Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt.
(Pemerhati Generasi dan Kebijakan Publik)
muslimahtimes.com – Masyarakat Islam adalah masyarakat yang kehidupannya dalam seluruh aspek menggunakan hukum syariat Islam kaffah. Aspek ekonomi, sosial-budaya, politik, hingga pertahanan dan keamanan negerinya, semua diatur dengan menggunakan perundang-undangan yang digali dari hukum syariat Islam. Masyarakat Islam bukanlah masyarakat yang seluruh penduduknya beragama Islam, namun dalam masyarakat Islam pun hidup beragam agama dan keyakinan. Ada Nasrani, Yahudi, Majusi, Hindu, Budha, dll. Namun interaksi warga masyarakat yang beragam dalam keyakinannya seluruhnya diatur dengan menggunakan hukum syariat Islam kaffah.
Jadi, indikasi sebuah masyarakat dikatakan sebagai masyarakat Islam adalah apabila masyarakat tersebut diatur oleh perundang-undangan yang digali dari hukum syariat Islam kaffah. Hal demikian telah dicontohkan sejak masa Rasulullah saw, para Khulafaur rasyidin hingga Kehilafahan Utsmani. Masyarakat yang dibangunnya disebut dengan masyarakat Islam atau yang biasa disebut sebagai umat Islam.
Sejarah telah memberikan bukti bahwa umat Islam adalah umat yang satu yang keseluruhannya tunduk pada perundang-undangan yang digali dari hukum syariat Islam kaffah, walaupun secara identitas keyakinan agamanya berbeda-beda. Betapa sayangnya Rasulullah saw pada umat Islam ini, hingga menjelang wafatnya, Baginda Rasul memanggil lirih umatnya dengan panggilan umatku…umatku…
Pernah dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa saat Rasulullah saw masih hidup, Baginda pernah menyuapi seorang Yahudi buta yang selalu menghardiknya. Namun, Rasulullah saw membalasnya dengan akhlak mulia, dengan selalu mengunjunginya dan menyuapinya dengan tangannya. Hingga suatu ketika saat Rasulullah saw wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq ra menggantikan Baginda menyuapi Yahudi buta tersebut. Namun tidak disangka Yahudi buta tersebut malah memuntahkan suapan makanan yang diberikan oleh Abu Bakar r.a.
Yahudi tersebut mengatakan jika orang yang menyuapinya pada hari tersebut bukanlah orang yang sama dengan orang yang menyuapinya sebelumnya. Lalu Abu Bakar r.a menjelaskan kepada Yahudi buta tersebut bahwa orang yang senantiasa menyuapinya telah tiada dan orang tersebut adalah Baginda Rasulullah saw. Maka menangislah seketika Yahudi tersebut. Ia menyesal melakukan tindakan tercela sebab selalu mencela Rasul saw, padahal Rasul saw selalu membalas celaannya dengan akhlak mulia. Dan pada akhirnya Yahudi tersebut masuk Islam.
Peristiwa ini sekaligus juga menunjukan bahwa di masa Rasulullah saw ada entitas Yahudi, entitas Nasrani dan lain sebagainya. Namun banyaknya entitas yang membangun masyarakat di Madinah tetap di sebut sebagai Umat Islam atau masyarakat Islam. Bukan dengan sebutan selainnya. Pun dengan masa Khulafaur Rasyidiin hingga kekhilafahan Utsmani. Walaupun dalam masyarakatnya memiliki banyak entitas keyakinan, namun masyarakatnya tetaplah disebut sebagai umat Islam atau masyarakat Islam, sebab peraturan perundang-undangan yang dipakai untuk mengatur interaksi diantara individu masyarakatnya di gali dari hukum syariat Islam kaffah.
Hukum syariat Islam kaffah yang digali dan dijadikan sebagai sumber untuk pembuatan perundang-undangan yang mengatur seluruh interaksi dalam seluruh aspek kehidupan manusia, telah mengatur seluruh aspek kehidupan umat, antara lain :
1. Aspek Ekonomi dan Muamalah
Peraturan perundang-undangannya dilandaskan pada penghalalan jual beli dan pengharaman riba. Maka transaksi ekonomi dilakukan dengan meninggalkan segala macam bentuk transaksi ribawi. Hal demikian digali dari perintah dan larangan Allah Swt dan Rasul-Nya saw.
