Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt.
(Pemerhati Generasi)
Muslimahtimes.com–Modal manusia hidup dan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat ada dua, yaitu ilmu dan amal. Ilmu akan menuntun manusia bagaimana melakukan amal salih. Dan amal akan mengantarkan limpahan pahala dari pelaksanaan ilmu yang dimiliki dalam bentuk amal saleh. Ilmu dan amal harus berjalan beriringan. Tidak bisa satu didahukukan dan satu diakhirkan. Keduanya harus berjalan bersamaan. Sebab ilmu tanpa amal bagaikan pohon yang tak berbuah. Dan amal tanpa ilmu bagaikan berjalan di ruang gelap tak bercahaya, meraba-raba.
Sebab sejatinya ilmu adalah cahaya, dan amal adalah langkah yang dilakukan untuk menuju tujuan yang ingin dicapai, yang ditapaki berdasarkan petunjuk ilmu. Pada dasarnya manusia adalah tidak tahu apa-apa, maka Allah Swt memberi manusia ilmu, memberi manusia petunjuk agar jalannya tidak tersesat.
Ilmu laksana cahaya, ia hanya akan masuk pada hati yang terbuka untuk menerimanya. Namun, sulit tembus pada hati yang sudah menutup diri. Karenanya, kita wajib mengondisikan hati kita agar selalu siap menerima ilmu. Ilmu bisa kita peroleh dari mana pun, misalkan dari orang tua di rumah, dari guru di sekolah, dari dosen saat kuliah, dari teman di lingkungan kerja dan lingkungan pergaulan kita, dari alam sekitar, dan lain sebagainya.
Maka, selama ilmu itu mengandung kebenaran, maka kita wajib menerimanya, yaitu ilmu yang distandardisasi dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul Saw. Sebab ilmu yang sejatinya cahaya hanyalah ilmu yang bermanfaat yang akan membimbing pemiliknya untuk melakukan amal saleh saja dan meninggalkan amal yang tidak saleh. Setelah mendapatkan ilmu, maka manusia dituntut untuk mengamalkan ilmu, sebab dari amal inilah akan mengalir pahala bagi pelaku amal saleh yang mengamalkan ilmunya. Jika ilmu tanpa amal, maka ilmu yang dimiliki akan sia-sia belaka dan justru akan membuat sulit hisab kita di akhirat. Sebab punya ilmu, tapi tidak punya amal. Atau punya ilmu tapi beramal tanpa ilmu.
Sebagai contoh, seseorang yang telah memiliki pengetahuan (ilmu) tentang tata cara membuat donat dengan bahan-bahan yang halal, namun kemudian dia tidak mengamalkan ilmu membuat donat demgan bahan-bahan yang halal atau tidak mengajarkan ilmu membuat donat dengan menggunakan bahan yang halal kepada orang lain, maka ilmu yang dimilikinya menjadi tidak bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Sebab tidak mengantarkan pada amal saleh membuat donat yang halal.
Atau seorang yang telah mengetahui tentang kewajiban salat, kemudian dia tidak salat, tidak mengajak orang lain salat dan tidak mengajarkan pengetahuan (ilmu) tentang salat kepada orang lain . Maka, pengetahuannya atau ilmunya tentang salat menjadi ilmu yang tidak bermanfaat, tidak berkah. Sebab tidak diamalkan dan tidak disampaikan pada orang lain.
Atau seseorang yang mengetahui tentang kewajiban dakwah, namun dia tidak berdakwah, maka pengetahuannya (ilmu) tentang dakwah menjadi tidak bermanfaat untuknya dan untuk orang lain, sebab tidak diamalkan dalam bentuk aktivitas dakwah. Padahal seharusnya ia memanen pahala dari aktivitas dakwah yang dilakukan sebagai pengamalan dari ilmu pengetahuannya tentang dakwah yang dimilikinya.
Atau seseorang yang mengetahui kewajiban menerapkan hukum Allah Swt dalam kehidupan, namun tidak melakukan kewajiban menerapkan hukum Allah Swt dalam kehidupan sebagaimana mestinya sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw, maka ilmu pengetahuannnya tidak bermanfaat baginya sebab tidak melahirkan amal saleh.
Atau ketika seorang suami mengetahui tentang kewajiban menafkahi keluarganya, menafkahi anak istri dan orang-orang yang ada dalam tanggungan nafkahnya. Maka, ilmu pengetahuan tentang kewajiban nafkah menjadi tidak bermanfaat baginya, sebab tidak membuahkan amal sebagai konsekuensi dari mengamalkan ilmu.
Atau seorang anak yang sudah mengetahui kewajiban birrul walidain atau berbuat baik kepada kedua orang tua, kemudian dia tidak berbuat baik kepada kedua orang tua. Maka, ilmunya menjadi tidak bermanfaat.
Lalu kemudian, apakah kita sebagai manusia tidak usah mencari ilmu atau tidak perlu menerima ilmu? Sebab ada tuntutan untuk mengamalkan ilmu itu. Maka, asumsi demikian adalah salah. Sebab manusia dituntut oleh Allah Swt untuk mencari ilmu dan mengamalkan ilmu.
Allah Swt berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” ( QS Al-Isra : 36)
Karenanya kita harus bersemangat untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Dan mengamalkan ilmu tersebut semampu dan semaksimal kita bisa. Sehingga manfaat dari amal saleh yang kita lakukan, sebagai pengamalan dari ilmu yang kita miliki, dapat kita rasakan berupa limpahan pahala yang Allah Swt berikan dari amal saleh yang kita lakukan dan dari amal saleh orang-orang yang ikut melakukan amal saleh, seperti yang kita lakukan sebab wasilah ilmu yang disampaikan pada orang lain. Maka, selayaknya manusia senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah Swt, agar senantiasa memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kita, yaitu ilmu yang dapat mengantarkan kepada terlaksananya setiap amal saleh sebagai pengamalan dari ilmu pengetahuan yang kita miliki, yang bisa mendatangkan pahala dan rida Allah Swt.
Sabda Rasulullah Saw :
اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعاً، وَرِزْقاً طَيِّباً، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Artinya: “Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang diterima.” (HR. Ibnu Majah)
Wallahualam.