Oleh. Tari Ummu Hamzah (Anggota Revowriter Tangerang)
Muslimahtimes.com–Tradisi korupsi di negeri belum bisa hilang sepenuhnya. Setiap tahun masyarakat selalu dikejutkan dengan kasus korupsi yang nilainya fantastis. Tak tanggung-tanggung nilainya pernah mencapai puluhan triliun rupiah. Jika diakumulasikan negara merugi hingga ratusan triliunan rupiah. Sebut saja tiga kasus korupsi terbesar RI di antaranya, Surya Darmadi dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp78 triliun, lalu mega korupsi Asabri dengan nilai Rp23 triliun. Selain itu, ada pula Jiwasraya dengan kerugian negara masing-masing Rp17 triliun. Jika diakumulasikan selama lima tahun terakhir ini negara merugi sebesar 118 triliun rupiah. (cnbcIndonesia.com/15/01/2023)
Itu baru tiga kasus korupsi saja. Belum diakumulasi dengan kasus-kasus yang lain. Tapi tahukah anda jika pelaku korupsi sejatinya tidak bisa menikmati hasil kejahatan keuangan yang telah dia lakukan. Mereka juga tidak bisa sembarang menyimpan uang-uang mereka di bank-bank konvensional di Indonesia? Mengapa? Jelas akan mudah terlacak.
Lalu, dikemanakan uang sebanyak itu? Di manakah mereka menginvestasikan hasil korupsi tersebut? PPATK menyebutkan bahwa ada upaya pelarian uang korupsi ke sektor lain, atau bisa juga mereka melakukan kegiatan pencucian uang.
Di dalam website resmi PPATK, dijelaskan bahwa makna kegiatan pencucian uang merupakan istilah yang menggambarkan investasi uang atau transaksi uang, yang berasal dari kegiatan kejahatan terorganisasi, transaksi tidak sah (ilegal), dan sumber-sumber tidak sah (ilegal) lainnya, dengan tujuan investasi atau transaksi melalui saluran-saluran sah (legal), sehingga sumber asli tidak dapat dilacak kembali. (ppatk.go.id)
Ada beberapa bentuk-bentuk usaha hasil pencucian uang. Guru Besar bidang Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, merinci ada 10 tanda-tanda bisnis artis dari pencucian uang, dikutip dari akun YouTube miliknya, Sabtu (1/04/2023). Yaitu tiba-tiba usaha sangat besar, terlihat mudah mendapatkan uang, selalu punya alibi, bukan bangun usaha, tetapi bangun “kerajaan” bisnis, mengaku modalnya dari warisan, ada sosok tersembunyi di belakang mereka, bisnis tumbuh besar tanpa disertai keahlian, dikelilingi media komunikasi, mereka terlihat generous, tiba-tiba muncul banyak masalah.
Sangat cerdas bukan? Sang pelaku kejahatan menyebar, menyamarkan, dan menyembunyikan kekayaanya. Mereka memanfaatkan publik figur untuk dijadikan sebagai tempat “titip uang”. Agar seolah-olah sumber dana yang diperolah para publik figur ini berasal dari sumber yang sah. Padahal dibalik mereka ada para pelaku kejahatan keuangan, jelas upaya ini dilakukan agar uang-uang hasil kejahatannya tidak bisa dilacak oleh aparat negara.
Jadi, jelas bahwa para koruptor dan pelaku kejahatan keuangan yang lain, tidak mampu merasakan banyaknya harta-harta mereka. Diduga mereka tidak hanya menginginkan uang saja tapi mereka menikmati peran strategis mereka.
Mengapa aktivitas pencucian uang ini bisa terjadi?
Kita tahu bahwa pelaku tindak kejahatan keuangan rata-rata adalah orang-orang dari kalangan atas. Di mana mereka punya jabatan dan wewenang dalam memproduksi hukum serta mengeluarkan keputusan vital. Ini menjadikan mereka kebal hukum dan memiliki banyak wewenang di negri ini. Alhasil, kedudukan yang strategis di negeri ini berhasil mereka kuasai.
Ini wajah asli sistem kapitalisme. Kebebasan berperilaku sangat mudah dilakukan. Salah satunya berlomba-lomba memperkaya diri. Berlomba agar terlihat mapan, sukses, berwibawa. Selain itu, penguasa juga diberikan wewenang dalam memproduksi hukum. Padahal hukum-hukum yang mereka buat sejatinya untuk melindungi dan memperlancarkan kepentingan mereka sendiri. Mirisnya rakyat harus menjadi korban dan menelan pil pahit akan sulitnya perekonomian saat ini.
Disis lain hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku kejahatan tidak bersifat jera. Bahkan hukum sangat mudah diperjualbelikan. Sehingga kejahatan-kejahatan mudah terulang.
Bagaimana Islam memberikan solusinya?
Islam tidak hanya sekadar agama spiritual saja. Ini bermakna bahwa akidahnya tidak hanya memancarkan perkara-perkara tentang ibadah, tapi juga memancarkan serangkaian aturan kehidupan yang paripurna. Aturan yang mengatur kehidupan seorang muslim agar menjadi manusia-manusia yang mulia dan beradab. Maka dari itu, syariat Islam juga mengatur cara-cara memperoleh harta kekayaan dan transaksi yang benar. Tidak akan ada transaksi ribawi dan aktivitas kejahatan keuangan berupa penipuan, korupsi, pencurian.
Kaum muslimin sebenarnya diperbolehkan untuk memiliki harta dan menjadi kaya. Asalkan perolahan harta tersebut dengan cara yang halal. Cara untuk menginvestasikan harta juga harus dengan cara yang halal dan kepemilikan harta yang jelas.
Jika terjadi pelanggaran aturan, maka syariat Islam bersifat pencegah dan memberikan efek jera kepada kaum muslimin yang melakukan tindak kejahatan. Banyak aturan-aturan islam yang mengatur manusia agar kejahatan dicegah sedini mungkin. Jika kejahatan sudah terjadi maka sangsi dalam Islam dijatuhkan sebagai upaya menebus dosa serta memberikan efek jera. Sehingga kaum muslimin yang berniat melakukan tindak kejahatan akan berpikir ulang.