Oleh. Yuniasri Lyanafitri
Muslimahtimes.com–Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 7,99 juta orang per Februari 2023. Jumlah ini masih lebih tinggi dari level sebelum pandemi Covid-19 pada 2020. Namun, jumlah pengangguran berhasil ditekan jika dibandingkan dengan periode tahun lalu. Angka pengangguran pada Februari 2023 turun 410 ribu orang dibandingkan periode yang sama pada 2022. (https://katadata.co.id/ 5/5/2023)
Kendati tumbuh positif, struktur ekonomi Indonesia pada kuartal 1/2023 belum menunjukkan perbaikan. Kontribusi sektor manufaktur ke produk domestik bruto (PDB) justru tergerus secara terus menerus. Pada kuartal 1/2023 misalnya, sektor manufaktur hanya berkontribusi ke PDB sebesar 18,57 persen atau terendah selama 4 tahun terakhir. Selain itu, semakin besarnya porsi pekerja informal dalam struktur pekerjaan di Indonesia.
Data BPS mengungkap bahwa jumlah pekerja informal tersebut terus mengalami kenaikan. Jumlah pekerja informal menembus angka 60,12 persen dibanding pekerja formal yang anjlok di angka 39,88 persen per Februari 2023. Data peningkatan tren pekerja informal sejalan dengan tren penurunan penduduk yang berstatus sebagai buruh, karyawan, dan pegawai. Mereka beralih profesi menjadi wiraswasta. (https://ekonomi.bisnis.com/ 6/5/2023)
Hal ini dinilai sebagai sinyal adanya deindustrialisasi atau dikatakan sebagai proses kebalikan dari industrialisasi yakni penurunan kontribusi sektor manufaktur alias industri pengolahan nonmigas terhadap PDB. Menurut Wakil Ketua Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani, jika kinerja manufaktur ingin didongkrak, maka rantai pasok industri manufaktur harus ditingkatkan kelancarannya dan output manufaktur nasional harus ditingkatkan secara signifikan sehingga memiliki kemampuan dan daya saing yang memadai di pasar ekspor. Karena daya beli domestik sangat lamban.
Keadaan sebagaimana di atas menggambarkan bahwa penanganan pengangguran oleh pemerintah cenderung gagal. Penyediaan lapangan pekerjaan yang minim dan bahkan dikuasai oleh tenaga kerja asing. Akhirnya, masyarakat beralih untuk berusaha sendiri dibanding bekerja di sektor formal yang juga rentan untuk di PHK. Pasalnya, dengan adanya kebijakan pemerintah yang baru, karyawan hanya akan terikat dengan kontrak yang sewaktu-waktu dapat diberhentikan tanpa pesangon. Lulusan sarjana ataupun bukan tidak menjadi hal yang berbeda. Bahkan lulusan SMK yang dirancang untuk siap kerja pun juga banyak yang menganggur.
Sehingga lama kelamaan produktivitas akan semakin turun. Karena pendapatan menurun akibat pekerjaan yang tidak tetap kemudian menjadikan daya beli pun turun hingga perusahaan-perusahaan gulung tikar. Masyarakat berusaha bertahan hidup sendiri dengan segala cara. Karena semua kebutuhan membutuhkan biaya yang tinggi.
Semakin tampak jelas kegagalan pemerintah dalam meriayah rakyatnya. Dari rancangan pendidikan hingga urusan ketahanan ekonomi dalam negeri. Program pembangunan sumber daya alam dan sumber daya manusia tidak bersinergi bahkan hanya sekadar untuk memenuhi laporan tahunan saja. Apalagi di sisi lain juga menunjukkan lemahnya industrialisasi karena industri yang ada bukan berdasarkan kebutuhan namun mengikuti pesanan oligarki. Ditambah, prinsip yang selalu dipegang teguh untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya dengan modal serendah-rendahnya. Sehingga menerapkan aturan yang hanya menguntungkan pemilik modal. Penerapan kontrak kerja, program pendidikan SMK, yang menjadikannya sebagai pekerja dengan gaji minimum. Diperas sumber dayanya namun dibayar dengan nominal kecil. Kemudian diputus kerja jika sudah tidak produktif. Atau membuka lapangan kerja namun dengan persaingan yang sangat ketat.
Hal ini sudah pasti menjadikan angka pengangguran semakin tinggi, karena lulusan sarjana atau SMK setiap tahun selalu ada. Tentu serentetan peristiwa ini bukan karena satu kesalahan satu pihak atau beberapa pihak tertentu. Karena masalah yang ditimbulkan sudah skala besar dan dirasakan setiap individu masyarakat. Maka sumber kerusakan yaitu dari rusaknya sistem yang diterapkan.
Sistem kapitalis demokratis yang terjalin hubungan simbiosis antara penguasa dan pengusaha. Sehingga aturan dan kebijakan yang diterapkan penguasa merupakan pesanan pengusaha yang menguntungkan pengusaha dalam kepentingannya memperkaya diri. Rakyat hanyalah objek untuk diperdaya dan dimanfaatkan. Seolah memberikan solusi dan angin segar setiap ada permasalahan, tetapi nyatanya hanya ilusi sesaat untuk meredam gemuruh suara rakyat.
Berbeda dengan Islam sebagai ideologi yang diterapkan dalam instansi negara. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang memadai sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Karena dalam Islam kebutuhan dasar dan kebutuhan pokok umat ditanggung oleh negara. Termasuk merancang sistem pendidikan yang tepat sehingga tidak ada lulusan yang tidak termanfaatkan.
Negara dengan penerapan aturan Islam disebut dengan Khilafah. Khilafah dengan konsep Baitulmal, ekonomi negara akan kokoh sehingga tidak ada intervensi dari negara lain. Apalagi ikut campur dalam aturan yang diterapkan dan jalannya pemerintahan. Di samping itu, dari segi militer pun Khilafah kuat. Dengan adanya konsep yang sempurna dalam menjalankan negara, maka Khilafah mampu menjadi negara adidaya yang kokoh dari dalam dan kuat dari luar.
Wallahu’alam bishshowwab