Oleh. R. Nugrahani
Muslimahtimes.com–Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi besar yang mengandalkan beras sebagai bahan makanan pokok. Karena itulah untuk menanggulagi efek dari adanya krisis pangan, maka pemerintah mengadakan program bansos (bantuan sosial) beras. Program ini merupakan salah satu program bantuan yang dicanang oleh pemerintah dan telah berlangsung beberapa tahap. Program penyaluran bansos beras ini dilakukan sebagai bentuk upaya konkret pemerintah dalam rangka membantu masyarakat yang terdampak adanya krisis pangan.
Tahap I dari penyaluran bansos beras ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2023. Bantuan yang seharusnya diberikan hingga bulan Mei, harus mundur hingga di bulan berikutnya. Pada tahap II, penyaluran bansos beras sudah digelontorkan pada bulan September hingga November 2023. Namun, penyaluran tersebut diperpanjang hingga bulan Desember 2023 dikarekanan efek El Nino. (tempo.co, 25/10/2023)
Bahkan efek El Nino yang terjadi di Indonesia mengakibatkan beberapa daerah mengalami gagal panen. Kekeringan menyebabkan pola tanam yang biasanya akan panen di bulan Desember menjadi tidak menentu. Bahkan pemerintah menambahkan penyaluran bansos berupa beras, telur, dan daging ayam hingga Desember 2023 sebagai antisipasi krisis pangan di akhir tahun hingga awal 2024.
Karena itulah, Kementrian Keuangan telah menyiapkan anggaran tambahan untuk penyeluran bansos beras yang diperpanjang hingga bulan Desember 2023 sebesar Rp2,67 triluin. Demikian Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan dalam konferensi pers APBN KiTa. (antaranews.com, 29/10/2023)
Evaluasi dan Pembaruan Data
Pada bantuan tahap III di bulan Desember 2023, pihak Bapanas Bersama dengan Ombudsman RI, Perum Bulog ID Food, Satgas Pangan Polri, serta tujuh dinas provinsi akan melakukan evaluasi terhadap penyaluran bantuan pangan atau bansos beras. Penyaluran bantuan ini akan dibagikan di tujuh provinsi, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Menurut Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas, Rachmi Widiriani, ada tiga aspek yang mendasari dalam evaluasi dan pembaruan data penerima bansos beras. Antara lain, pemutakhiran data dari penerima bansos, kualitas bansos, dan mekanisme penggantian.
Berdasarkan pemutakhiran data tersebut, terjadi pengurangan jumlah penerima bansos beras untuk tahap III. Validasi dari kementrian sosial tercatat adanya perubahan data dikarenakan penerima bansos meninggal dunia, pindah lokasi, dan dianggap telah mampu. Jumlah penerima bansos beras yang tadinya berjumlah 21,35 juta menjadi 20,66 juta. (antaranews.com, 29/10/2023)
Tidak Menyejahterakan
Sekilas adanya berbagai program bantuan sosial yang dicanangkan pemerintah seolah bagaikan angin segar bagi masyarakat, khususnya yang mendapatkan dana bantuan. Selain itu seolah menunjukkan bahwa betapa pedulinya pemerintah dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini memang sedikit melegakan. Ya, bahkan sangat sedikit. Sebab mulai dari awal adanya program bantuan hingga sekarang ini, tak sedikit masyarakat yang menerima penyaluran bansos ternyata merupakan masyarakat yang secara keseharian bisa dikategorikan mampu. Namun, banyak juga masyarakat dari kalangan yang tidak mampu justru tidak menerima bantuan sosial apa pun.
Program bantuan sosial apa pun bentuknya yang diberikan pemerintah kepada masyarakat kategori miskin, seolah memang sangat membantu meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Namun, hal tersebut hanyalah bersifat temporer. Pun demikian pada bansos pangan. Tidak bersifat berkelanjutan. Bagaimana di bulan-bulan yang mereka tidak mendapatkan bansos beras?
Pemerintah harusnya menyiapkan program yang berkelanjutan dan dapat dirasakan semua lapisan masyarakat. Karena itulah memang tugas yang seharusnya diemban oleh pemerintah, yaitu menyejahterakan masyarakatnya.
Masalah Utama
Persoalan utama dari efek bansos beras maupun bansos dalam bentuk lainnya, sejatinya bisa kita runut berdasarkan kebijakan pemerintah yang berlandaskan atas sistem perekonomian kapitalisme. Dalam sistem ini, peran pemerintah hanya sebagai regulator saja. Negara tidak memiliki fungsi dalam penjaminan kesejahteraan masyarakat.
Keberadaan bansos beras hanyalah solusi tambal sulam saja. Oleh karenanya, solusi menyejahterakan masyarakat tidak bisa dilandaskan pada sistem ekonomi kapitalisme. Negara harus meninggalkan sistem ini karena hanya menjadikan masalah tetap menjadi masalah tanpa penyelesaian tuntas.
Islam Menjamin Kesejahteraan
Dalam Islam, fungsi utama pemerintah sekalu pengelola negara adalah memenuhi kebutuhan pokok masyarakat secara baik. Memenuhi kebutuhan mendasar yang berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, maupun keamanan. Dipenuhinya dengan cara yang mudah, murah, bahkan jika bisa diberikan secara gratis di semua kalangan masyarakat.
Inilah prinsip mendasar dalam Islam terkait kepengurusan rakyat. Melayani kebutuhan mendasar yang ada dalam masyarakat secara optimal. Memastikan bansos yang beredar di masyarakat disalurkan tepat sasaran dengan adanya pengawasan dari hulu hingga hilir hingga pada penyaluran bansos.
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya penerapan sistem kapitalisme telah menihilkan peran negara. Hanya dengan penerapan aturan Islam secara kaffahlah peran negara bisa dilangsungkan secara optimal. Karena landasan negara adalah keimanan danketakwaan kepada Allah Swt. Dengan demikian akan terwujudlah sistem Islam rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bishawab.