Oleh. Esnaini Sholikhah,S.Pd
(Pendidik dan Pengamat Kebijakan Sosial)
MuslimahTimes.com – Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan. Untuk itu kaum muslimin mana yang tidak ingin berkunjung ke Baitullah, untuk menginjakkan kakinya ke tanah suci Mekah. Bagi pemerintah Indonesia sendiri setiap tahunnya selalu memberangkatkan jemaah haji. Namun tahun ini beberapa persoalan terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Makkah. Seperti kekurangan makanan yang diakibatkan distribusi tidak merata, tidak adanya kendaraan pengangkut dan lain-lain. Jemaah haji reguler asal Indonesia mengeluhkan jatah makanan yang berulang kali terlambat didistribusikan, menu makanan yang “seadanya”, serta sempat terlantar selama tujuh jam tanpa makan dan minum akibat keterlambatan bis penjemputan. (BBC News Indonesia, Jumat, 30/06/2023)
Perlu ada mitigasi pengurusan haji agar ke depan tidak terulang lagi. Karena ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi kaum muslim. Oleh karenanya, pemerintah hendaknya memberikan pelayanan maksimal dan memfasilitasi warganya untuk melakukan ibadah haji. Agar para calon jemaah haji ini bisa lebih khidmat dan khusyuk dalam menjalankan ibadahnya, tanpa dibebankan masalah teknis lainnya. Penguasa yang amanah tentu akan membuat regulasi yang memudahkan warganya dalam beribadah. Misalnya, dengan memperbaiki pelayanan, menyiapkan fasilitas fasilitas yang dibutuhkan para jamaah mulai dari pemberangkatan hingga tiba di Mekkah.
Inilah konsep pengurusan negara dalam sistem kapitalisme. Karena paradigma kapitalisme hanyalah berlandaskan bisnis, untung dan rugi. Sehingga pengurusannya diserahkan pada pihak swasta, yang menjadikan negara berlepas tangan. Sistem kapitalisme juga menjadikan negara bersekat nasionalisme yang membuat umat tidak berada dalam kesatuan negara. Sehingga membuat pengelolaan ibadah haji semakin rumit. Seperti visa yang harus ada ketika ingin keluar ke negara lain.
Tentu ini berbeda jika umat berada dalam naungan Khilafah (sistem Islam). Islam memuliakan para calon jamaah haji dengan cara memberikan pelayanan terbaik karena mereka adalah tamu Allah. Dalam pelaksanaannya, ibadah haji merupakan salah satu dari syariat Islam. Maka negara wajib untuk mengurus penyelenggaraannya karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, sesuai sabda Nabi saw:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari)
Khilafah akan menghadirkan sosok pemimpin yang bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya. Sejarah telah menunjukkan betapa besar perhatian dan pelayanan yang diberikan para khalifah kepada jamaah haji dari berbagai negara. Mereka dilayani dengan sebaik-baiknya sebagai tamu-tamu Allah. Pelayanan itu dilakukan tanpa ada unsur bisnis, investasi atau mengambil keuntungan dari pelaksanaan ibadah haji.
Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh Khilafah dalam melayani para jamaah haji ini.
Pertama, Khalifah menunjuk pejabat khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan sebaik-baiknya. Mereka dipilih dari orang-orang yang bertakwa dan cakap memimpin.
Kedua: Jika negara harus menetapkan ONH (ongkos naik haji), maka nilainya tentu akan disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan oleh para jamaah berdasarkan jarak wilayahnya dengan Tanah Haram (Mekah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama pergi dan kembali dari Tanah Suci. Dalam penentuan ONH ini, paradigma negara Khilafah adalah ri’ayatu syu’un al-hujjaj wa al-‘ummar (mengurus urusan jamaah haji dan umrah). Bukan paradigma bisnis, untung dan rugi. Khilafah juga bisa membuka opsi: rute darat, laut dan udara. Masing-masing dengan konsekuensi biaya yang berbeda.
Ketiga, Khalifah berhak untuk mengatur kuota haji dan umrah. Dalam hal ini, Khalifah harus memperhatikan: (1) Kewajiban haji hanya berlaku sekali seumur hidup; (2) Kewajiban haji hanya berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Bagi calon jamaah yang belum pernah haji, sementara sudah memenuhi syarat dan berkemampuan, maka mereka akan diprioritaskan.
Keempat, Khalifah akan menghapus visa haji dan umrah. Pasalnya, di dalam sistem Khilafah, kaum Muslim hakikatnya berada dalam satu kesatuan wilayah. Tidak tersekat-sekat oleh batas daerah dan negara, sebagaimana saat ini. Seluruh jamaah haji yang berasal dari berbagai penjuru Dunia Islam bisa bebas keluar masuk Makkah-Madinah tanpa visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas, bisa KTP atau Paspor.
Kelima, Khalifah akan membangun berbagai sarana dan prasarana untuk kelancaran, ketertiban, keamanan dan kenyamanan para jemaah haji. Dengan begitu faktor-faktor teknis yang dapat mengganggu apalagi menghalangi pelaksanaan ibadah haji dapat disingkirkan sehingga istitha’ah amaniyah dapat tercapai.
Demikianlah kemuliaan ibadah haji dalam Khilafah. Umat bisa dengan mudah dan nyaman untuk berhaji setiap tahunnya. Karena negara bertanggung jawab penuh dan melayani umat dengan sepenuh hati karena ketakwaannya pada Allah Swt. Oleh karenanya, penyelenggaraan urusan haji tentu sangat membutuhkan kesatuan politik umat Islam, yaitu khilafah yang akan memudahkan sejumlah regulasi terkait haji dan memudahkan muslim sedunia untuk melaksanakan haji tanpa adanya persoalan teknis selama berlangsungnya ibadah haji.
Wallahu a’lam bisshowab.