Allah swt berfirman :
اَلَّذِيۡنَ يَاۡكُلُوۡنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوۡمُوۡنَ اِلَّا كَمَا يَقُوۡمُ الَّذِىۡ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيۡطٰنُ مِنَ الۡمَسِّؕ ذٰ لِكَ بِاَنَّهُمۡ قَالُوۡۤا اِنَّمَا الۡبَيۡعُ مِثۡلُ الرِّبٰوا ۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ؕ فَمَنۡ جَآءَهٗ مَوۡعِظَةٌ مِّنۡ رَّبِّهٖ فَانۡتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَؕ وَاَمۡرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِؕ وَمَنۡ عَادَ فَاُولٰٓٮِٕكَ اَصۡحٰبُ النَّارِۚ هُمۡ فِيۡهَا خٰلِدُوۡنَ
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS.Al-Baqarah : 275)
2. Aspek Sosial Budaya
Disandarkan pada perintah dan larangan dari Allah Swt dan Rasul-Nya, dilandasi pada larangan segala jenis dan macam perzinaan. Hal demikian digali dari perintah Allah swt dan Rasul-Nya.
Allah Swt berfirman :
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra : 32 )
3. Aspek Politik
Disandarkan pada perintah dan larangan dari Allah swt dan Rasul-Nya, yang melarang kaum muslimin untuk menyerahkan urusannya kepada orang-orang kafir.
Allah swt berfirman :
الَّذِيۡنَ يَتَرَ بَّصُوۡنَ بِكُمۡ ۚ فَاِنۡ كَانَ لَـكُمۡ فَتۡحٌ مِّنَ اللّٰهِ قَالُـوۡۤا اَلَمۡ نَـكُنۡ مَّعَكُمۡ ۖ وَاِنۡ كَانَ لِلۡكٰفِرِيۡنَ نَصِيۡبٌۙ قَالُـوۡۤا اَلَمۡ نَسۡتَحۡوِذۡ عَلَيۡكُمۡ وَنَمۡنَعۡكُمۡ مِّنَ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ ؕ فَاللّٰهُ يَحۡكُمُ بَيۡنَكُمۡ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ ؕ وَلَنۡ يَّجۡعَلَ اللّٰهُ لِلۡكٰفِرِيۡنَ عَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ سَبِيۡلًا
Artinya : “(yaitu) orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu. Apabila kamu mendapat kemenangan dari Allah mereka berkata, “Bukankah kami (turut berperang) bersama kamu?” Dan jika orang kafir mendapat bagian, mereka berkata, “Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang mukmin?” Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu pada hari Kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS. An -Nisa : 141).
4. Aspek Pertahanan dan Keamanan
Disandarkan dan digali dari perintah dan larangan dari Allah Swt dan Rasul-Nya. Untuk senantiasa mempersiapkan kekuatan yang dapat menggentarkan musuh.
Allah Swt berfirman :
وَاَعِدُّوۡا لَهُمۡ مَّا اسۡتَطَعۡتُمۡ مِّنۡ قُوَّةٍ وَّمِنۡ رِّبَاطِ الۡخَـيۡلِ تُرۡهِبُوۡنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمۡ وَاٰخَرِيۡنَ مِنۡ دُوۡنِهِمۡ ۚ لَا تَعۡلَمُوۡنَهُمُ ۚ اَللّٰهُ يَعۡلَمُهُمۡؕ وَمَا تُـنۡفِقُوۡا مِنۡ شَىۡءٍ فِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ يُوَفَّ اِلَيۡكُمۡ وَاَنۡـتُمۡ لَا تُظۡلَمُوۡنَ
“Dan dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizhalimi (dirugikan).” (QS. Al – Anfal : 60)
Demikianlah beberapa perintah dan larangan Allah Swt berupa ayat-ayat Al-Quran, yang dijadikan sebagai landasan hukum sehingga lahir perundang-undangan syariat yang dipakai dalam mengatur kehidupan masyarakat Islam, umat Islam, kaum muslimin. Mereka bersatu dibawah panji Rasulullah saw yang diteruskan oleh para khalifah setelahnya. Dan menjadikan masyarakat Islam sebagai masyarakat yang tangguh, berpengaruh dan mampu mempengaruhi hingga dalam pergaulan internasional.
Wallahu’alam.