Oleh. Valenia Awalya Ramadhan
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com–Dilansir dari Kompas.com, pada hari Senin, (12/2/2024) lima asisten rumah tangga (ART) kabur dari majikannya pada dini hari. Kelima tenaga kerja rumah tangga tersebut melarikan diri dari sebuah kediaman yang terletak di Jalan Jatinegara Timur II, di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, sekitar pukul 02.30 WIB. Diduga, kelima ART tersebut telah mengalami penganiyaan yang dilakukan oleh majikannya. Mereka mengaku bahwa sering dihukum ketika melakukan kesalahan.
Di daerah lain, peristiwa yang sama telah terjadi. Seorang asisten rumah tangga (ART) dari Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), mengalami perlakuan kasar dari majikan di Jakarta Barat selama enam bulan terakhir. Korban yang bernama Isabela Pule berusia 23 tahun, bekerja sebagai ART di rumah majikannya yang terletak di Jalan Semeru GG II, Tanjung Duren, Grogol, sejak bulan September 2023. Bukan hanya itu, korban menyatakan bahwa ia tidak pernah menerima gaji sejak pertama ia bekerja.
Penyiksaan ART Terus Berulang
Penganiayaan terhadap ART menjadi salah satu fenomena berulang yang tidak kunjung berhenti. Apabila kita melihat pada peristiwa lalu, penganiayaan majikan terhadap ART bukan sekali ini saja terjadi. Pada tahun 2021, seperti yang telah dilansir dari Kompas, telah terjadi penyiksaan dan pelecehan seksual terhadap ART oleh majikannya di Duren Sawit, Jakarta Timur. Selama empat bulan bekerja di rumah pasangan suami istri tersebut, korban sering kali disiksa hingga mengalami luka parah di kepala dan mengalami gangguan penglihatan setelah disiram dengan air yang dicampur dengan cabai. Selain itu, korban juga sering mengalami pelecehan seksual oleh majikannya.
Serangkaian peristiwa penganiayaan terhadap ART yang terjadi hari ini menunjukkan rusaknya hubungan kerja yang tidak manusiawi. Hal ini merupakan buah dari kapitalisme yang menjadikan ketidaksetaraan dan relasi kuasa sebagai alat untuk kezaliman terhadap sesama yang mereka anggap lebih rendah. Di sisi lain kemiskinan dan rendahnya pendidikan membuat seseorang tak memiliki nilai tawar, yang menambah potensi terjadinya kezaliman.
Lebih mirisnya lagi, pemerintah tidak berhasil memberikan perlindungan yang memadai bagi para asisten rumah tangga (ART). Bahkan, RUU P-PRT yang telah berada dalam proses pembahasan selama lebih dari 20 tahun belum juga disahkan. Bahkan jika RUU tersebut disahkan, kemampuan negara untuk memberikan perlindungan yang sesungguhnya terhadap hak-hak ART dipertanyakan, karena pembuatan undang-undang seringkali hanya menjadi formalitas belaka dan tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya.
Islam sebagai Solusi
Hal ini menyoroti perlunya tindakan nyata untuk mengatasi akar permasalahan dalam memberikan perlindungan yang adil dan manusiawi bagi seluruh umat. Hanya Islam yang mampu mewujudkan hal ini. Islam memandang semua manusia memiliki kedudukan yang sama, yang membedakan adalah ketakwaan masing-masing individu. Meskipun ada kemajemukan, semua manusia tetaplah sama di sisi-Nya. Sebagaimana dalam surah Al-Hujurat.
Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS Al-Hujurat [49]: 13)
Selain itu, konsep dalam mempekerjakan ART memiliki konsep yang sama seperti ijarah dalam Islam. Dalam konsep ijarah terbagi menjadi dua individu yang berperan, yaitu seorang ajir (pekerja), yang merupakan seseorang yang bekerja dan menerima gaji sebagai imbalan atas pekerjaannya, baik dari individu, kelompok, atau negara. Gaji atau upah yang diterima oleh ajir ini adalah hasil dari pengerahan tenaganya yang ditukar dengan imbalan.
Upah ajir atau pekerja, ditetapkan oleh kesepakatan antara dua belah pihak, antara ajir (pekerja) dan musta’jir (pengupah), dengan besaran upah yang telah disepakati, sehingga keduanya terikat pada jumlah upah tersebut. Namun, jika tidak ada kesepakatan tentang besarnya upah, maka besaran upah tersebut akan ditentukan oleh para ahli (khubara’) di pasar umum, berdasarkan manfaat kerja yang diberikan.
Rasulullah saw. telah menyampaikan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah ia tidak mempekerjakan seorang ajir kecuali setelah menyampaikan besaran upahnya.” (HR An-Nasa’i)
Selain itu, hubungan kerja antara ajir dan musta’jir haruslah bersifat profesional dan terikat oleh hukum syariat, yaitu dengan saling berbuat baik dan menyayangi sesama manusia. Hal ini sesuai dengan ajaran Rasulullah saw., “Sayangilah orang-orang yang ada di muka bumi, niscaya kamu akan dicintai oleh orang-orang yang ada di langit.”
Paradigma demikian tentunya akan membuat ART terhindar dari kezaliman dan perbuatan sewenang-wenang pihak majikan.
Islam dalam Institusi
Islam sebagai sebuah sistem pemerintahan (Khilafah), memiliki sistem yang mumpuni dan akan menjamin proses terjadinya ijarah atau kontrak kerja. Kemudian, Khilafah memegang peran penting dalam mewujudkan perlindungan yang nyata bagi warga negaranya dari berbagai bentuk tindak kejahatan. Khilafah akan memberlakukan sanksi yang tegas sebagai bentuk penegakan hukum. Sistem sanksi Islam yang diterapkan oleh Khilafah akan berfungsi sebagai alat pencegah (zawajir) dan alat pemulihan (jawabir). Artinya, sanksi tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencegah orang lain yang bukan pelanggar hukum untuk melakukan tindakan kriminal yang sama, tetapi juga sebagai sarana untuk memulihkan pelanggar hukum dengan membayar dosa mereka melalui sanksi yang dijatuhkan.