Oleh. Tari Ummu Hamzah (Pemerhati Sosial, Kontributor Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–Demi pertahanan ekonomi, masyarakat Gunung Kidul nekat sembelih hewan yang berpenyakit. Baru-baru ini dikabarkan bahwa warga Gunung Kidul ramai-ramai memakan sapi yang telah terpapar virus antraks. Awal dari penelusuran kasus ini adalah ketika seorang warga Padukuhan Jati meninggal dunia di RS Sardjito, Yogyakarta dalam kondisi positif antraks. Akhirnya Dinas terkait langsung melakukan penelusuran di daerah Kapanewon Semanu, Gunungkidul.
Berdasarkan hasil temuan petugas Balai Besar Vetriener Yogyakarta, terdapat enam sapi dan enam kambing di Padukuhan Jati Semanu yang terkonfirmasi antraks sejak November 2022 lalu. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti. (Tribunjatim.com)
Penularan virus ini terjadi karena masyarakat memotong paksa ternak yang sedang sakit. Disembelih dan diperjualbelikan di bawah harga standar. Penelitian dari dinas terkait menyebutkan bahwa sebenarnya masyarakat sadar betul akan bahaya penyembelihan hewan berpenyakit. Tapi sering diabaikan, bahkan cenderung dipertahankan demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Padahal jika hewan ini disembelih, bakteri dan virus yang keluar dan meyebar. Karena sifat bakteri penyebab antraks, bacillus anthracis, akan membentuk spora saat terpapar udara terbuka. Meskipun daging telah direbus dalam waktu yang lama. Bakteri ini tidak akan mati.
Minimnya Literasi Gizi
Pengonsumsian hewan berpenyakit tidak hanya karena faktor kemiskinan saja, tetapi juga ada faktor minimnya literasi. Jika di negeri ini terjadi minim literasi maka akan menyebabkan kegagalan pemahaman yang akut. Akibatnya masyarakat banyak yang tertinggal dari sisi pengetahuan pangan. Seperti kasus antraks ini, jika pemerintah melakukan aksi gencar literasi gizi dan pangan, mungkin kondisi gunung masyarakat Gunung Kidul bisa teratasi.
Di sisi lain pemerintah tidak cukup hanya memberikan penyuluhan saja, tetapi juga pendampingan dan Pemantauan secara berkala kepada masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan pendidikan di negeri ini yang tidak mengajarkan soal literasi gizi yang cukup lengkap. Sehingga masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan pangan mereka, akan sembarang mengonsumsi makanan dan hewan ternak.
Tidak hanya itu, pemerintah juga kurang memberikan media edukasi tentang gizi kepada masyarakat. Media di sistem kapitalis ini lebih mengarah kepada kesenangan (entertainment).
Tak hanya itu, media di negeri ini juga tergolong mahal dan sulit. Internet agak sulit masuk desa. Sehingga pengetahuan tentang literasi gizi lewat media tidak semua bisa dirasakan dan dipahami oleh semua masyarakat.
Ini semua akibat dari pemerintah yang masih menganut sistem kapitalis. Dimana untung dan rugi masih dipertimbangkan. Jadi, ketika terdapat kegiatan masyarakat yang mengharuskan pihak pemerintah untuk menggelontorkan dana, tanpa ada timbal balik materi ke pemerintah, maka ada dugaan pemerintah masih berat untuk melakukannya.
Butuh Perubahan yang Mendasar.
Jika sistem kapitalisme telah gagal memberikan solusi, maka butuh perubahan dan solusi yang mendasar bagi negeri ini. Untuk itu, dibutuhkan aturan yang sahih, yang datang dari sang pencipta, yaitu Islam.
Islam telah mewariskan peradaban yang agung, dimana umat manusia, terutama kaum muslimin, telah berhasil menjadi bangsa yang maju karena kekayaan literasinya. Meskipun masyarakat Islam hidup dalam masa yang tidak secanggih saat ini, tapi pengetahuan soal literasi pangan sangat kuat. Buktinya ada beberapa karya-karya ilmuan muslim yang menulis kitab soal pangan. Misalnya Ibnu Said al- Qurtubi yang pada abad ke-10 menulis Kitab Khalq al-Janin wa Tadbir al-Hibala. Buku ini membahas pola dan pengaturan makan bagi janin dan ibu hamil. Lalu, ada Abu Marwan Ibn Zuhr (1092-1161) dengan karyanya, Al-Taysir fi l-Mudawat wa-l-tadbir Kitab al-Aghdia. Ini adalah buku tentang nutrisi.
Tercatat pula dalam sejarah, Mohammed al- Baghdadi, cendekiawan dari Irak yang pada abad ke-13 menulis Kitab at-Tabikh. Pada abad yang sama, Dawud al-Antaki dari Suriah meluncurkan buku berjudul Tadhkira. Penulis asal Suriah lainnya, Ibnu Adim, mempersem- bahkan karya Wasf l-Habib fi Wasf al-Tayyibdt wa at-Thibb.
Literasi ilmuan muslim berdampak pada pola makan kaum muslimin. Kesadaran akan pemenuhan nutrisi dan gizi sudah menyebar diantara kaum muslimin. Tren ini juga diikuti oleh masyarakat Eropa. Karya-karya kaum muslimin banyak dilirik oleh pihak penguasa dan gereja Eropa. Sehingga munculah tren pola makan sehat ala bangsa Arab.
Bahkan sekelas Ratu Christina, penguasa Denmark, Swedia, dan Norwegia, juga telah menyadari pentingnya pemenuhan nutrisi dan gizi, serta pola hidup sehat. Sampai-sampai dia rela mengeluarkan uang dengan jumlah yang sangat banyak, demi mengimpor makanan-makanan dari Arab. Dari bukti sejarah tersebut diduga bahwa kuliner Eropa banyak dipengaruhi oleh bangasa Arab.
Dari bukti-bukti sejarah tersebut membuktikan bahwa, ketika Islam berkuasa, ilmu pengetahuan bisa dirasakan oleh semua pihak. Tak hanya kaum muslimin saja, tapi bangsa Eropa pun juga merasakan manfaatnya. Ini semua bisa terjadi jika sistem Islam yang memimpin dunia. Memberikan peran serta perhatian yang kuat kepada manusia, sehingga manusia hidup dalam kesejahteraan.