Oleh. Gayuh Rahayu Utami
(Pegiat Literasi Kota Malang)
Muslimahtimes.com–Akhir-akhir ini realita kehidupan di negeri mayoritas muslim mengalami kondisi yang semakin terpuruk dari sisi akidah yang sangat terkikis bahkan semakin jauh dari pemahaman Islam. Ide yang berlandaskan Islam dianggap radikal, teroris serta pembuat keonaran.
Kabar terbaru datang dari seorang guru di wilayah Sumenep Pulau Madura ditangkap karena diduga teroris oleh Densus 88. Padahal guru tersebut dikenal sebagai orang baik dan tidak punya gelagat aneh selama mengajar di sekolah menengah pertama. Ada juga kasus seorang perempuan yang memakai cadar membawa senpi dengan dituduh sebagai anggota HTI. Padahal orang sekitar mengenal dia dalam kesehariannya tidak memakai baju syar’i.
Kejadian-kejadian yang penuh kejanggalan ini seringkali kita temui ketika menjelang pemilu yang diadakan setiap lima tahun sekali di negeri ini. Seolah sengaja dibenturkan dengan ide Khilafah yang menurut mereka adalah menganggu dan merongrong NKRI serta merusak persatuan bangsa. Jika didalami, seringkali justru orang yang berteriak radikal radikul dan teroris, dia malah sebagai pelaku kejahatan yang menodai nama bangsa. Misalnya, terjerat kasus penyelewengan dana, kasus pemerkosaan, kasus narkoba bahkan menjadi bandar narkoba itu sendiri di tengah posisi jabatannya juga tinggi.
Jelas sekali yang disasar untuk melanggengkan kepentingan para kapitalis adalah umat Islam. Para ulama yang lurus malah menjadi bulan-bulanan oleh aparat. Sedangkan ulama yang pro dengan rezim mendapat posisi yang empuk dalam kursi pemerintahan. Tidak aneh sebab meski hidup di negeri yang notabene penduduknya adalah mayoritas muslim, namun aturannya masih jauh dari sumber yang diturunkan oleh Allah yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Boleh jadi saat ini kita bisa membaca Al-Qur’an, mengamalkan, mengikuti lomba tartil, qiro’ah, maupun lomba tahfidz, dan mempelajari isinya. Namun, kondisi hari ini untuk mengamalkan isi Al-Qur’an di seluruh aspek kehidupan masih jauh dari panggang api. Sebagai buktinya adalah tidak banyak para penghafal Al-Qur’an setuju dengan penerapan syariat Islam dalam bingkai kehidupan. Belum ada kesadaran secara komprehensif. Secara jumlah, penghafal Al-Qur’an memang banyak, namun orang yang berjuang untuk mengamalkan Al-Qur’an dalam skala negara bisa dihitung dengan jari.
Benar apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam bahwa kaum muslim itu banyak, namun seperti buih di lautan. Sangat terkait dengan kondisi umat Islam hari ini. Di sinilah semakin terlihat jika sistem sekularisme dan kapitalisme masih sebagai pijakan untuk menjalani kehidupan. Pola pikir masyarakat jadi menurun drastis dan bersifat individualis. Penerapan Al-Qur’an sangat terlihat dibatasi hanya di sisi ritual dan kehidupan secara individu saja. Belum sampai ke arah tatanan masyarakat maupun negara.
Padahal menerapkan isi Al-Qur’an dalam skala negara adalah suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah Islam secara keseluruhan (kaffah), dan jangan kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh nyata bagimu.”
Ketika sudah berislam maka tidak boleh mengambil sebagian saja ajarannya. Harus seluruhnya, termasuk Ide Khilafah. Ide ini adalah berasal dari Allah yang pernah diterapkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam beserta Khulafaur Rasyidin dan dilanjutkan Khalifah berikutnya hingga runtuhnya Daulah Utsmaniyah pada tanggal 3 Maret 1924. Dalam sejarah, Khilafah telah berdiri selama 13 abad dan akan datang kembali Khilafah jilid 2 sesuai dengan sabda Rasulullah. Masihkah kita meragukannya dan enggan untuk memperjuangkannya?
Sebagai muslim seharusnya sadar bahwa sistem hari ini terbukti sangat tidak berpihak pada rakyat dan kebijakannya banyak menyengsarakan rakyat. Kesadaran politis sangat penting untuk membuka pikiran bahwa negeri ini saat ini masih dalam kondisi dijajah, baik dari sisi akidah, budaya, ekonomi oleh pemikiran Barat yang begitu masif untuk melemahkan kebangkitan umat Islam.