Oleh. Helmiyatul Hidayati
(Blogger Profesional)
Muslimahtimes.com–Sebuah ungkapan tanpa asal menyatakan, “Semua adil dalam cinta dan perang” ternyata tak hanya ada dalam dialog drama namun ternyata juga ada di kehidupan nyata. Telah lama Palestina membara, darah tak pernah kering di sana. Pun perjuangan tak pernah surut ketika itu tentang mempertahankan tanah kaum muslimin dari penjajahan Zionis Yahudi.
Sejak awal Oktober kemarin, dimana Hamas memulai serangan untuk melumpuhkan Israel yang telah menjajah selama lebih dari 70 tahun. Telah terjadi pergolakan dan serangan balik dahsyat yang dilakukan oleh penjajah Zionis Yahudi. Tidak kurang dari 8.100 jiwa telah wafat dan 20.242 orang lainnya terluka. Jumlah yang sangat besar karena kita membicarakan tentang nyawa manusia.
Terlebih Islam, memiliki perhatian khusus terhadap keselamatan jiwa, seperti yang telah Allah firmankan dalam QS. Al Maidah : 32 yang artinya, “… Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya…”
Jangankan berharap Zionis Yahudi memiliki rasa kemanusiaan. Mereka, dengan berani, gamblang dan tanpa malu menunjukkan kepada dunia pelanggarannya terhadap hukum kemanusiaan internasional yang menetapkan perilaku dan tanggung jawab negara yang berperang.
Zionis melakukan serangan ke kompleks rumah sakit Al Ahli Arab di Gaza Tengah dan menewaskan 300 orang di sana. Tidak lama setelah itu, serangan juga terjadi di dekat RS Shifa, RS terbesar di Gaza dengan lebih banyak pengungsi. Serangan juga terjadi di dekat RS Indonesia dan bahkan menewaskan seorang relawan di sana.
Serangan terhadap rumah sakit dan atau kompleks rumah sakit merupakan kejahatan perang dan melanggar hukum kemanusiaan internasional (HHI – Hukum Humaniter Internasional) pertama, kedua, ketiga dan keempat. Aturan dasar HHI yang pertama menyatakan, pihak yang tidak berperang atau tidak mengangkat senjata atau non kombatan harus dijauhkan di arena tempur dan korban luka harus diusahakan seminimal mungkin (Kemenag.go.id).
Aturan dasar HHI kedua, menyatakan bahwa yang dapat dijadikan sasaran serangan dalam pertempuran hanyalah objek militer. Aturan dasar HHI ketiga menyatakan, setiap serangan dalam operasi militer harus didahului dengan memastikan bahwa serangan tidak akan menyebabkan korban luka dan kerusakan yang parah. Aturan dasar HHI keempatmenyatakan, konflik bersenjata harus dibedakan antara kombatan (pihak-pihak yang terlibat selama perang) dan warga sipil.
Zionis jelas tidak mematuhi ini karena menyerang kompleks rumah sakit yang seharusnya sudah jelas bukan merupakan arena perang. Juga, jangankan meminimalkan korban luka, korban meninggal sudah jelas tak terhitung lagi. Di antara korban itu sebagian besar justru adalah anak-anak, wanita dan tua renta. Tercatat dari tanggal 7-31 Oktober ada 40 petugas kesehatan yang menjadi korban serangan Zionis, mereka terdiri dari para dokter dan doktor, dokter gigi, perawat dan mahasiswa kesehatan yang jelas-jelas bukanlah objek militer atau prajurit yang mengangkat senjata.
Human Rights Watch telah melakukan verifikasi bahwa Zionis melakukan penyerangan dengan menggunakan fosfor putih pada tanggal 10 dan 11 Oktober di pelabuhan kota Gaza dan dan dua lokasi pedesaan di perbatasan antara Palestine dan Lebanon (hrw.org).
Fosfor putih memiliki efek pembakar yang hebat yang dapat membakar orang, bangunan, ladang dll. Fosfor putih menyala karena gesekannya dengan oksigen, bila mengenai manusia, akan bisa membakar hingga tulang dan daging. Fosfor putih memperburuk luka hingga bisa menyebabkan kegagalan organ. Luka yang dibalut bahkan bisa muncul kembali ketika balutan dibuka dan terkena oksigen. Fosfor putih juga bisa dengan mudah membakar rumah-rumah. Penggunaan fosfor putih pada daerah yang padat penduduk jelas menempatkan warga sipil dalam keadaan antara hidup dan mati.
Penggunaan fosfor putih jelas merupakan kejahatan perang dan pelanggaran terhadap aturan dasar HHI yang kelima, yang memberi pembatasan berupa larangan yang menyebabkan penderitaan yang tidak sepatutnya. Aturan dasar kelima ini berisi larangan menggunakan racun, peluru, senjata biologi dan lainnya.
Di Mana Seharusnya Posisi Indonesia?
Bagi Zionis dan komplotannya, selama genosida di Palestina bisa dilaksanakan, maka segalanya adalah adil. Sehingga meskipun jelas-jelas Zionis melakukan kejahatan perang dan melanggar hukum humaniter internasional yang telah mereka sepakati sendiri, tetap tidak ada tindakan tegas untuk menghentikan Israel, tak jarang bahkan masih ada yang mendukung golongan biadab ini.
Amerika Serikat memberikan bantuan sebesar 14,3 miliar dollar dimana 10,6 miliar dollarnya adalah untuk pertahanan udara dan rudal, sementara sisanya adalah untuk perusahaan pertahanan dan pemasok (cnnindonesia.com).
Arab Saudi di tengah gentingnya keadaan di Palestina, justru mengadakan konser megah dengan mendatangkan banyak artis Barat. Tidak tanggung-tanggung, ada lebih dari 33 pertunjukan dan konser yang akan berlangsung pada Riyadh Season kali ini, yang merupakan festival perayaan olahraga dan hiburan di Arab.
Para pemimpin negara muslim lain juga hanya bisa mengecam dan memberikan bantuan kemanusiaan, padahal yang sangat dibutuhkan oleh penduduk tanah Syam adalah bantuan militer seperti yang dilakukan Amerika Serikat untuk Israel.
Indonesia memang mengirimkan bantuan kemanusiaan, namun itu bukanlah solusi untuk Palestina. Indonesia mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 jika tidak membantu Palestina. Dalam pembukaan UUD 45 disebutkan, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan..”
Seharusnya pembukaan UUD 45 ini merupakan komitmen agar Indonesia turut dalam pembentukan perdamaian dunia. Namun hal ini hanya akan menjadi wacana, selama sistem kehidupan kita adalah sekuler-kapitalisme dan tersekat-sekat dalam negara bangsa. Mustahil mengakhiri penjajahan zionis lewat jalur politik dan perundingan.
Jauh sebelum ini, Islam telah memberikan solusi agar tercapai kemerdekaan bagi bangsa-bangsa yang terjajah, yakni dengan persatuan umat Islam dalam satu komando kepemimpinan dan menerapkan hukum Allah secara sempurna di segala bidang, termasuk aspek politik luar negeri. Palestina hanya akan dibebaskan dengan komando jihad fi sabilillah yang hanya bisa terwujud saat kita menyingkirkan cara hidup ala kapitalisme dan beralih ke cara hidup Islam kaffah.
Wallahu a’lam bisshawab..