Oleh. Punky Purboyowati
(Komunitas Ngopi, Ngobrol Seputar Opini)
Muslimahtimes.com–Fenomena gizi buruk/stunting pada anak masih menjadi pembahasan. Dalam acara Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: ‘Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana’ di Jakarta Selatan pada Kamis (16/2/2023), Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan kembali setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos). Salah satu pidatonya yang kontroversial ketika membahas masalah anak stunting. Dia mengaitkannya dengan aktivitas keagamaan kaum ibu yang waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. Alhasil, ia sampai berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak.
Megawati pun bakal menginstruksikan kepada dua menteri yang mengurusi ibu-ibu dan stunting, yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati alias Bintang Puspayoga dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk mengatur waktu ibu-ibu, supaya tidak terus mengikuti pengajian karena sampai melupakan asupan gizi anak. (republika.co.id/19/2/2023)
Pidato tersebut ramai menjadi perbincangan warganet. Warganet dibuatnya geram, mereka bukannya menanggapi kasus stunting namun sindiran soal ibu-ibu pengajian. Seolah ibu-ibu pengajian yang salah, karena lalai, tidak merawat anak lantaran pergi ke pengajian. Padahal harus dilihat dahulu antara fakta stunting dan fakta ibu-ibu pengajian sebab akar permasalahannya berbeda. Lalu, bagaimanakah seharusnya ibu-ibu menyikapi hal ini dan apa yang harus dilakukan pemerintah?
Waspada Penyudutan Agama
Sebenarnya tak hanya kasus stunting saja yang dikaitkan dengan masalah keagamaan namun masih banyak kasus lain yang di dalamnya terindikasi menyudutkan agama. Kejadian seperti ini sudah tidak asing lagi. Hal-hal apapun yang sebernarnya tidak ada kaitannya dengan masalah agama namun di alam demokrasi Sekuler bisa saja terjadi. Sebab kebebasan berpendapat mendapat payung hukum apalagi jika pejabat yang berbicara. Namun sayang pendapatnya terkadang tidak tepat alias keliru dalam mengkaitkan suatu masalah dengan masalah lainnya sehingga menimbulkan kerancuan.
Akar masalah stunting harus dilihat dari beberapa sebab. Dilihat dari sebuah problem terutama dalam bidang ekonomi. Kebijakan ekonomi jelas sangat berpengaruh pada kebutuhan sehari-sehari. Rakyat yang terbelit dengan masalah ekonomi sangat mungkin tak mampu mencukupi kebutuhan pangannya. Kenaikan bahan pokok yang tak disertai solusi membuat rakyat pontang – panting menghidupi keluarga. Ditambah kebijakan ini tidak memihak rakyat kecil membuat hidup semakin susah. Alhasil rakyat memenuhi kebutuhan pangan apa adanya. Makan nasi akingpun jadi. Namun anehnya, para pejabat bukannya iba melihat rakyatnya makan nasi aking justru menambah kesusahan mereka dengan kebijakan yang merugikan. Wajar kemunculan stunting pun tak terelakkan. Masalah ekonomi pun sangat berpengaruh pada masalah sosial akhlak. Tak sedikit ibu – ibu yang stress, mencuri susu diam – diam, mencuri minyak, dan masih banyak lagi kasus akibat dari kebijakan ekonomi yang karut-marut ini.
Alhasil, rakyat miskin semakin bertambah diiringi kondisi anak-anak mengalami stunting yang juga angkanya makin bertambah. Lalu, bagaimana bisa dikaitkan dengan masalah ibu pengajian, ini jelas tidak nyambung. Sebab ibu-ibu datang ke pengajian dalam rangka menuntut ilmu agama yang di dalamnya justru mengkaji masalah kehidupan dan bagaimana menyikapinya. Keberadaan ibu pengajian tidak serta merta disalahkan oleh karena lalai tidak mengurus anak sehingga menyebabkan stunting pada anak. Ini jelas keliru dalam menganalisis suatu fakta. Bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan ibu pengajian. Jika dipaksakan letak kesalahan pada ibu pengajian itu menandakan kesalahan dalam menilai suatu fakta. Justru mengkambinghitamkan pengajian dari kasus stunting ada upaya menjauhkan ibu dari pentingnya mengaji. Bukan menyalahkan mereka dan menyudutkan agama oleh karena masalah stunting.
