Oleh. Iliyyun Novifana, S.Si. (Guru Qur’an)
Muslimahtimes.com–Penistaan terhadap agama Islam kembali terjadi. Kali ini penistaan dilakukan oleh seorang warga negara asing asal Australia bernama Brenton Craig Abbas Abdullah (43). Ia meludahi imam Masjid Al Muhajirin, Kota Bandung. Setelah diperiksa polisi dengan status sebagai tersangka, namun tidak ada pengakuan dari tersangka mengenai perbuatannya tersebut meski terekam oleh CCTV masjid, pada akhirnya hukuman yang diberikan adalah dengan mendeportase Brenton ke negara asalnya dan sanksi penangkalan selama 6 bulan dari pihak imigrasi sebab tersangka disangkakan pasal 75 UU nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian. (TribunJabar.id, Jumat, 5 Mei 2023, 15:19)
Sangat disayangkan peristiwa penghinaan terhadap imam masjid ini justru dibelokkan ke arah permasalahan imigrasi. Padahal ada rekaman CCTV juga saksi. Hanya karena tersangka tidak mengakui sama sekali terkait perbuatannya, lantas dalam pemeriksaan hukum beralih pada masalah yang lain yang tidak terkait dengan masalah pertama. Seharusnya aparat penegak hukum mampu menengahi dengan bijak. Ada harga diri seorang imam masjid yang seharusnya dibela, disembuhkan luka penghinaan itu. Bukan malah dialihkan. Tindakan ini justru tampak tak ada pembelaan untuk sang imam yang merupakan salah seorang muslim warga negara sendiri. Hukuman yang diberikan untuk penista pun sama sekali tidak memberikan efek jera. Sekadar dipulangkan ke negaranya dan tidak dibolehkan memasuki negeri ini selama 6 bulan. Tidak mengherankan jika terjadi peremehan terhadap Islam dan kaum muslim di hari-hari ke depan dengan hukum yang seperti ini yang diterapkan.
Sungguh miris kehidupan umat muslim dalam sistem saat ini. Menjadi muslim di negeri mayoritas tidak menjadi jaminan tidak ada penistaan. Bahkan yang minoritas yang melakukan penistaan kepada mayoritas. Pemimpin yang mengaku mayoritas tidak jarang pada akhirnya memberikan solusi pada umat Islam untuk bersabar, toleransi, dan tidak menunjukkan pada ketegasan. Walhasil, umat Islam hanya bisa menahan diri dari amarah atas penistaan yang dialami berkali-kali, tak mampu mendapatkan kembali wibawa yang seharusnya dimiliki oleh umat terbaik lantaran keadilan hukum telah mati dalam sumur-sumur sekularisme. Tak ada perisai dari penguasa untuk rakyatnya. Bagai anak ayam yang kehilangan induknya.
Penistaan terhadap agama Islam dan pemeluknya akan terus berulangkali terjadi jika sistem kehidupan yang diterapkan ini masih menggunakan sistem kehidupan sekuler yang memisahkan antara agama dari kehidupan serta menjunjung tinggi kebebasan. Agama hanya dianggap urusan individu dan lebih mengagung-agungkan kebebasan. Atas nama kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku menjadikan orang-orang yang tidak suka dengan Islam dan pemeluknya melakukan penistaan-penistaan tanpa ada hukum yang tegas untuk pelakunya. Ditambah lagi ada kebebasan kepemilikan yang dengan ini individu dibolehkan memiliki apapun dan menguasai apapun. Bahkan hukum bisa dibeli dengan banyaknya harta yang dimiliki. Na’udzubillah.
Umat Islam tentu lelah dengan peristiwa-peristiwa yang selalu menyudutkan mereka. Termasuk masalah penistaan. Agar penistaan ini berakhir dan tidak terulang kembali, maka harus mengganti sistem kehidupan yang diterapkan. Tak lagi menggunakan sekularisme sebagai landasan kehidupan melainkan mengganti dengan Islam. Sebab sistem Islam yang kaffah memiliki seperangkat peraturan untuk manusia yang mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dalam sistem Islam pun terdapat hukuman yang tegas dan memberikan efek jera bagi para pelaku kemaksiatan. Karena itulah layak untuk diperjuangkan sistem Islam ini demi kehidupan yang mendapat berkah dari Allah Swt, yakni kehidupan yang rahmatan lil’alamin.