
Oleh. Shafayasmin Salsabila
(Revowriter Indramayu, Kontributor Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–Gali lubang tutup lubang, pribahasa bagi kebiasaan orang yang sering berutang demi menutupi utang di tempat lain. Umumnya dilakukan karena motif ekonomi. Saat ini, kebanyakan lubang galian, tidak ditutup lagi. Ditinggal kabur karena tidak kuasa untuk menutupnya. Bunga pinjaman makin menggila. Kredit macet pun tidak terelakkan. Tapi herannya praktik ini malah semakin menjamur, kian diminati. Baik peminjam dan penyedia dana, seakan tak pernah jera.
Kita mengenalnya dengan pinjol atau pinjaman online, inovasi kredit berbasis jaringan. Transaksi pinjam meminjam ini dapat dilakukan tanpa harus bertemu langsung dengan pihak kreditur. Kemudahan yang ditawarkan, serta waktu pencairan cepat, menjadi “gula-gula”, membuatnya dikerubuti. Saat mendadak ada kebutuhan mendesak, pinjol hadir ibarat pangeran berkuda putih. Tapi sayang, sang pangeran menyembunyikan pedang diam-diam.
Terjadi beberapa kasus bunuh diri, diduga akibat terjerat pinjol. Salah satunya terjadi di Tulungagung, Jawa Timur, OS ditemukan tewas bunuh diri menggunakan benda tajam. Setelah diselidiki, OS berutang belasan juta pada sebuah aplikasi pinjol. Sebelum mengakhiri hidupnya, OS ditagih oleh debt collector. (disway. id, 18/6/2023)
Drama serupa pun menimpa Ganes (41), dua minggu sulit tidur, setelah pinjol masuk dan mengusik hidupnya. Bukan hanya merusak mimpi-mimpi malamnya, debt collector juga mengusik kerabat, keluarga terdekat, hingga atasannya. Teror memuncak lewat pesan blast berisi cacian ke seluruh kontak di ponselnya. Tak hanya itu, data pribadi Ganes pun tersebar, dan terancam diperjualbelikan. Lalu berujung pada keputusan Ganes untuk mundur dari pekerjaannya, karena tak kuat menanggung malu. (cnnindonesia.com, 12/9/2021)
OS dan Ganes, tak sendirian, masih ada ribuan korban jeratan pinjol, lainnya. Meski dampaknya semengerikan ini, pinjol malah makin gemuk. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Lembaga Penjamin dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menyebutkan, masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan pinjaman online atau pinjol semakin meningkat. “Pertumbuhannya masih double digit di angka 28,11 persen secara tahunan,” ungkap Ogi. (tempo.co, 6/7/2023)
Eksistensi pinjol bukan tanpa sebab. Tak hanya tekanan ekonomi, kebutuhan mendesak, ataupun modal usaha, namun saat ini, demi memenuhi gaya hidup beraroma hedon, tak sedikit yang rela berutang. Seperti untuk pembelian gawai keluaran baru, hunting baju paling happening, wisata ke tempat yang instagramable, dan ada juga demi membeli tiket konser. Dan pinjol, lagi-lagi menjadi pilihan.
Pinjol seakan tempat menggantung asa, dan menyambung napas. NoLimit Indonesia melaporkan hasil risetnya, bahwa alasan yang mendominasi kenapa masyarakat masih menggunakan jasa pinjaman online adalah untuk membayar utang lain yang sudah ada sebelumnya. Inilah fenomena gali lubang, tutup lubang di era digital.
Bagi sebagian orang, pinjol laksana buah simalakama. Tapi dalam pandangan Islam, jelas sedari awal, apa pun istilah yang digunakan, baik dilakukan secara daring atau luring, pinjam meminjam dengan disertai lebihan atau bunga terhukumi haram. Banyak ayat dan hadis terkait larangan dan celaan terhadap riba, salah satunya di dalam surat Al-Baqarah ayat 276, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”
Namun sayangnya, masyarakat tidak bisa membebaskan dirinya dari riba begitu saja, tanpa peran sentral dari negara. Jika melihat kembali sebab laris manisnya pinjol, yakni berutang untuk menutup utang. Kebanyakan utang pertama yang dilakukan adalah untuk pemenuhan kebutuhan mendesak, seperti biaya hidup sehari-hari, biaya pendidikan, atau biaya kesehatan. Juga kebutuhan akibat gaya hidup hedonis, materialistis. Mengejar kesenangan hidup, supaya tidak fomo (fear of missing out), mendapatkan pengakuan, decak kagum, dan sebagainya.
Maka jika negara mampu menstabilkan ekonomi masyarakat, dan mendidiknya dengan pola pikir visioner yang bersahaja, maka hilanglah motif untuk berutang, apalagi kepada pinjol dengan sistem ribawinya. Seperti standar dalam sistem Islam, yang mewajibkan negara untuk tunduk pada syariat Islam. Pertama, tidak akan dibiarkan berlangsungnya praktik riba, dengan bentuk apapun. Kedua, Islam akan mengharuskan negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan mendasar bagi seluruh warganya, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Ketiga, Islam juga mewajibkan negara memberlakukan sistem pendidikan berbasis akidah, sehingga akan terbentuk individu berkepribadian Islam, berorientasi akhirat. Dimana standar perilakunya bukan seputar kesenangan duniawi semata, tapi fokus hidupnya adalah rida Allah. Jika negara benar-benar ingin melindungi dan menyelamatkan warganya dari kesempitan hidup dunia-akhirat, maka memberlakukan aturan Allah, menjadi cara pembuktiannya. Pinjol pun tinggal sejarah.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.