Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor Muslimahtimes.com)
Muslimahtimes.com–Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono dalam seminar Masa Depan Pasca IKN yang digelar Pemprov DKI Jakarta pada Sabtu 17 Februari 2024 lalu mengatakan penghuni Ibu Kota Nusantara (IKN) akan dibatasi 2 juta penduduk meski luasnya mencapai 4 kali luas wilayah Jakarta. Menurutnya, hal itu dilakukan agar para penduduk IKN bahagia. (disway.id, 18/2/2024)
“Yang menarik, ini (luas IKN) 4 kali luas Jakarta tapi penduduknya paling 2 juta. Kenapa? Kita enggak mau mengulangi apa yang terjadi kota-kota di Indonesia yang over capacity. Over dari kapasitas lingkungan dan sumber daya yang ada untuk memenuhi hidup yang baik,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, OIKN berupaya membangun IKN sebagai kota yang layak huni dan dicintai masyarakatnya sebagaimana di negara Finlandia. Menurut Bambang, di Finlandia masyarakatnya bahagia karena lingkungannya nyaman. Maka pihaknya akan terus melakukan sosialisasi dan penyebarluasan informasi positif tentang pembangunan IKN sebagai kota cerdas, inklusif, dan berkelanjutan.
Demokrasi Lahirkan Pemimpin Arogan
Sangat menyakitkan hati, lagi-lagi pemerintah mempertontonkan arogansinya. Tanpa rasa malu memberikan batasan hanya 2 juta penduduk yang boleh tinggal di IKN. Padahal pembiayaan masih ditanggung APBN meski diklaim sudah ada investor yang menginvestasikan modalnya di sana. Bisa jadi, pengumuman ini adalah untuk pencitraan sekaligus menyenangkan para pemodal itu.
Bahkan membandingkan dengan negara Finlandia. Yang masyarakatnya bahagia karena nyaman, dan juga tak mau mengulang buruknya pengaturan kota-kota di wilayah Indonesia lainnya, semisal Jakarta. Sungguh tak punya hati, semestinya pemerataan kesejahteraan bukan hanya untuk yang tinggal di IKN, tapi seluruh wilayah bagian Indonesia.
Tentu saja Indonesia tak sebagaimana Finlandia, lihat bagaimana penguasanya, faktanya kesejahteraan rakyat bukan prioritas. Dan lihat juga siapa saja investor yang sudah bersedia membangun IKN, 10 investor kelas kakap, yang mustahil mau membangun IKN jika tanpa ada keuntungan yang mereka dapat. Ini diperkuat dengan adanya revisi revisi UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara yang telah disahkan pada Selasa, 3 Oktober 2023 lalu.
Dalam Pasal 16 A salinan revisi UU IKN, tertuang bahwa investor mendapatkan hak atas tanah, yaitu hak guna usaha (HGU) sampai 190 tahun. Hak Guna ini berlaku dalam dua siklus, yakni setelah 95 tahun, jika mereka ingin memperpanjang, maka akan ditambah 95 tahun lagi.
Sudah bisa dipastikan betapa besarnya keuntungan para investor itu, semua itu bisa mereka nikmati dalam waktu hampir seabad. Kemudahan ini mereka pastikan lagi dengan turut menyokong pendanaan pemilihan umum dengan catatan bisa meloloskan pemimpin yang paham keinginan mereka , yaitu masih memuluskan jalan “ membangun IKN”.
Akar persoalan mengapa hal ini bisa terjadi karena sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan negara ini. Demokrasi yang berbiaya tinggi menghasilkan pemimpin yang hanya memikirkan bagaimana cara modal kembali, dan pembiayaan negara bisa berjalan. Dipilihlah jalur investasi, padahal belum terbukti jenis investasi ala kapitalisme ini mampu memberikan kesejahteraan.
Yang ada justru penjajahan gaya baru atau neokolonialisme. Dan ini memang sudah menjadi watak kapitalis, memberi kemudahan bahkan hingga modal kepada negara dalam bentuk kerja sama atau investasi. Dan tentulah sebuah investasi akan diikuti dengan berbagai konsekuensi, di antaranya jaminan pemeliharaan kepentingan pemodal tetap aman. Pada ujungnya, kita kehilangan kedaulatan sebagai negara mandiri. Karena terus menerus menelurkan kebijakan pro pemodal tadi.
Islam Mensejahterakan Rakyat Tak Hanya Konsep
Islam sebagai sebuah sistem yang sempurna tentu juga mengatur pembangunan, termasuk pembangunan sebuah ibukota, sebagaimana Khalifah Harun Ar-Rasyid ia memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad, karena letaknya yang lebih strategis.
Negara membangunnya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara akan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan rakyat karena itu merupakan tanggung jawabnya. Oleh karenanya, negara tidak boleh membangun kota dalam rangka bisnis atau keuntungan semata.
Syariat Islam mengatur pengelolaan kepemilikan. Kepemilikan umum yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, keberadaannya haram dimiliki oleh individu/swasta. Negara wajib mengelola dan menggunakannya untuk kepentingan rakyat. Islam tidak akan membiarkan para pemodal dapat menguasai kekayaan alam, kota, apalagi negara.
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat harus didahulukan oleh negara, hal ini karena negara adalah pengurus rakyat sebagaimana sabda Rasulullah saw.,”Imam adalah pemimpin yang pasti akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya” (HR. Al-Bukhari)
Sejahteranya rakyat berada di tangan pemimpin yang hanya menerapkan syariat, bukan yang lain. Demikian pula dengan metode pemilihan pemimpin, Islam mensyaratkan metode yang mudah, murah, dan efisien sehingga tidak akan menghabiskan biaya tinggi. Tidak akan muncul simbiosis mutualisme sebagaimana dalam sistem demokrasi hari ini. Semua aturan yang dibuat pun berdasarkan berdasarkan hukum syarak, bukan pesanan pihak tertentu. Wallahualam bissawab.