Oleh. Endang Widayati
Muslimahtimes.com–Palestina, bumi para Nabi masih berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Jalur Gaza diibaratkan sebagai penjara terbuka karena berada di antara Israel, Mesir dan Laut Mediterania. Serangan yang disebut sebagai genosida itu masih berlangsung hingga saat ini. Genap 100 hari serangan Israel ke Jalur Gaza pada 14 Januari 2024 kemarin. Diketahui bahwa dalam kurun waktu tersebut, Israel telah menjatuhkan lebih dari 65.000 ton bom di wilayah yang luasnya kurang dari 400 kilometer persegi itu. Sedangkan korban yang tewas berjumlah hampir 24.000 jiwa. Korban kebiadaban Israel di Jalur Gaza sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. (merdeka.com, 16/01/2024)
Perlu diketahui bahwa terjadinya konflik antara Israel dan Palestina telah ada semenjak tahun 1917, ketika didirikan rumah nasional untuk kaum Yahudi di Palestina oleh pemerintah Inggris. Sejak saat itu terjadi migrasi besar-besaran kaum Yahudi hingga mereka terus memperluas wilayah kekuasaannya dengan berbagai serangan dan aksi kekerasan.
Kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza semakin hari semakin meningkat. Berbagai serangan udara seperti peluncuran rudal, tembakan bom fosfor putih, pemboman infrastruktur dan rumah-rumah warga terus dilakukan oleh Israel.
Kaum muslimin yang ada di Palestina jelas membutuhkan bantuan. Tidak hanya bantuan kemanusiaan, tetapi juga bantuan militer dari negeri-negeri Islam. Bantuan kemanusiaan yang terdiri dari obat-obatan, makanan, minuman, pasokan air dan lain sebagainya mengalami kesulitan untuk bisa masuk ke Jalur Gaza melalui Rafah. Alhasil, truk-truk pengangkut bantuan hanya mampu diam terpaku di sana.
Bahkan, resolusi PBB maupun gencatan senjata sejatinya tidak berdampak apapun bagi kaum muslimin di Palestina. Hal ini menegaskan bahwa satu-satunya bantuan yang mampu mengusir Israel dari tanah yang diberkahi adalah dengan mengirimkan tentara muslim dari negeri-negeri Islam. Inilah yang dibutuhkan oleh mereka!
Keterbatasan Negeri-Negeri Islam
Kaum muslimin tersebar hingga hampir di seluruh penjuru dunia. Sebagian besar berada di kawasan Timur Tengah, bahkan Palestina berbatasan langsung dengan Mesir, Lebanon, Yordania, dan Suriah serta Jazirah Arab. Namun, hal demikian tidaklah mampu untuk memberikan rasa aman dan pertolongan bagi warga Palestina. Pasalnya, negeri-negeri Islam saat ini terbelenggu dalam sekat nasionalisme yang membatasi mereka membantu saudaranya sendiri. Mereka hanya bisa mengecam, mengadakan pertemuan untuk membahas solusi bagi Palestina dan mengirimkan bantuan kemanusiaan.
Para penguasa muslim pun tunduk dengan kebijakan internasional yang tampak sekadar formalitas belaka. Bahkan, mereka bak duri dalam daging yang memberikan rasa sakit bagi saudaranya di Gaza. Bagaimana tidak, ternyata yang berdiri bersama dengan Israel tidak hanya sekutunya saja, namun juga berasal dari negeri muslim itu sendiri. Hal ini adalah bentuk pengkhianatan para penguasa muslim terhadap saudara seakidah.
Bahkan, di saat negeri Islam lainnya diam membisu, mereka menjadi pendukung zionis, kelompok Houthi yang ada di Yaman pasang badan untuk membela saudaranya di Jalur Gaza meskipun mendapati serangan balik dari AS dan Inggris yang tidak lain adalah sekutu Israel.
Hal ini dinyatakan oleh Hizam Al Assad, anggota akun X biro politik Houthi bahwa Houthi tidak akan berhenti melancarkan serangan di Laut Merah selama kependudukan zionis Israel masih terjadi. Hizam lebih lanjut menyatakan bahwa kelompok tersebut akan melanjutkan serangannya selama konflik di Jalur Gaza masih berlanjut. “Selama agresi Zionis Amerika dan pengepungan terhadap rakyat kami di Gaza terus berlanjut, serangan tersebut tidak akan berhenti,” ujarnya. (cnnindonesia.com, 18/01/2024)
Meskipun telah ada yang melancarkan serangan kepada Israel yang melintas di Laut Merah, namun nyatanya serangan itu tidak memberikan dampak yang signifikan atas kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza. Bahkan, aksi kekerasan semakin menjadi.
