Oleh. Ashaima Va
Muslimahtimes.com–Sungguh hidup di era mutakhir mesti memperbanyak stok kesabaran. Karena di tengah daya beli yang menurun, harga-harga kebutuhan merangkak naik. Semakin ke sini semakin mahal saja harga barang kebutuhan pokok. Dari minyak goreng, BBM, listrik, bahkan sampai beras.
Contohnya sejak Agustus 2022 lalu harga beras merangkak naik dan enggan turun. Gap harga bertambah dibandingkan tahun sebelumnya, harga beras bulan september tahun ini naik 13,78% dibandingkan September 2022. (CNBCNews, 6/9/2023).
Begitu pula sebagai petani, tantangan mereka tak hanya musim kemarau yang ekstrem, tapi juga sulitnya memperoleh pupuk bersubsidi. Harga pangan dan kebutuhan pokok yang tinggi juga sulitnya memperoleh pupuk yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan negeri ini. Pelayanan pemerintah menjadi barang mewah, karena pemerintah seperti cuci tangan menyerahkan pada swasta yang profit oriented.
Biang Keladi
Naiknya bahan-bahan pokok dari mulai BBM dan listrik, tak terkecuali beras sesungguhnya merupakan efek domino dari kebijakan yang diterapkan negeri ini. Saat terjadinya krisis pada tahun 1997-1998 Indonesia dengan patuhnya menerapkan resep dari IMF dengan menerapkan Konsensus Washington. Akibatnya peran negara sebagai motor ekonomi tergeser menjadi kebijakan berorientasi pasar (market-oriented policies). Liberalisasi perdagangan dengan dibukanya kran impor dan menghilangkan hambatan tarif dan nontarif, privatisasi badan-badan usaha milik negara, dan meluasnya investasi asing adalah pintu bagi negeri ini masuk ke dalam jebakan liberalisasi dan privatisasi.
Formula ini pada akhirnya membawa urusan pangan kepada pasar serta mekanisme perdagangan pertanian yang ditentukan oleh perdagangan bebas. Sehingga negara dikooptasi menjadi antek perdagangan bebas dan melakukan liberalisasi terhadap sesuatu yang seharusnya menjadi state obligation pada rakyat.
Kemudahan regulasi bagi terbukanya privatisasi yang berujung monopoli atau kartel di sektor pangan didukung pula oleh perundang-undangan. Sehingga perusahaan besar dengan mudah mengalahkan pertanian rakyat. Diantaranya perundang-undangan tentang PMA UU PMA No.11 tahun 2020, UU No.17 tahun 2019 tentang sumber daya air, UU No. 39 tahun 2014 tentang perkebunan, dan UU No.25 tahun 2007 tentang penanaman modal.
Islam Menyolusi dengan Tuntas
Dalam Islam Penguasa sebagai pemimpin bertugas mengurusi atau me-riayah rakyat. Hubungan penguasa dengan rakyat adalah hubungan melayani bukan hubungan bisnis. Maka sebagai bagian dari ketakwaan, penguasa akan bersungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan bagi rakyatnya. Dalam Islam politik pertanian yang dijalankan oleh negara Islam ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanian. kebijakan, yairu mencakup hal sebagai berikut:
1. Sektor produksi pertanian
Kebijakan di sektor produksi ditujukan untuk menjamin ketersediaan pangan. Melalui program intensifikasi dan Ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi ditempuh dengan menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan berkualitas serta menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien di kalangan petani. Dalam menjamin hal itu negara harus menyediakan modal secara gratis bagi yang tidak mampu agar mereka dapat mengolah lahan yang dimilikinya.
Adapun ekstensifikasi dilakukan untuk mendukung perluasan lahan pertanian. Masyarakat akan didorong untuk menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ
“Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR al-Bukhari)
Selain itu, negara pun akan memberikan tanah secara cuma-cuma (I’tha’) kepada orang yang mampu dan mau bertani namun tidak memiliki lahan pertanian atau memiliki lahan pertanian yang sempit. Hal itu ditunjukkan oleh kasus Bilal Al Muslim yang telah diberikan secara cuma-cuma oleh Rasulullah.
2. Kebijakan di sektor industri pertanian
Sektor industri pertanian negara hanya akan mendorong berkembangnya sektor riil saja, sedangkan sektor non riil yang diharamkan tidak diberi kesempatan untuk berkembang. Seluruh pelaku ekonomi akan diberlakukan sama, tidak ada yang diberi hak-hak istimewa dalam bentuk apapun kepada pihak-pihak tertentu baik Hak monopoli atau pemberian fasilitas khusus. Negara hanya mengatur jenis komoditas dan sektor industri apa saja yang boleh atau tidak boleh, selanjutnya seleksi pasar akan berjalan seiring dengan berjalannya mekanisme pasar.
3. Kebijakan di sektor perdagangan hasil pertanian
Pada sektor perdagangan negara harus menetapkan berbagai kebijakan yang menjamin terciptanya distribusi yang adil melalui mekanisme pasar yang transparan. Tidak boleh ada manipulasi, intervensi, dan penimbunan yang dapat membuat rakyat susah. Ada beberapa kebijakan yang harus ditempuh agar industri pertanian dapat tumbuh dengan baik, yaitu:
Pertama, Negara harus menjamin agar mekanisme harga komoditas pertanian dan harga komoditas hasil industri pertanian dapat berjalan secara transparan dan tanpa ada manipulasi. Rasulullah ﷺ bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّلَقِّي وَأَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ
”Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang menyongsong (mencegat kafilah dagang sebelum sampai di pasar) dan juga melarang orang orang kota menjual kepada orang desa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini dimaksudkan agar tidak ada pihak-pihak yang memanfaatkan ketidaktahuan pihak lain untuk mendapatkan harga murah.
Kedua, negara harus menjamin harga yang terbentuk secara wajar berdasarkan mekanisme pasar. Negara hanya akan mengawasi terbentuknya harga berdasarkan permintaan dan penawaran yang didasari saling rida.
Ketiga, negara harus dapat mencegah terjadinya berbagai penipuan dan penimbunan yang sering terjadi dalam perdagangan baik yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli. Sehingga rakyat mendapatkan jaminan kemanan dalam tiap muamalah yang dilakukan.
Demikianlah mekanisme holistik dari Islam dalam menerapkan Politik pertaniannya. Dengan pengaturan seperti itu swasembada pangan bukanlah mimpi karena ada institusi negara yang bekerja dengan penuh ketakwaan dalam mengurusi rakyatnya. Pilihan ada di tangan umat setelah sebelumnya mereka tersentuh dengan dakwah Islam, mau memilih kapitalisme si tamak atau sistem Islam yang penuh keberkahan. Wallahu a’lam bish shawab.