Oleh. Mia Annisa
(Narasumber Kajian Remaja Generasi Shalihah)
Muslimahtimes.com–Drama pembullyan tampaknya tidak hanya sering kita saksikan di serial-serial televisi saja. Weak Hero Class 1 contoh serial yang menggambarkan bagaimana seorang siswa pintar di kelasnya namun dianggap lemah sering dijadikan sasaran bully oleh teman-teman sekelasnya. Related dengan kondisi saat ini, kasus bullying tak hanya sering diangkat dalam sebuah serial televisi saja tapi sudah kerap mewarnai laman-laman berita setiap harinya.
Entah sudah berapa banyak anak yang menjadi korban pembullyan. Di penghujung November 2022 saja sudah ditemukan beberapa kasus bullying yang naik membanjiri laman media sosial. Dilansir dari liputan6.com, orang tua mana yang tak sedih ketika anaknya menjadi korban perundungan di sebuah sekolah di SMP Plus Baiturrahman. Peristiwa itu bermula ketika ia dipasangkan helm berwarna merah oleh remaja laki-laki lantas kemudian memukul dan menendangnya beberapa kali hingga membuat korban jatuh pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Semula, orang tua korban kasus perundungan yang menimpa anaknya melaporkannya ke Polsek Ujungberung ke Polrestabes Bandung namun kemudian dicabut. Dikutip dari Kumparan.com, Senin, 21 November 2022, alasan pencabutan laporan karena korban dan pelaku merupakan teman dekat. Hanya saja kasus perkaranya sudah di limpahkan ke Polrestabes Bandung.
Kasus perundungan ini turut mendapatkan sorotan dari Wali Kota Bandung, Yana Mulyana. Dirinya merasa prihatin atas peristiwa perundungan yang terjadi di salah satu SMP di Kota Bandung. Menurutnya, kasus ini sudah direspons oleh Disdik Kota Bandung dan segera akan melakukan tindakan.(CNNindonesia.com)
Kasus perundungan yang menimpa siswa remaja laki-laki di SMP Kota Bandung bukanlah yang pertama kalinya terjadi di Indonesia. Setidaknya ada beberapa kasus temuan dari KPAI, pada 2022, terdapat 226 kasus kekerasan fisik, psikis termasuk kasus perundungan terhadap anak. Menurut data Programme for International Students Assessment (PISA) anak dan remaja di Indonesia mengalami 15% intimidasi, 19% dikucilkan, 22% dihina, 14% diancam, 18% didorong teman dan 20% digosipkan dengan kabar buruk. Dihimpun dari laman Chatnews.id, Selasa, 22 November 2002.
Dalam kasus perundungan, Indonesia berada di posisi kelima dari 78 negara yang muridnya banyak mengalami perundungan. Sangat miris. Posisi lima besar namun bukan dari hal yang membanggakan. Tingginya angka bullying dikalangan remaja tentu sangat memprihatikan. Kehidupan remaja hari ini menjadi semakin beringas dan brutal di tengah budaya permisif dan lingkungan pendidikan keluarga, sekolah yang jauh dari sentuhan keimanan. Apalagi karakter remaja yang terkenal sangat labil dan emosional sehingga sangat mudah bertindak apa saja tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu.
Tidak adanya suri teladan yang baik di tengah sistem pergaulan yang kian bobrok. Anak-anak kerap mengambil contoh dari tontonan, sosial media, games online yang berbau kekerasan memengaruhi tingkah laku dalam keseharian mereka. Sehingga adab dan rasa kemanusiaan menjadi terkikis. Lihat saja, bagaimana ketika sekumpulan anak remaja berseragam sekolah di Tapanuli Selatan tega menendang seorang nenek dari atas motornya. Sebelumnya mereka juga pernah memukul sang nenek menggunakan kayu hanya karena alasan iseng. Menurut keterangan yang disampaikan oleh Kapolres Tapanuli Selatan, AKBP Imam Zamro.
Lantas apa masalahnya banyak sekali problem remaja beringas tak kunjung bisa diselesaikan?