Inilah bukti nyata bahwa kaum Yahudi dengan segala dukungannya dan penguasa di negeri-negeri muslim dengan segala ketundukan serta keterbatasannya menjadikan rakyat Palestina tidak bisa terbebas dari kebengisan zionis Israel. Kesemuanya ini adalah hasil dari adanya sekat nasionalisme. Ia telah menghalangi negeri-negeri Islam dan para penguasa muslim untuk bisa mengirimkan bantuan militer melawan entitas Yahudi di Gaza. Nasionalisme juga menghalangi satu negera untuk masuk ke negara lain. Nasionalisme sendiri sangat menjunjung tinggi batas-batas wilayah yang ada, sehingga kaum muslimin merasa tidak memiliki kepentingan untuk membela saudaranya secara militer.
Kesatuan Negeri-Negeri Islam
Persoalan antara Palestina-Israel tidak akan usai selama negeri-negeri Islam terpedaya dalam ikatan nasionalisme yang menjunjung tinggi negerinya sendiri. Sebab, ikatan itulah yang mampu memecah belah kaum muslimin dan menjadikan mereka lupa akan siapa diri mereka sebenarnya.
Kaum muslimin ibarat satu tubuh, jika tubuh yang satu merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lain pun juga merasakan hal yang sama. Sebagaimana sabda Nabi saw,
“Orang-orang yang beriman, dalam kecintaannya, kasih sayangnya dan persatuan yang kuat, laksana satu tubuh; ketika satu tubuh menderita sakit, maka seluruh tubuh akan menyambutnya dengan mengigil dan demam.” (HR Muslim)
“Orang-orang yang beriman seperti satu tubuh; jika matanya sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit pula.” (HR. Muslim)
Hal ini berarti bahwa orang-orang Islam, baik itu dari China, Afrika, Eropa dan Asia adalah ummat yang satu, mereka tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Seharusnya tidak ada sekat apapun termasuk nasionalisme yang mampu memisahkan kesatuan mereka. Allah Swt berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (QS. Al Hujurat:10)
Sabda Nabi saw pun juga memperkuat hal tersebut, yaitu:
“Setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak menyakiti dan juga tidak disakiti. Jika seseorang membantu saudaranya yang sedang membutuhkan, maka Allah akan membantunya ketika ia membutuhkan; dan jika seseorang menghilangkan bencana dari muslim yang lain, maka Allah akan menghilangkan bencana daripadanya besok pada hari kebangkitan; dan jika seseorang menyembunyikan aib muslim yang lain, maka Allah akan menyembunyikan aibnya pula pada hari kebangkitan.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Umar)
Sehingga, suatu keniscayaan bagi kaum muslimin dan negeri-negeri Islam untuk bersatu dalam satu kepemimpinan Islam. Sebagaimana sejarah mengukir kesatuan umat tersebut selama hampir 1.400 tahun. Bahkan kekuasaan Islam mencapai 2/3 dunia. Selain itu, Islam pun melarang adanya kedaulatan banyak negara, karena itu hanya akan memecah belah kesatuan kaum muslimin.
Oleh karenanya, Islam akan menyatukan negara-negara ke dalam satu bendera saja. Jika saat ini begitu sulit untuk mewujudkan kesatuan negeri-negeri Islam itu karena mereka masih terjebak dalam kungkungan nasionalisme. Sehingga, penindasan demi penindasan yang terjadi di negeri-negeri Islam sangat mudah terjadi karena tidak ada pelindung umat yaitu negara Islam.
Negara Islam dengan aturan Islam yang tegas terhadap penguasaan kaum muslimin oleh orang-orang kafir akan mampu memberikan perlindungan penuh terhadap kaum muslimin d mana pun mereka berada. Terlebih dalam persoalan Palestina hari ini, negara Islam beserta pasukan militernya akan mampu mengusir entitas Yahudi dari tanah yang dibebaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab yakni Palestina.
Oleh karena itu, sangat penting dan mendesak untuk menyerukan kepada kaum muslimin dan para penguasa negeri-negeri Islam untuk bersatu dalam satu naungan negara Islam dan menerapkan aturan Islam yang berasal dari Allah Swt. Dengan adanya kesatuan kaum muslimin yang dilandasi akidah Islam, insyaallah akan mampu menjadikan umat ini mulia dan memiliki kekuatan di hadapan kafir Barat. Wallahu a’lam.