Oleh: Diana D. Sandhina
muslimahtimes.com – Aksi brutal dan kebiadaban yang dilakukan Zionis Israel terhadap warga Gaza, Palestina seolah tanpa ampun dan membabi buta. Jumlah korban mengalami kenaikan yang signifikan. Data terbaru Kementerian Kesehatan Gaza menyebutkan, 11.500 orang telah tewas karena serangan Zionis Yahudi. (CNBC, 17/11/2023)
Hampir di setiap penjuru belahan dunia, dilakukan aksi protes terhadap aksi pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Gaza, Palestina. Ribuan bahkan jutaan manusia dari multietnis, agama, ras, dan bangsa menyatakan sikap yang sama.
Lebih dari 100 staf Kongres AS pun melakukan aksi mogok kerja untuk menuntut gencatan senjata. Para staf berjaga di depan gedung US Capitol dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “tidak lagi nyaman untuk berdiam diri“. Meski demikian, dengan dukungan dari pemerintah Amerika Serikat, tetap saja aksi keji dan biadab Zionis Israel terus berlangsung hingga saat ini.
Upaya Boikot Produk Zionis
Beberapa waktu lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram terhadap aktivitas pembelian produk Israel yang dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap warga Palestina. Akan tetapi, hal ini justru menimbulkan pro kontra di tengah-tengah umat. Ada yang mencibir, tetapi ada juga yang sampai mengharamkan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel.
Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas mengatakan, MUI tidak mengeluarkan fatwa haram untuk produk yang terafiliasi dengan Israel. Namun, MUI mengharamkan tindakan mendukung Israel yang saat ini terus menjajah Palestina. (Republika, 15/11/2023). Akan tetapi, aktivitas boikot tersebut akan lebih efektif apabila yang melakukan adalah negara selaku pemilik kedaulatan. Tidak cukup jika dilakukan oleh individu semata sebagaimana saat ini.
Meski seruan boikot dan penggalangan dana sudah diupayakan segala rupa oleh kaum muslim di seluruh dunia, demi menolong penduduk Gaza, Palestina, tetapi hal itu tidak cukup tanpa ada dukungan militer dari negeri jiran sesama muslim. Para pemimpin di negeri-negeri muslim seolah tutup mata melihat saudara seakidah dibantai oleh Zionis Israel. Aksi yang mereka lakukan tidak lain hanya mengutuk atau mengirimkan bantuan logistik, tidak lebih.
Nasionalisme, Menghalangi Kesatuan Umat
Lantas, mengapa sampai hati para pemimpin di negeri-negeri muslim enggan memberi bantuan secara militer terhadap warga Gaza, Palestina? Tidak lain karena adanya penyakit nasionalisme di tengah-tengah umat. Setelah runtuhnya Daulah Turki Utsmaniyah pada tahun 1924, kaum muslim dipecah menjadi beberapa bagian hingga mencapai lebih dari 50 negeri.
Dengan terpecahnya kaum muslim menjadi beberapa bagian tersebut, telah mati pula rasa senasib sepenanggungan dengan saudara seakidah. Ibarat tubuh yang terpotong, meski ada anggota tubuh yang sakit, anggota tubuh yang lain tidak ikut merasakan sakit yang sama.
Ciri khas nasionalisme bersifat lokal dan temporer. Saat suatu negeri itu kondisinya aman dan terkendali, maka warga negara tidak akan muncul rasa nasionalisme. Di sisi lain, nasionalisme baru ada manakala ada ancaman terhadap suatu negeri.
Pun demikian yang menghinggapi kaum muslim saat ini. Bagi warga selain Palestina, dia tidak akan merasa bahwa Palestina merupakan bagian dari dirinya. Palestina dianggap sebagai warga negara lain, sikap masa bodoh dan merasa bukan tanggung jawab dirinya telah ditampakkan oleh para pemimpin di negeri-negeri muslim.
Ummatan Wahidatan
Rasulullah saw. bersabda,
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak ada jalan lain untuk mewujudkan kesatuan kaum muslim kecuali dengan mencampakkan nasionalisme di tengah-tengah umat. Saat umat menyadari bahwa antara satu muslim dengan muslim yang lain adalah satu tubuh dan wajib menolong jika ada saudara yang membutuhkan bantuan, maka umat akan bersatu dan semua itu akan mungkin terwujud apabila didukung oleh sistem yang mendukung.
Sistem itu tidak lain adalah sistem yang sahih, yaitu Daulah Khilafah Islamiah yang menyatukan seluruh kaum muslim di berbagai penjuru dunia atas satu kepemimpinan dan satu komando, yakni memperjuangkan tegaknya iman dan Islam di bumi Allah. []