Oleh. Sunarti
(Kontributor Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah
Seperti udara
Kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas Ibu….
Ibu….
Kutipan sebuah lagu yang menyayat hati ini telah banyak dihapal oleh sebagian besar masyarakat. Bahkan setiap yang mendengar atau menyayikan lagu ini, akan tersentuh dan meneteskan air mata. Pasalnya terdapat makna mendalam dalam liriknya. Sayangnya, makna dalam ini pun hendak digerus dengan standar berdayagunanya seorang ibu dalam meningkatkan perekonomian.
Akan lebih parah jika kondisi ini dibiarkan. Karena saat ini telah banyak ibu yang terkikis naluri keibuan, mengalami depresi, KDRT hingga kerasnya kehidupan di luar negeri untuk sekadar mengais sesuap nasi.
Dilansir dari Detik.new.com, tema dan logo Hari Ibu di tahun 2022 telah dirilis oleh pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) Republik Indonesia. Peringatan Hari Ibu (PHI) di Indonesia yang diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya, tahun ini mengambil tema “Perempuan Berdaya Indonesia Maju”. Tahun ini peringatan Hari Ibu yang ke-94 tahun sejak tahun 1928 menunjukkan jika peringatan ini telah lama dilakukan di negeri Ibu Pertiwi. Namun sayangnya, hati Ibu saat ini sedang dalam duka melihat kondisi anak-anaknya.
Bahkan tak hanya anak-anaknya, namun Ibu juga sedang dilanda sakit yang berkepanjangan. Mulai dari susahnya perekonomian, kasus KDRT, kasus pembunuhan, hingga kasus lunturnya naluri seorang ibu yang tega menghilangkan nyawa anak-anak dan suaminya.
Sayangnya, berbagai problematika yang menimpa ibu tidak kunjung datang penyelesaiannya yang benar-benar mengeluarkan para ibu dari beratnya persoalan mereka. Meskipun setiap tahunnya diperingati, namun kondisi para ibu tak jauh berbeda dengan kondisi anak-anaknya. Konon peringatan Hari Ibu merupakan tonggak perjuangan perempuan dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan.
Dituliskan dalam Tirto.id, bahwa tahun ini diperingati Hari Ibu dengan mengambil tema “Perempuan Berdaya Indonesia Maju” dengan beberapa sub tema, yaitu:
1. Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan
2. Perempuan dan Digital Economy
3. Perempuan dan Kepemimpinan
4. Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya
Dengan melihat sub tema Hari Ibu kali ini secara sekilas nampak jika eksistensi perempuan saat ini sedang di-blow up untuk mengangkat perekonomian dan kesetaraan kaum perempuan. Dan ini semua dikemas dengan apik serta diarusderaskan kepada khalayak agar bisa diterima dengan lapang dada. Bahkan harapannya dijadikan sebagai solusi atas problematika yang terjadi saat ini.
Telah jamak diketahui bahwa saat ini, negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, negeri Zamrud Khatulistiwa atau permata dunia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, juga sumber daya manusia yang sangat potensial adalah negeri yang men-tabbani (mengadopsi) sistem sekular-kapitalis. Yang mana sistem ini berakibat kerusakan di berbagai bidang, baik itu dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga sistem ketahanan negara.
Kenapa demikian?
Karena tabiat dari sistem sekuler-kapitalis ini adalah meninggalkan aturan yang “pakem” (baku) dari Sang Pencipta. Maka, seluruh aturan yang diterapkan secara otomatis bisa ditarik ulur sesuai dengan kepentingan orang-orang yang ada di dalamnya, yaitu orang-orang yang memegang kekuasaan dan wewenang hukum.
Peran seorang ibu sebagai pengatur urusan rumah tangga, misalnya. Para ibu saat ini sedang digiring meninggalkan tugas dan kewajiban mereka sebagai ibu, istri, anak dan juga menjadi bagian dari masyarakat. Mereka hendak dibawa menjadi manusia pencetak uang dan tengah-tengah produksi dengan alasan kewirausahaan, peningkatan ekonomi dan lain sebagainya.
