Oleh. Ari Sofiyanti
Muslimahtimes.com–Seorang muslim senantiasa terikat dengan peran beserta tanggung jawabnya. Semakin banyak orang yang mengenal dan melihat kepadanya, dia pun harus bijak dalam berbuat. Contoh yang paling dekat dengan generasi masa kini adalah sebagai influencer yang memiliki banyak follower. Kegiatan influencer sehari-hari biasanya diekspos di media kemudian disaksikan oleh masyarakat lewat gadget mereka. Namun, tak sedikit dari influencer yang kebanjiran kritik karena mengekspos perbuatan yang salah.
Salah satunya Ria Ricis, seorang youtuber dan selebgram dengan follower puluhan juta. Ria mengunggah aktivitas liburan keluarga bersama anaknya. Yang menjadi sorotan adalah keluarga ini bermain jetski bersama anak bayinya yang masih berusia lima bulan. Walaupun kebanyakan negara tidak memiliki batasan resmi untuk penumpang jetski, namun jelas permainan ini berbahaya bagi keselamatan anak bayi dalam berbagai aspek. Dengan banyaknya teguran dari masyarakat, kita berharap Ria Ricis mengambil pelajaran. Kita juga berharap kejadian ini tidak ditiru dan tidak terulang.
Dalam peran kita sebagai orang tua muslim yang memahami ajaran Islam, kita tentu menyadari tanggung jawab sebagai orang tua itu bukanlah perkara yang kecil. Anak adalah titipan dari Allah yang harus kita jaga dan lindungi. Allah memberikan fitrah bagi setiap orang tua untuk menyayangi dan melindungi anak, bahkan orang tua mampu mengorbankan nyawa untuk keselamatan anaknya. Orang tua yang memahami Islam juga tidak mungkin memandang anak sebagai aset untuk memperoleh keuntungan materi.
Sebuah anomali jika ada orang tua yang mengeksploitasi anak demi konten. Akan tetapi di sistem sekuler dan liberal ini, manusia seakan jauh dari pemahaman Islam sehingga ada para orang tua yang membuat konten prank kepada anak-anaknya. Padahal Allah melarang kita untuk berbohong dalam perkara umum kecuali dalam beberapa hal dalam hukum syarak yang diperbolehkan bohong, atau menipu walaupun hanya untuk bercandaan. Apalagi seorang anak gampang meniru perbuatan orang dewasa, tentu hal ini secara tidak langsung seperti mengajari anak untuk berbuat kebohongan. Padahal anak-anak adalah pemimpin peradaban masa depan. Sehingga kewajiban orang tua untuk menjadi contoh, mendidik dan membina anak-anak dengan Islam agar menjadi manusia bertakwa nan mulia.
Kembali pada peran dan tanggung jawab sebagai influencer, selain Ria Ricis yang melakukan kekhilafan, ternyata di luar sana banyak kasus yang lebih parah. Ada yang mempromosikan perjudian, membuat konten porno, pelecehan, penipuan, hoaks, hasutan dan challenge berbahaya. Selain konten-konten parah, ada juga konten sampah. Banyak yang memamerkan kekayaan, hedonis, konsumerisme, pacaran dan sebagainya. Semuanya demi mendapatkan keuntungan materi. Baik itu berupa ketenaran, prestige atau uang. Dengan demikian mereka meng’influence’ masyarakat sehingga masyarakat mengikuti gaya hidup mereka. Tidak sedikit masyarakat yang terpengaruh hingga ada yang terlilit utang riba gara-gara ingin tampil mewah seperti influencer yang difollownya.
Anak-anak pun tak luput dari efek konten buruk. Mereka menjadi generasi pembully, suka ngeprank teman, berkata kotor dan kasar, pacaran, pergaulan bebas hingga ikut tren challenge yang membahayakan nyawa sendiri maupun orang lain.
Sesungguhnya Allah telah memperingatkan bahwa setiap perbuatan hamba akan dihisab kelak. Maka seorang muslim hendaknya selalu mengarahkan perbuatannya pada kebaikan. Apalagi menjadi seorang muslim influencer, yang tindak-tanduknya dilihat banyak pemirsa. Jika influencer melakukan keburukan atau maksiat, hal itu akan menjadi dosa jariyah yaitu dosa yang terus menerus mengalir. Karena banyaknya viewer yang terpengaruh dan meniru perilaku buruk influencer tersebut. Tentunya konten-konten baik dan sesuai syariat lah yang harus disebarluaskan oleh influencer, sehingga masyarakat juga terpacu melakukan kebaikan. Selain itu, menjadi influencer kebaikan tidaklah demi keuntungan materi semata namun lillahi ta’ala. Kita berharap orang lain bisa mengambil pelajaran dan manfaat dari konten-konten itu kemudian turut serta melaksanakan dan menyebarkannya.
Dengan demikian fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan) akan menjadi suasana yang mewarnai masyarakat. Kaum muslim sesungguhnya telah diwajibkan oleh Allah menjadi influencer kebaikan. Hal ini diserukan Allah dalam surat Ali-Imran ayat 110, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”
Perintah serupa juga banyak kita temui dalam berbagai ayat Al- Quran dan Hadis. Untuk menjadi influencer kebaikan, tentu kita perlu memahami ilmu-ilmunya. Ilmu tersebut bisa kita dapatkan dengan mengkaji Islam secara utuh. Jadi, marilah kita menjadi manusia bijak yang menolak pengaruh buruk sekularisme liberalisme dan jadilah influencer yang menyerukan kebenaran Islam. Wallahu a’lam.