Sikap Seorang Muslim
Sebagai seorang muslim dalam mengambil sikap atas semua permasalahan kehidupan harus mengacu pada aturan yang jelas dan gamblang yaitu Al-Qur’an dan sunah. Islam mengajarkan cara mendidik anak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad saw. Islam pun mengajarkan bagaimana berpolitik, yaitu mengurusi urusan umat. Adapun fiqih aulawiyat yang mengatur bagaimana memosisikan antara kewajiban satu dengan yang lain seiring sejalan tidak tumpang tindih atau tidak mengambil mana yang ringan dan yang berat semata dilakukan ikhlas karena Allah Swt. Sebab kesemua aktivitas akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Maka bagi siapa pun yang beriman kepada Allah Swt, ia wajib terikat pada seluruh aturannya. Sebagai hambaNya wajib menunaikan hak dan kewajibannya pada Allah Swt salah satunya mengaji/menuntut ilmu agama di tempat pengajian. Sebab dengan menuntut ilmu agama ia akan mampu bersikap benar dalam menjalani kehidupannya. Apalagi menghadapi hidup di zaman saat ini sangat butuh siraman rohani yang akan menentramkannya dari kepenatan hidup. Bukan menyalahkan keadaan apalagi ketika ditimpa musibah. Justru menjadi muhasabah agar kembali mendekatkan diri pada Allah Swt dengan menaati seluruh aturan-Nya. Sebab, yang namanya manusia itu tempatnya salah maka harus segera bertaubat. Pun dengan penguasa yang lalai dengan rakyatnya harus segera berbenah, berpindah dari kondisi terpuruk menuju bangkit. Sebab setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.
Oleh karenanya, para pejabat dan pemimpin harus menjadi contoh teladan baik dalam hal agamanya maupun berpolitik. Sikap mereka akan selalu diingat oleh rakyatnya baik dalam lisan maupun perbuatan. Maka hendaknya berhati-hati dalam menyatakan sesuatu termasuk terkait perkara stunting yang dikaitkan dengan ibu pengajian. Bukan malah menyudutkan atas nama agama. Hadir di pengajian dianggap melalaikan anak adalah tuduhan tak berdasar. Ini adalah salah satu bentuk salah paham terhadap aktifitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim termasuk muslimah. Pengajian menjadi tempat alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan, termasuk dalam mendidik anak. agar selalu dalam rida Allah.
Pengajian merupakan gerbang memahami ilmu Islam dan bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan. Justru masalahnya saat ini karena menyepelekan pengajian masalah hidup semakin bertambah parah. Muslim mengalami diskriminasi akibat penerapan aturan Kapitalis sekuler. Saatnya pemimpin muslim di negeri ini berpikir jernih atas semua masalah bukan malah menyudutkan agama. Sebagai seorang muslim perlu mewaspadai adanya penyudutan terhadap agama Islam justru akan memecahbelah kaum muslim sendiri. Sebab hal ini memungkinkan terjadi dalam sistem demokrasi sekuler yang mengagungkan kebebasan berpendapat tanpa melihat lagi halal dan haram. Sebaliknya saatnya pemimpin negeri ini menggalakkan pengajian yang berkualitas agar Indonesia tidak dirundung masalah. Indonesia menjadi berkah dan sejahtera dengan pengajian. Pun sebenarnya tak ada alasan, ada pengajian atau tidak semuanya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah Swt.
Wallahu a’lam bisshowab