Oleh. Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
MuslimahTimes.com – Bulan November tahun ini terdapat 2 agenda KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu COP 27 di Mesir, dan Forum G20 di Bali. COP 27 diagendakan terlaksana pada 6- 18 November 2022, sementara G20 puncak acara dijadwalkan pada tanggal 15-16 November 2022.
Agenda tahunan COP diselenggarakan secara bergiliran di negara yang berbeda. Indonesia pernah menjadi tuan rumah COP ke -13, tahun 2007 silam. (detiknews.com, 12/11/2022)
COP 27, agenda besar global yang membahas dampak kerusakan lingkungan bagi kehidupan. Konferesi ini diadakan di Sherm Al Syaikh, Mesir, yang dihadiri berbagai negara termasuk Indonesia. Berdasarkan situs resmi UNFCC (United Nations Framework of Climate Change), suatu badan yang menetapkan kebijakan tertinggi suatu konvensi, tujuan utama COP untuk meninjau pelaksanaan UMFCC dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan memerangi perubahan iklim.
Terkait agenda COP 27, pemerintah pun merangkai berbagai agenda untuk mengurangi emisi karbon. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan bahwa pemerintah akan pensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan kapasitas hingga 15 GW (Giga Watt). Sebagai upaya mengurangi emisi karbon dalam negeri. (CNNIndonesia.com, 14/11/2022)
Namun, lagi-lagi karena tersandung masalah biaya, pemerintah akan membahas segala masalah ini dalam forum G20. Peralihan energi dari energi fosil ke energi bersih bukan hal yang mudah. Apalagi, PLTU dalam negeri, kebanyakan masih berusia muda, sekitar 12 tahun bahkan ada yang dibawahnya. Sehingga segala masalah yang dihadapi saat ini perlu disolusikan dengan bantuan pihak swasta.
Senada dengan COP 27, G20 pun memiliki ide serupa. G20, Group of Twenty, merupakan forum kerjasama multilateral yang beranggotakan 19 negara utama dari Uni Eropa. Dan anggota ini sebagai perwakilan dari 60% penduduk dunia, 75 % volume perdagangan global dan 80% Product Domestic Bruto (PDB) dunia. Forum G20 bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.
Forum G20 dipercaya dapat menumbuhkan perekonomian dalam negeri. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyebutkan bahwa forum G20 akan menciptakan kontribusi US$ 533 juta atau Rp7,4 trilliun pada PDB Indonesia. Dan berpengaruh pada peningkatan konsumsi domestik hingga Rp1,7 trilliun (djkn.kemenkeu.go.id). Forum G20 diharapkan dapat memulihkan ekonomi global secara menyeluruh. Dengan tema “Recover Together, Recover Stronger“, Indonesia berharap pulih dan bangkit bersama. Mengingat tekanan pandemi masih terus mengancam perekonomian dalam negeri dan global secara umum.
Namun, semua ini ternyata hanya skenario asing untuk menancapkan hegemoninya pada setiap negara-negara berkembang. Jargon bermakna manis, “pulih bersama“, “transisi energi“, “ekonomi hijau” seolah memperlihatkan pada dunia bahwa pemimpin dapat selamatkan ekonomi, lingkungan dan kehidupan dunia.
Faktanya, 90% dari negara G20 masih mendanai proyek ekstraktif di Indonesia yang merusak hutan. Tentu hal ini melanggar HAM yang selalu digaungkan sistem sekuler liberal, sistem yang dijadikan sandaran saat ini. Selain itu, perambahan dan perusakan hutan ini semakin memperburuk keadaan iklim dunia. Hal ini berkebalikan dengan segala tujuan yang ditetapkan pada forum.
Tak hanya itu, solusi-solusi palsu pun disajikan. Seperti Carbon Capture and Storage (CCS) yang dipaparkan oleh perwakilan dari Aceh, Lapangan gas Arun di Forum B20 (antaraaceh.com, 13/11/2022). Pemanfaatannya disinyalir mengurangi emisi carbon dari serangkaian proses yang berlangsung.
Co-firing technology pun dilontarkan sebagai solusi untuk memperpanjang usia industri batubara, dan investasi di “green” industrial park dibentuk untuk mengembangkan industri ekstrakstif lebih jauh lagi. Secara logis, jika industri ekstraktif (industri yang bahan bakunya berasal dari alam) terus dikembangkan, akan semakin merusak iklim dunia. Ironis. Segala solusi yang disajikan justru menambah keparahan krisis iklim dunia.
Sementara di bidang ekonomi, dunia menyandarkan segala sistem pengaturan ekonomi pada sektor nonriil yang ribawi. Dengan menitikberatkan pada produksi tanpa menilik kelancaran distribusi. Kapitalis menganggap bahwa keuntungan sebanyak-banyaknya akan mensejahterakan. Padahal nyatanya, lemahnya distribusi akan menghancurkan tatanan ekonomi. Ditambah kebijakan-kebijakan yang ditetapkan negara, hanya mensejahterakan para pemilik modal. Dana pinjaman asing yang terus menjerat kedaulatan. Tanpa memperhatikan maslahat yang dibutuhkan masyarakat. Inilah kelemahannya. Sehingga sangat wajar jika ekonomi terus ambruk dan sering terjadi inflasi hingga berujung resesi.
Alih-alih berusaha bangkit dari krisis multidimensi yang kini tengah menimpa dunia, ternyata berbagai forum yang diagendakan hanya sebatas arisan para elit politik. Dengan mengutamakan keuntungan para kapitalis. Tanpa memperhatikan kebutuhan rakyat dan kondisi lingkungan. Solusi palsu terus digencarkan. Padahal hasilnya nol besar.
Suara rakyat yang merasa tertekan dengan proyek global ini malah dibungkam. Dianggap tak memiliki hak atas segala sumberdaya yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Segala sumberdaya justru disetir kebijakan asing, yang tak pernah berpihak pada kesejahteraan umat.
Inilah buruknya pengelolaan bergaya kapitalistik. Hanya menguntungkan pemilik modal. Negara tak memiliki andil dalam mengelola, karena segala sumberdaya diserahkan pada pihak asing swasta. Memprihatinkan.
Islam mengelola segala sumberdaya dengan pemeliharaan yang amanah. Tanpa menzalimi manusia atau alam sekalipun. Karena segala masalah dihadapi dengan solusi shahih berdasarkan syariat Islam. Dan setiap solusi bergantung pada kebijakan pemimpinnya.
Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah saw berkata, “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.“
Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas segala kebutuhan umat. Bukan pemimpin yang memanfaatkan segala kepemilikan umum. Seharusnya pemimpin dapat bertanggung jawab mengelola seluruh kepemilikan umum demi terciptanya kesejahteraan seluruh umat.
Islamlah satu-satunya solusi segala krisis multidimensi. Krisis iklim, krisis ekonomi hingga krisis kepercayaan pada pemimpin. Dan semua masalah ini terpampang jelas di depan mata.
Tentu kita tak ingin terlalu lama terpuruk dalam kondisi yang sangat buruk saat ini. Pilihannya hanya satu, bangkit dalam naungan syariat Islam. Syariat Islam yang mengelola segala sumberdaya dengan amanah demi sejahtera yang merata bagi seluruh makhluk, termasuk manusia, dan seluruh penghuni alam semesta. Syariat Islam dalam wadah instutusi yang khas, Khilafah manhaj An-Nubuwwah. Bangkit sekarang dalam naungan sistem Islam. Tanpa tapi. Tanpa nanti.
Wallahu a’lam.