Oleh. Novitasari (Muslimah Brebes)
Muslimahtimes.com–Kasus perundungan kembali viral di media sosial. Kali ini kasus perundungan terjadi di SMP 2 Cimanggu Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Penganiayaan brutal yang dilakukan oleh MK (15 tahun) kepada FF (14 tahun) membuat korban mengalami cedera yang cukup parah. Kasat Reskrim Polresta Cilacap Kompol Guntar Arif Setiyoko menuturkan, dari hasil Rontgen di RSUD Majenang tulang rusuk kiri korban mengalami patah tulang. (www.detiknews.com)
Tak hanya di Cilacap, kasus perundungan pun terjadi di SD kawasan Petukangan Utara, Pesanggrahan Jakarta Selatan. Diduga karena tidak tahan terus-terusan dirundung oleh temannya, seorang siswi berinisial SR kelas 6 SD nekat melompat dari lantai 4 gedung sekolahnya. Ini bukanlah kali pertama terjadi di Indonesia. Pasalnya tiap tahun kasus perundungan di lingkungan sekolah selalu ada bahkan jumlahnya terus bertambah.
Ada begitu banyak faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan perundangan tersebut, diantaranya faktor keluarga. Seperti abainya orang tua terhadap keberadaan anak, orang tua yang terlalu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing sehingga minim kebersamaan dengan anggota keluarga lainnya. Hubungan keluarga yang tidak harmonis, sehingga lahirlah anak yang butuh kasih sayang dan mencari perhatian di luar rumah.
Selain itu, dalam dunia pendidikan pun, aktivitasnya hanya fokus pada bidang akademik saja, kurikulum yang ada hanya melahirkan generasi-generasi yang mempunyai nilai akademik tinggi namun minim akhlak terhadap sesamanya. Senior menindas junior, yang kaya menindas yang miskin. Pun dengan semakin pesatnya dunia digital saat ini, konten-konten kekerasan kian marak baik dalam game online, kartun, ataupun tontonan anime dan sebagainya. Banyak konten yang menyuguhkan adegan kekerasan dan berbahaya namun justru aksesnya sangat mudah di akses dan di mainkan oleh anak-anak.
Meskipun telah banyak pakar yang mengingatkan bahaya game online, namun negara justru mendukung keberadaan game online tersebut karena keberadaannya dapat meningkatkan benefit ekonomi. Itulah negara yang hanya fokus pada keuntungan materi, dan abai terhadap akhlak anak bangsa. Bahkan negara tidak menjadikan agama sebagai landasan dalam menentukan kebijakan. Sehingga lahirlah kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Itulah buah dari diterapkannya sistem sekularisme saat ini. Sistem sekularisme ialah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem sekularisme, agama hanya dijadikan sebagai hiasan semata. Agama tak lagi dijadikan sebagai pedoman hidup. Alhasil, lahirlah individu-individu yang liberalisme. Yaitu menjadikan seseorang bebas untuk berbuat dan bertindak sesuka hati tanpa terikat dengan aturan agamanya sendiri. Sehingga ia akan hilang arah bahkan tak tau tujuan hidupnya sendiri.
Miris memang melihat fakta generasi penerus bangsa saat ini. Aksi mereka tidak lagi mencerminkan sikap empati. Potret remaja kian buram dari hari ke hari. Jauh berbeda ketika yang menjadi landasan utama dalam menapaki kehidupan ialah sesuai dengan aturan agama. Ketika syariat Islam menjadi patokan dalam perbuatan tentu segala sesuatu akan disandarkan lagi pada hukum Islam. Apakah ia wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram.
Dalam Islam ada sosok suri teladan terbaik, Dialah Rasulullah saw. Ia mengajarkan kita untuk berbuat baik terhadap sesama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”
(HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’, No. 3289)
Rasulullah merupakan contoh suri teladan yang memiliki kesempurnaan akhlak. Sebagai seorang muslim tentu kita wajib untuk mengikuti dan mencontoh beliau. Selain itu, ketika sistem Islam di terapkan dalam semua lini kehidupan, akan ada aturan dalam membangun sebuah keluarga. Dimana keluarga harus di bangun di atas fondasi akidah yang kokoh, karena dengan akidah yang kuat akan melahirkan individu-individu yang paham akan syariat. Seorang ibu akan mampu menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya, pun seorang ayah akan mampu menjadi teladan bagi istri dan anak-anaknya.
Sistem pendidikan pun akan berbasis akidah Islam. Ketika yang menjadi patokan adalah syariat Islam maka sistem pendidikan pun akan fokus pada pembentukan Syakhsiyah Islam (Kepribadian Islam). Sehingga para pendidik akan memastikan anak didiknya mempunyai pola pikir dan pola sikap islami, sehingga interaksi akan terjaga dan kebaikan akhak akan tercermin nyata.
Begitu pula dengan negara, jika syariat Islam diterapkan maka negara pun akan mengawasi, mengontrol dan menjaga agar masyarakat tidak teracuni dengan segala bentuk tayangan dan tontonan yang justru akan meracuni masyarakat. Negara akan membasmi atau menutup akses jika ada tayangan ataupun tontonan yang dapat memicu terjadinya kekerasan atau perundungan. Meskipun kehadirannya itu mempunyai nilai benefit ekonomi yang tinggi. Karena negara akan fokus pada perbaikan generasi, bukan justru menumpuk nilai ekonomi.
Kasus perundungan akan hilang, jika akarnya dicabut dari kehidupan. Dan akar dari kasus ini ialah diterapkannya sistem kehidupan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga satu-satunya solusi hakiki yang dapat memperbaiki generasi dan menjadi solusi bagi setiap problematika kehidupan ialah dengan kembali menerapkan semua aturan Islam dalam semua lini. Tak ada pilihan lain, tegakkan Islam solusi hakiki. Wallahu a’lam