Yang berikutnya adalah ketika para ibu digiring ke arah kebebasan dari sebuah ikatan yaitu pernikahan. Mereka dibawa untuk berkarir guna eksistensi diri, eksis juga dalam bidang politik dan teknologi juga menjadi berdaya. Ini menunjukkan arah pengerusakan tabiat seorang ibu yang seharusnya mereka berada di tengah-tengah keluarganya menjadi sosok teladan bagi anak-anaknya, menjadi pengatur urusan rumah tangga suaminya, istri yang taat dan patuh kepada Rabbnya.
Selain itu, fenomena eksistensi diri menyeret pemikiran para ibu atau perempuan pada umumnya untuk tidak mau terikat dengan pernikahan bahkan tidak lagi mau memiliki anak. Semua digelontorkan musuh-musuh Islam dengan nama hak asasi manusia juga pemberdayaan perempuan. Di sini kompleksnya problem yang menimpa ibu sangatlah memprihatinkan.
Ibu Butuh Solusi tidak Sekadar Diperingati Hari
Berbagai upaya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam tidak berhenti hanya pada pengerusakan tabiat seorang ibu tapi juga anak-anaknya. Mereka berupaya secara terus-menerus guna keberhasilan propagandanya. Tak hanya sampai di sini, mereka bahkan berusaha sekuat tenaga untuk keberhasilan propagandanya dengan cara memasukkan ide-ide sesat mereka melalui kebijakan negara.
Dengan demikian jika hal ini dibiarkan, maka kerusakan akan terus berlanjut. Tugas kita semua sebagai warga negara yang baik seharusnya tidak sekedar memperingati Hari Ibu semata. Akan tetapi memandang persoalan para ibu beserta anak-anaknya dengan seksama. Persoalan mendasar harus kita ketahui dan pahami. Sehingga kita tidak terlena dengan manisnya agenda-agenda musuh Islam melalui berbagai cara.
Sudah saatnya kita memikirkan persoalan yang terus berlanjut. Bukan lagi memikirkan tambal sulam penyelesaian dari pemikiran yang berasal dari Barat. Kini seharusnya kita memikirkan bagaimana semua persoalan selesai dengan tuntas tanpa muncul lagi masalah lain. Sebagai ingsan yang beriman semestinya kita mengimani apa saja yang Allah berikan. Seluruh persoalan, mulai dari “isah-isaj hingga pemerintah” (urusan rumah hingga pemerintah), Allah telah lemgkapkan solusi di dalam syariatNya. Jika kita belum mengetahui semuanya, sudah sepantasnya kita belajar banyak hal dari aturan-aturan Allah Swt.
Seperti aturan pendidikan, perekonomian, kesehatan dan sederet aturan yang lain. Dalam sistem Islam aturan perekonomian menjadi aturan yang baku, karena dalam penerapannya memengaruhi berjalannya sistem yang lain.
Perekonomian tidak dikuasai oleh swasta ataupun asing. Akan tetapi dikelola negara berbagai sumber daya alam untuk kesejahteraan warga negaranya. Jadi seorang ibu tidak lagi disibukkan dengan urusan eksistensi diri juga kebutuhan hidup. Mereka akan fokus pada kewajiban mereka menjadi seorang ibu yang merupakan madrasatul ula bagi anak-anaknya.
Demikian pula sistem pendidikan akan difasilitasi oleh negara dengan pendidikan berkarakter yang berbasis pada akidah Islam. Sehingga anak-anak akan terdidik secara adab maupun akhlak yang terpuji. Sisi lain, penerapan sistem pergaulan juga akan didasarkan pada aturan Allah Swt., bukan pada manusia. Akan ada batasan-batasan dalam pergaulan. Akan ada sanksi pula ketika seseorang melakukan pelanggaran terhadap pergaulan ini. Misal sek bebas, pelakunya akan dihukum sesuai kesalahannya. Karena telah dianggap melakukan dosa besar yaitu zina.
Demikianlah seharusnya kita memandang berbagai persoalan dengan kacamata yang sesuai yaitu dari sudut pandang aturan Allah Swt. Bukan lagi aturan manusia. Sehingga para ibu akan tenang meraih pahala dengan fokus mendidik anak-anaknya serta beribadah. Anak-anak juga akan mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan haknya, yaitu dididik oleh orang tua dan negara menjadi jiwa-jiwa yang tangguh dan bermartabat. Sehingga setiap hari akan menjadi Hari Ibu sekaligus Hari Anak yang benar-benar hidup dalam keridhaan Rabbnya, karena telah patuh terhadap segala aturan-Nya.
Wallahu alam bisawab