Oleh.Hana Annisa Afriliani,S.S
(Aktivis Dakwah dan Penulis)
Muslimahtimes.com–Betapa Islam memuliakan para perempuan dengan aturan syariat, salah satunya kewajiban menutup aurat jika berada di kehidupan umum. Karena seluruh tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya sampai pergelangan. Sebagaimana sabda Rasulullah saat menegur Asma binti Abu Bakar yang mengenakan pakaian tipis, “Wahai Asma, sesungguhnya seorang perempuan apabila telah baligh, tidak pantas terlihat darinya kecuali ini dan ini (Rasulullah memberi isyarat kepada wajah dan kedua telapak tangannya).” (HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218)
Namun dalan sistem kehidupan yang tidak menyandarkan aturan pada syariat Islam seperti hari ini, aurat perempuan bertebaran dalam pandangan. Tanpa malu, para perempuan menampakkan rambutnya bahkan lebih dari itu di khalayak umum. Demikianlah ketika kehidupan tidak dituntun oleh wahyu dan juga tidak ada penjagaan dari negara terkait hal ini, sehingga perempuan bebas membuka auratnya atas nama hak asasi. Padahal hijab adalah wujud kemuliaan seorang musliman. Sebagaimana jika diumpamakan sebagai barang dagang, antara yang tersimpan di etalase dengan yang dijajakan di emperan pinggir jalan, tentu yang di etalase yang lebih mahal. Begitu pun jika diumpamakan dengan permen, yang terbungkus rapi tentu lebih bersih daripada yang tidak terbungkus tentu akan dikerubungi lalat atau semut.
Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap muslimah memahami akan kewajiban menutup aurat ini. Bukan sekadar membungkus tubuh, tetapi meresapi makna di baliknya, yakni sebagai wujud ketaatan kepada Allah Swt. Sehingga Ketika menjalani kewajiban tersebut bukan atas timbangan perasaan dan akal semata, melainkan dibimbing oleh keimanan. Negara pun bertanggungjawab atas terlaksananya kewajiban ini. Karena negara dalam pandangan Islam merupakan pelaksana hukum syariat. Oleh karena itu, idealnya negara memiliki aturan tegas dalam rangka menundukkan rakyatnya agar taat pada seluruh aturan Sang Pencipta. Namun, sistem hari ini tidak mampu mengakomodasi hal tersebut, karena menyandarkan pada sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan.
Hijab Syar’i
Adapun hijab syari Muslimah sudah ditetapkan oleh Allah desainnya, yakni berupa pakaian yang lurus tidak berpotongan (jilbab), atau di tengah masyarakat Indonesia dikenal dengan sebutan gamis. Di dalam kamus Al-Muhith kata jilbab dimaknai sebagai sirdab (terowongan) dan milhafah(mantel). Artinya jilbab merupakan pakaian yang lurus menyerupai terowongan dan merupakan pakai luar Muslimah yang dipakai di atas pakaian sehari-hari, sifatnya menyerupai mantel. Jadi, setiap muslimah wajib memakai jilbab saat berada di kehidupan umum, dan di balik jilbabnya ada pakaian sehari-hari yang biasa dia pakai di dalam rumahnya, misalnya daster, kaos dan celana panjang, dll. Perintah wajibnya mengenakan jilbab atau gamis ini terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 59.
Adapun penutup kepala, rambut, dan menjulur hingga dada (juyub) adalah khimaratau kerudung. Ini juga wajib dikenakan muslimah saat berada di kehidupan umum sebagaimana terdapat dalam surah An-Nur ayat 31. Demikianlah, jilbab dan khimar menjadi penutup aurat sempurna yang sesuai syariat bagi muslimah.
Benarlah adanya bahwa muslimah akan terjaga kemuliaannya manakala ia hidup di bawah naungan sistem Islam. Karena ketaatannya akan ditopang oleh aturan Islam yang menjadi aturan negara. Tidak seperti hari ini, ketaatan diserahkan kepada masing-masing individu saja. Padahal Ketika negara berperan sebagai penopang ketaatan masyarakatnya, niscaya akan terwujud peradaban Islam yang diselimuti oleh rahmat Allah.
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S. Al-A’raf: 96)