Kondisi ini tentu saja tak bisa dilepaskan dengan penerapan akar pendidikan sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem pendidikan yang tidak berlandaskan akidah Islam hanya mencetak pelajar yang mementingkan prestasi akademik dan mencetak tenaga buruh/karyawan siap kerja di bursa industri setelah mereka lulus. Hal ini tercermin dalam sistem pendidikan vokasi menciptakan angkatan kerja muda dengan dalih mempercepat pembangunan ekonomi negara.
Wajar jika akhirnya nilai-nilai spiritual remaja yang berkepribadian Islam hanyalah ilusi. Remaja berakhlak terpuji, memiliki sikap sopan santun, mengedepankan adab, saling menyayangi kepada sesama saudara dan lemah lembut tidak akan pernah bisa diraih. Makin kompleks manakala moderasi Islam makin massif menyerang lembaga pendidikan sebagai upaya menjauhkan Islam sejauh mungkin dari peta jalan pendidikan generasi hari ini melalui Kemendikbud 2020-2035.
Bukan tidak mungkin kasus bullying akan terus bermunculan tanpa solusi tuntas sebab penyelesaian yang digunakan selalu dengan kompromi seperti jalan mediasi karena adanya anggapan bahwa pelaku masih berada di bawah umur, orang yang dikenal dekat dengan korban. Padahal sejatinya jalan ini tidak memberikan keadilan sama sekali kepada korban.
Tak hanya itu, korban bullying akan mengalami gangguan psikologi seperti mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Bahkan tak urung kecenderungan untuk melakukan aksi bunuh diri serta menjadi antisosial akibat trauma. Selain terkena gangguan psikologi yang pastinya turut memengaruhi fisik korban seperti luka, cedera, memar atau menjadi cacat seumur hidup. Tentu kondisi semacam ini sangat mengganggu di kemudian hari.
Masalah bullying memang sangat kompleks tentu tidak cukup jika hanya mengandalkan 2 jam mata pelajaran pendidikan agama dalam seminggu untuk melahirkan output yang berkarakter Islam. Kebijakan ini tentu sangat tidak sebanding dengan gempuran produk-produk demokrasi sekuler yang semakin gencar didakwahkan. Program merdeka belajar misalnya, remaja diberikan wewenang untuk memilih sesuatu sesuai hati, perasaan dan pikiran mereka bukan tidak mungkin perilaku remaja akan semakin liberal. Perlu kesungguhan untuk hijrah dari sistem pendidikan sekuler ke sistem pendidikan bervisi politik Islam.
Seluruh elemen negeri ini harus segera berbenah turut membantu pelaksanaan edukasi dalam menanamkan nilai-nilai agama berbasis akidah Islam sebagai kurikulum pendidikan negara. Agar terbentuk generasi berakhlak mulia tidak gemar melakukan bullying terhadap manusia lainnya. Sebab Islam sebagai satu-satunya agama yang mengajarkan saling memuliakan manusia.
Selain mengganti sistem pendidikan, negara juga bertanggung jawab untuk memberlakukan sistem sanksi bagi pelaku bullying dengan tegas bagi setiap yang melanggar hukum syarak. Apabila korban sampai meninggal dunia maka keluarga korban berhak memperoleh kompensasi (ganti rugi). Sebagaimana dalam hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
“Di dalam pembunuhan jiwa itu ada diyat sebesar 100 ekor unta” (HR.an-Nasa’i)
Adapun kompensasi yang didapatkan dari kemudharatan yang didapatkan oleh korban sampai menimbulkan luka atau cedera menurut Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani, maka ini sebagaimana penjelasan dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm berdasarkan surat yang ditulis oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepadanya:
“Pada luka hidung jika diambil batangnya ada diyat: pada luka lidah ada diyat: pada luka dua bibir ada diyat: pada luka dua biji mata ada diyat: pada luka kemaluan ada diyat: pada luka tulang rusuk ada diyat: pada luka dua mata ada diyat: pada luka satu kaki ada setengah diyat: pada luka otak ada sepertiga diyat: pada luka bagian dalam (rongga) ada sepertiga diyat: pada tulang yang diremukkan ada 15 ekor unta” (HR.an-Nasa’i)
Demikianlah bagaimana penjagaan negara yaitu Daulah Islam menutup setiap kesempatan agar kasus bullying bisa di hentikan. Wallahu’alam.