Oleh. Miftahul Jannah
(Aktivis Muslimah)
MuslimahTimes.com – Beberapa hari terakhir, kita kembali dikejutkan dengan berita karhutla (kebakaran hutan dan lahan) di beberapa daerah di tanah air Indonesia. Berbagai linimasa media berseliweran membahas berita tentang karhutla. Jika kita flashback, di tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi kebakaran hebat yang melanda hutan negeri dan bisa kita lihat bahwa kebakaran hutan ini hampir terjadi setiap tahun. Lantas bagaimana cara kita memandang fenomena ini, apakah suatu takdir ataukah dampak dari kelalaian kita sebagai manusia?
Kebakaran Kembali Berulang, Ada Apa?
Sungguh mengejutkan, pada bulan ini karhutla kembali terjadi di beberapa wilayah hutan di Indonesia, yakni salah satunya di daerah Kalimantan Selatan. Dikutip dari KumparanNews, Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD Kalimantan Selatan melaporkan bahwa total luas sementara karhutla di Kalsel mencapai 163,15 hektare hingga Sabtu (24/6) kemarin.
Berdasarkan data yang dihimpun tim BPBD, karhutla telah melahap sebagian wilayah pada satu kota dan enam kabupaten di Kalsel. Sementara itu, Manager Pusdalops-PB BPBD Kalsel, Ricky Ferdyanto, memaparkan wilayah yang telah dilahap karhutla yakni Kota Banjarbaru dan 6 kabupaten lainnya. Lebih lanjut, wilayah kabupaten tersebut, yakni Tanah Laut, Banjar, Tapin, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong. “Ada sebanyak 2.168 titik jago merah yang menyebar ke 13 kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan,” ucapnya.
Selain di Kalimantan Selatan, karhutla juga terjadi di Provinsi Aceh. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiska (BMKG) menyebutkan karhutla yang terjadi di sejumlah wilayah di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, hingga saat ini belum mengganggu jadwal penerbangan pesawat udara ke daerah itu. BMKG juga mengimbau kepada segenap masyarakat yang ada di provinsi Aceh, khususnya kepada para petani agar selalu berhati-hati dan bijak dalam menggunakan api. Serta mengimbau petani agar tidak membersihkan atau sembarang membuka lahan pertanian dengan cara membakar, terutama dalam kondisi cuaca yang sangat panas, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan suatu hal yang tidak diinginkan.
Faktanya karhutla masih menjadi problem besar di tanah air Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada sebanyak 28.019 hektare hutan serta lahan yang terbakar pada periode Januari hingga Juni 2023. Karhutla tersebut tercatat melepaskan 2,84 juta karbon dioksida yang dapat mengakibatkan terjadinya pemanasan secara global karena besar kemungkinannya berefek pada rumah kaca.
Selain itu, karhutla juga merupakan salah satu faktor yang dapat membahayakan nyawa manusia. Masyarakat di sekitar hutan bisa terkena infeksi saluran pernapasan atas, yang di antara gejalanya adalah batuk dan sesak napas yang bahkan sampai memicu gejala asma. Ditambah kabut asap dari karhutla dapat menyebabkan terhambatnya penerbangan, dikarenakan jarak pandang yang sangat terbatas serta dapat merusak habitat hewan-hewan di sekitarnya.
Karhutla Berulang, Kelalaian Penguasa Dalam Meri’ayah Kebutuhan Masyarakat
Sebagian besar masyarakat yang melakukan pembakaran hutan dan lahan untuk lahan perkebunan berawal dari dorongan ekonomi. Perekonomian yang sulit, susah mencari pekerjaan, serta PHK di mana-mana yang menjadi penyebab masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Sungguh memilukan! Di sisi lain, pemerintah seakan angkat tangan dalam memenuhi kebutuhan serta menjamin kesejahteraan masyarakat. Sehingga hal ini dapat mendorong orang-orang untuk melakukan apa saja, yang penting bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tidak perlu apakah pekerjaan itu berdampak baik atau tidak.
Dikutip dari riau.co.id, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia 99% penyebabnya merupakan ulah manusia sendiri sedangkan 1% nya merupakan hasil alam. “Antara lain, tidak sengaja karena buang putung rokok atau membakar sampah, disengaja karena ingin membuka lahan, dan disengaja karena dibayar. Alasannya ialah dampak kurangnya lapangan kerja,” kata Kepala BNPB, Doni Monardo di acara Rakor Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana Karhutla di Kantor Bupati Bengkalis.
Permasalahan utamanya ialah faktor ekonomi masyarakat yang kurang, ditambah kondisi kebutuhan hidup yang semakin mahal, pendapatan yang sedikit bahkan tidak ada, mengharuskan mereka untuk berpikir dan bekerja keras untuk mencari uang. Alhasil salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan lahan agar dapat meningkatkan komoditas perekonomian masyarakat seperti kopi, lada, terlebih-lebih lahan sawit.
Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Dr Sadino, SH, MH menjelaskan, lahirnya UU Cipta Kerja dan Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian permasalahan perkebunan kelapa sawit, di antaranya polemik mengenai izin lokasi, Hak Guna Usaha (HGU) dan kawasan hutan.
Pada masa kepemimpinan Presiden SBY telah terjadi pelepasan kawasan hutan seluas 2.312.603 hektare. Sedangkan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi telah terjadi pelepasan kawasan hutan sebanyak 619.357 hektare. (Sumber: Indonesia Daily, 01 Februari 2021). Alhasil karhutla berulang bukan semata-mata karena ulah individu tertentu yang membakar dan merusak hutan, melainkan karena kebijakan negara yang kapitalistik.
Pemerintah justru memberi hak milik hutan kepada para pengusaha untuk dijadikan perkebunan sawit untuk dikelola individu secara legal. Sehingga mengakibatkan terjadinya alih fungsi hutan yang sangat masif agar dapat dijadikan suatu lahan perkebunan sawit. Sehingga hal ini dapat berefek besar menimbulkan kerusakan lingkungan. Alhasil berbagai bencana alam marak terjadi, seperti karhutla, banjir, tanah longsor, dan lain-lain.
Berbagai kebijakan yang dicanangkan pemerintah tidak terlepas dari sistem ekonomi yang diterapkan yakni sekularisme kapitalisme. Sistem sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan yang menjadikan berbagai kebijakan tidak bersandarkan pada halal haram, sekalipun itu dampaknya sangat besar untuk kehidupan.
Saatnya Kembali kepada Sistem yang Ideal
Sekelumit pembahasan di atas seharusnya dapat membuat kita semua tersadar bahwas sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan dengan turunannya demokrasi sungguh telah menzalimi kita semua. Berbagai problem kehidupan yang terjadi juga termasuk karhutla yang terus berulang, tidak mampu diselesaikan secara tuntas atau menemukan solusi ampuh, yang ada kebijakan dan solusi yang ditetapkan hanyalah tambal sulam belaka.
Sistem yang rusak dan merusak manusia juga alam sudah selayaknya dicampakkan bahkan wajib untuk diganti. Maka untuk menggantikannya ialah dengan sistem yang ideal yakni sistem Islam. Karena hanya dengan sistem ini segala persoalan yang terjadi dapat diselesaikan dengan tuntas.
Sistem kehidupan yang islami hanya dapat diwujudkan dalam sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah. Khilafah merupakan sistem kepemimpinan dalam Islam. Khilafah juga merupakan suatu wadah yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh. Sehingga sangat mudah bagi masyarakat itu sendiri untuk menuju ketaatan secara hakiki. Sebagaimana visi penciptaan manusia di muka bumi yakni menjadi pemimpin serta hamba Allah.
Allah Swt berfirman:
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al Baqarah ayat 30)
Di dalam ayat-Nya yang lain :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Dzaariyat ayat 56)
Maka suatu kewajiban bagi umat manusia untuk kembali pada sistem ideal yakni sistem Islam dalam bingkai daulah Islam di bawah naungan khilafah agar dunia dan kehidupan kita semua penuh ridho dan keberkahan Allah Swt, Sang Pencipta dan pemilik nyawa.
Khilafah memiliki solusi jitu dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada termasuk masalah karhutla ini. Di antaranya yakni dengan cara melakukan langkah strategis seperti antisipasi melalui pemberian edukasi dalam tiap bidang, terkhusus di bidang kurikulum pendidikan yang akan membentuk kepribadian tiap warga negara selaras dengan karakter khalifah fil ‘ardh. Alhasil masyarakat yang hidup di sekitar hutan tidak akan ada keinginan untuk merusak hutan dan lahan demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Karena selain pemberian edukasi kepada masyarakat, khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah akan memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakatnya secara menyeluruh dan merata.
Khilafah juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam sehingga apapun bentuk pembangunan ekonomi tidak akan berjalan sesuai arahan kapitalistik, melainkan sesuai syariat Islam. Maka minim kemungkinan kerusakan alam dan karhutla itu terjadi atau berulang. Karena khilafah menjadikan hutan itu sebagai kepemilikan secara umum, bukan kepemilikan khusus yang bisa dikelola oleh individu tertentu yang memiliki kuasa, melainkan negara sendiri yang akan mengelolanya tanpa diserahkan pada instansi tertentu atau swasta.
Khilafah juga tidak akan tinggal diam dan akan menindak tegas ketika individu maupun instansi tertentu melakukan perusakan hutan serta oknum-oknum pemerintah yang tidak bertanggung jawab yang terbukti memberi akses yang berdampak besar pada kerusakan alam atau hutan. Maka sudah saatnya kita kembali dengan sistem Islam sehingga Indonesia bisa berkah dengan Islam kaffah. Allahuakbar!
Wallahu a’lam.