikan dalih bagi mereka. Ya, alam kebebasan dalam sistem demokrasi telah meracuni umat walau melanggar syariat. Lebih senang menjadi aktor liberal yang mengobrak abrik ajaran Islam, ketimbang menjadi pembela Islam sejati.
Umat Terjebak Liberalisme
Sangat disayangkan, umat yang terjebak pemikiran sesat liberal tak menyadari kesesatan dan kerusakannya. Padahal, ide kebebasan atau liberalisme ini telah menjauhkan umat sejauh-jauhnya dari pemahaman Islam yang benar. Akibatnya, kemunduran di tubuh umat semakin parah dan kebangkitan Islam tertunda. Sejatinya, yang harus diperangi umat dan rezim adalah liberalisme bukan radikalisme, apalagi radikalisme yang dimaksud yaitu para pejuang Islam kaffah. Umat harus berpikir mendalam, apa sebenarnya masalah utama saat ini. Apakah radikalisme atau liberalisme?
Narasi radikalisme terus digoreng, bagi siapa saja yang dianggap melalukan ujaran kebencian versi rezim padahal isinya dakwah Islam kaffah, selalu dicari-cari deliknya. Misalnya, jeratan UU ITE yang sudah memakan korban para pejuang Islam. Namun, ketika yang terjadi pada para penista agama seperti yang dilakukan Eko jeratan UU ITE seakan tumpul dan mandul. Padahal, sudah sangat terang benderang pelanggaran UU ITE yang dilakukan Eko.
Jika dilihat dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Adapun terkait ancaman hukum pencemaran nama baik di media sosial, pelaku yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Dari pasal tersebut sebenarnya sudah jelas, delik dari cuitan Eko. Namun, sampai saat ini rezim pun tak mem-blow up kesalahan Eko dan menjeratnya dengan pasal UU ITE. Memaafkan bukan berarti tidak memberi hukuman, karena harus ada efek jera agar tidak terulang hal yang serupa. Jika dibalik, misalnya Eko yang dicemarkan nama baik apakah bisa dengan mudah memaafkan atau menjerat dengan pasal UU ITE?
Cuitan Eko bukan hanya sekadar memenuhi delik pencemaran nama baik. Isi cuitan itu mengarah kepada penghinaan penjelasan tafsir yang sedang dijelaskan oleh seorang ustazah yang memiliki kapabilitas di bidangnya. Penghinaan terhadap tafsir dan mufasir Al Qur’an sama saja penghinaan terhadap ajaran agama. Apalagi jika tafsir ayat itu mu’tabar dan tak ada perselisihan di kalangan para mufasir. Level mufasir bukan orang sembarangan, mereka berbicara berdasar keimanan dan kapasitas keilmuan yang sudah dipelajari bertahun-tahun.
Manusia dibentuk oleh habits yang dibuatnya, jika habits yang dibuat baik maka yang terlihat baik. Sebaliknya, jika habits yang dilakukannya buruk yang terlihat adalah buruk. Lisan dan tulisan seseorang mewakili isi kepalanya dan apa yang dominan dipikirkannya. Liberalisme telah membentuk apa yang dipikirkan seorang muslim hanyalah kebebasan yang kebablasan.
Sikap Seharusnya Seorang Muslim
Seharusnya sebagai muslim yang membuat viral karena kesalehan, ilmu, prestasi dan kebaikan bukan sebaliknya. Karena predikat muslim sebagai khoiru ummah telah Allah sematkan di dalam Al Qur’an (QS Ali Imran: 110). Apalagi Rasul mencontohkan adab atau akhlak yang baik sesuai Islam sepanjang hayat. Menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, jorok dan tidak bermanfaat.
Rasulullah saw. bersabda, “Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (HR. al-Bukhari).
Sebagai muslim seharusnya tahu betul bahwa segala apa yang diucapkan dan dilakukan dilihat serta dicatat oleh para malaikat Allah yang taat dan tidak pernah membangkang. Allah Swt. berfirman dalam surat Qaf ayat 18, “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
Jadi, sebagai muslim akan sangat berhati-hati dalam menjaga lisan dan perbuatan. Karena seharusnya kita menyadari ada hubungan dengan Allah di semua aktivitas keseharian. Sehingga kesadaran ini menjadi self control, agar lebih berhati-hati. Ingat, bahwa apa yang kita lakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. Maka, jangan pernah keluar dari batasan yang sudah Allah tetapkan.
Negara harus tegas menindak para penista agama, namun berharap pada negara yang menerapkan sistem sekuler dan menganut paham kebebasan rasanya sulit. Karena baik dalam pandangan Islam belum tentu baik menurut sistem sekuler. Asasnya saja sudah bertolak belakang, Islam asasnya akidah Islam sementara sekuler memisahkan agama dari kehidupan. Oleh karena itu, urgent segera diterapkan satu-satunya sistem yang sahih yaitu Islam. Karena hanya Islam yang memenuhi kriteria sahih, yaitu memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai fitrah manusia.
Sejatinya yang saat ini dilakukan oleh umat di berbagai elemen adalah perang melawan liberalisme yang menjadi anak kandung dari sistem sekularime dan kapitalisme. Bukan perang melawan radikalisme yang terus digoreng. Masalah utama umat ialah dijauhkannya umat dari Islam sehingga muncul kerusakan di berbagai bidang. Solusinya tak lain yaitu kembali memegang agama Allah jika ingin selamat di dunia dan akhirat.
Allahualam bishawab.