Oleh. Intan H.A
(Pegiat Literasi)
Muslimahtimes.com–Aroma pesta demokrasi semakin mencuat. Para kandidat bakal calon presiden dan bakan calon wakil Presiden mulai melakukan manuver-manuver politiknya. Masyarakat pun diimbau agar tidak terkecoh dan salah dalam memilih sosok pemimpin. Hal ini pun turut disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholis Qoumas.
“Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah-belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih,” kata Menag Yaqut di Garut, Jawa Barat, Ahad (3/9/2023).
Selain itu, Menag pun mengingatkan, “Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok,” ujarnya.
Ia pun melanjutkan, “Kita lihat calon pemimpin kita ini, pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingan atau tidak, kalau pernah jangan dipilih!” (Republika.com, 4/9/2023)
Pernyataan Menag sungguh sangat disayangkan. Membenturkan urusan politik dengan agama merupakan kedangkalan berfikir. Bagaimana mungkin memisahkan urusan politik dari agama, padahal keduanya bagian yang terintegrasi. Memisahkan politik dari agama hanya akan menciptakan kekuasaan yang menghalalkan segala cara. Sehingga sebuah kekeliruan ketika mengharapkan kebaikan terwujud, namun faktor yang menciptakannya malah dikesampingkan.
Sudah menjadi mafhum bahwa paradigma sekuler akan menggiring para politisi untuk menjauhkan agama dari aktivitas politiknya. Politisi yang telah tersusupi pemikiran Barat akan menganggap bahwa kehadiran agama hanya akan menghalang-halangi kepentingan mereka.
Sehingga lahirlah para politisi yang ketika diberikan amanah kekuasaan, sangat bersebrangan antara perkataan maupun perbuatannya. Mereka tidak mampu menghadirkan solusi atas pelbagai masalah yang menghimpit rakyatnya. Alih-alih memberikan solusi, para penguasa sekuler ini malah melontarkan ucapan-ucapan yang tidak mencerminkan watak seorang pemimpin.
Ibnu Taimiyah pernah berkata, “Jika kekuasaan terpisah dari agama atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya perkataan manusia akan rusak.” (Majmu al-fatawa, 29/394)
Lantas, bagaimana bisa mewujudkan persatuan diantara umat, jika lisan saja tidak mampu dijaga?
Menilik lebih dalam makna politik yang sesungguhnya, politik adalah aktivitas mengurusi urusan umat baik di dalam maupun luar negeri dengan syariat Islam.
Allah Swt berfirman;
“Dan kami turunkan kitab (Al-Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.” (TQS. An Nahl: 89)
Ayat ini mengindikasikan bahwa Islam hadir bukan semata-mata untuk agama ritul belaka, tetapi juga sebagai agama politik. Imam Ghazali menuturkan bahwasannya relasi Islam dan kekuasaan itu saling menopang. Dimana politik Islam memiliki dua aspek, yakni kepemimpinan dan sistem.
Sifat Rasulullah yang terdiri dari shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah, yang kemudian hari dijadikan karakter seorang pemimpin. Sedangkan sistem aturannya sendiri tidak lain adalah Al-Quran dan Sunnah. Al-Qur’an berisi aturan, sistem pemerintahan, pendidikan, budaya, ekonomi, kehidupan sosial, dll. Sehingga menggabungkan antara agama dan politik merupakan sebuah konsep sangat ideal dalam menjalankan amanah kekuasaan.
Bahkan tidak sedikit ilmuwan Barat yang mengakui baiknya sistem politik Islam. Di antaranya adalah Michael H.Hart, ia mengatakan, “Kesatuan tunggal yang tidak ada bandingannya di dalam mempengaruhi sektor keagamaan dan duniawi secara bersamaan merupakan hal yang mampu menjadikan Muhammad saw layak dianggap sebagai sosok tunggal yang memengaruhi sejarah umat manusia. Andaikan Muhammad hidup hari ini maka dia akan bisa menyelesaikan semua masalah di dunia ini.”
Pernyataan yang disampaikan oleh ilmuwan Barat ini mengonfirmasi bahwa Islam memang sangat erat hubungannya dengan politik dan kekuasaan. Dengan demikian, menjauhkan Islam dari aktivitas politik adalah sebuah kekeliruan yang mesti diluruskan. Sebab, sejarah telah mencatat kurang lebih 1.300 tahun lamanya Islam memimpin dunia mampu mewujudkan peradaban yang gemilang, yang tidak dapat diwujudkan oleh sistem mana pun selain sistem Islam.*
Wallahu’alam