Oleh. Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com–Ibarat sudah jatuh kesetrum juga, inilah kondisi rakyat saat ini. Beban hidup sudah berat ditambah biaya listrik semakin bengkak. Isu kenaikan tarif listrik di bulan Maret meresahkan masyarakat. Bayangan hidup ke depan semakin sulit.
Walaupun kabar tersebut telah dibantah pemerintah, bukan berarti rakyat bisa bernapas lega. Faktanya, pemerintah hanya menunda kenaikan tarif listrik. Rencana awal di bulan Maret 2024, namun diundur sampai bulan Juni 2024. Mengutip dari cnnidonesia.com (senin 26/2), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan keputusan dari sidang Kabinet Paripurna tidak ada kenaikan tarif listrik dan BBM untuk subsidi atau tidak sampai Juni 2024.
Alasan pemerintah menaikkan tarif listrik untuk menyelamatkan APBN. Beban subsidi listrik sebasar Rp73,58 triliun tahun 2024 semakin memperlebar defisit anggaran. Selain itu, penetapan tarif listrik berdasarkan situasi global dengan mempertimbangkan nilai tukar uang dan harga minyak dunia. Maka dari itu, pemerintah meminta pengertian masyarakat terkait kondisi tersebut.
Keputusan pemerintah yang tetap menaikkan tarif listrik, sungguh zalim. Pemerintah seolah tidak memiliki empati terhadap kesulitan rakyat. Bagi rakyat bertahan hidup saat kebutuhan naik tidaklah mudah, apalagi ditambah kenaikan listrik. Sedangkan pendapatan rakyat tidak naik signifikan.
Padahal negeri ini kaya SDA, hanya saja menikmati secara murah dan mudah tidaklah mungkin. Ini akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan SDA dikuasai swasta dan asing. Mereka dengan bebas mengatur regulasi sesuai kehendaknya. Swasta memaksa pemerintah membeli listrik dengan harga yang telah ditentukan. Sedangkan pemerintah tidak bisa berkutik terhadap ketentuan tersebut. Akhirnya, rakyat yang menjadi korban dengan membayar tarif lebih mahal.
Karut-marut dalam pengelolaan listrik tidak terlepas dari buah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang melegalkan liberalisasi pada SDA. Maka tidak heran, rakyat selalu was-was terkait tarif listrik bisa naik kapan saja. Bila seperti ini, berharap listrik murah bahkan gratis adalah utopis.
Di bawah penerapan sistem kapitalisme, negara dengan SDA yang melimpah justru rakyatnya menderita. Sebaliknya SDA akan mudah diakses untuk dirasakan manfaatnya manakala dikelola dengan sistem sahih. Islam merupakan sistem yang memiliki aturan komprehensif. Dengan menerapkan syari’at pengelolaan SDA yang termasuk kepemilikan umum dilarang keras dan haram untuk diprivatisasi.
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Listrik yang menghasilkan energi panas termasuk dalam kategori api. Untuk itu, dibutuhkan peran negara untuk mengelola SDA salah satunya listrik.
Negara dengan peran pentingnya mengurusi urusan umat harus melakukan perubahan revolusioner dalam tata kelola listrik. Untuk mulai langkah tersebut, negara bisa membuat beberapa kebijakan. Pertama, dibutuhkan infrastruktur yang memadai seperti sarana, transmisi dan distribusi dalam mengelola listrik dan memenuhi kebutuhan rakyat hingga ke pelosok. Kedua, negara wajib mengembangkan teknologi demi mencari sumber energi terbarukan. Ketiga, negara tidak boleh berbisnis dengan rakyat, sehingga tarif yang dibebani sebatas biaya operasional bukan keuntungan ala korporasi.
Selain itu, negara tidak boleh ikut serta dalam perjanjian asing atau perdagangan negara-negara Barat yang merugikan rakyat. Dengan ini, negara tidak bisa di intervensi asing dalam menentukan kebijakannya. Islam yang diterapkan dalam sistem pemerintahan dalam bingkai Khilafah akan membawa kesejahteraan bagi rakyat. Harapan listrik murah bahkan gratis, bukan lagi bualan belaka. Waallahu a’lam bis shawwab.