Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Muslimahtimes.com–Banyak kerusakan terjadi di kalangan generasi, miras, tawuran, free sex, aborsi, drugs, bullying, dan lainnya. Padahal, bangsa ini banyak berharap pada generasi karena di tangan merekalah perubahan bangsa ini akan terjadi. Lalu, apa faktor penyebab kerusakan di kalangan generasi?
Telah terjadi pemerkosaan terhadap pelajar SMP berusia 15 tahun berinisial N di Kabupaten Lampung Utara. N diperkosa oleh 10 pria dan disekap selama tiga hari tanpa diberi makan. Korban ditemukan dalam kondisi sangat memprihatinkan di sebuah gubuk di suatu perkebunan. Enam pelaku berhasil ditangkap, 3 orang masih di bawah umur dan 3 orang lainnya pria dewasa, sementara 4 pelaku lainnya masih buron. (Kompas.com, 15-03-2024)
Selain pemerkosaan, perang sarung masih terjadi di kalangan generasi. Tawuran dan kekerasan kerap menghiasi perilaku anak muda zaman sekarang. Di Kabupaten Bekasi perang sarung antar pelajar memakan korban jiwa. Satu orang tewas berusia 17 tahun dalam tawuran perang sarung yang terjadi di jalan arteri Tol Cibitung, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Tawuran tersebut terjadi pukul 00.30 WIB, Jumat (15/3).
Aksi tawuran perang sarung bermula dari ajakan korban melalui pesan WhatsApp, hal ini seperti yang disampaikan oleh Kapolsek Cikarang Barat, Kompol Gurnald Patiran. Awalnya di hari Rabu, 13 Maret 2024 kira-kira pukul 22.38 WIB korban berinisial AA menghubungi NIR via aplikasi WhatsApp mengajak untuk perang sarung pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2024 pukul 24.00 WIB. (CNNIndonesia.com, 16-03-2024)
Sistem Pendidikan Bermasalah?
Sungguh miris, kerusakan banyak terjadi di kalangan generasi. Energi, waktu, dan pikiran yang seharusnya diarahkan pada hal yang positif teralihkan pada sesuatu yang negatif dan sia-sia. Atmosfer kebebasan yang diadopsi generasi muda membawa efek negatif yang luar biasa. Bukan hanya membahayakan diri sendiri melainkan membahayakan jiwa orang lain. Apa jadinya negeri ini jika generasi muda terbiasa melakukan pemerkosaan dan kekerasan tanpa ada efek jera?
Lingkungan pertemanan dan cyrcle sangat menentukan kepribadian dan perilaku generasi muda. Jika cyrcle yang diikuti negatif maka perilaku menjadi negatif. Selain itu, masifnya konten media yang mengandung hal negatif sangat mudah beredar luas dan diakses oleh anak dari berbagai kalangan dan usia. Konten kekerasan dan pornografi menjadi asupan sehari-hari, tanpa ada kontrol dari orang tua, lingkungan, dan negara.
Lalu, bagaimana sistem pendidikan saat ini jika hasilnya generasi selalu berputar di lingkaran keburukan? Padahal seharusnya dari sistem pendidikan lahir generasi yang berakhlak mulia, berkepribadian Islam, dan memberikan manfaat untuk orang banyak. Akan tetapi, yang terjadi hari ini sebaliknya kerusakan di kalangan generasi. Sistem sekularisme yang diadopsi oleh negara membuat peran agama minim dalam kehidupan. Sistem pendidikan saat ini hanya fokus pada ranah kognitif, intelektual, tapi krisis akidah dan akhlak.
Akibatnya, generasi muda tak memiliki self control (keimanan) yang baik. Terjerembab dalam ide kebebasan yang salah kaprah. Bebas berprilaku yang banyak melanggar syariat, baik itu kekerasan, pembunuhan, free sex, dan lainnya. Bahkan, hal tersebut seolah dianggap tren dan life style. Maka, PR kita semua untuk terus membenahi sistem pendidikan agar berhasil mencetak generasi yang memiliki pribadi mulia dan bisa memberikan manfaat untuk orang lain.
Islam Mencetak Generasi Hebat
Generasi hebat seperti sosok ulama sekaligus ilmuwan hanya lahir dari sistem pendidikan Islam yang cemerlang, ditopang oleh sistem yang sahih, yang diturunkan oleh Allah Swt. Islam pada masa itu, tak ada bandingannya. Bahkan, Khilafah menjadi mercusuar dunia dalam peradaban yang mulia dan sistem pendidikan yang paripurna.
Islam agama yang sempurna yang Allah turunkan pada hamba-Nya melalui Rasul-Nya memiliki aturan yang komprehensif. Hal utama yang ditanamkan pada anak ialah akidah yang kokoh sebagai self control dalam ucapan dan perbuatan. Keluarga, sekolah, lingkungan, dan negara memiliki peran masing-masing yang saling berkelindan satu sama lain. Sistem pendidikan Islam berdiri di atas landasan akidah Islam yang menjadi tolok ukur dalam semua ucapan dan perbuatan.
Keluarga tempat pertama dan utama mendidik anak-anak dengan akidah Islam, sekolah membekali dan mendidik generasi dengan akidah, tsaqafah Islam, dan ilmu sains dalam kehidupan. Out put sistem pendidikan Islam agar generasi memiliki kepribadian Islam, di mana akliyah dan nafsiyahnya hanya bersandar pada Islam an sich. Selain itu, generasi menguasai tsaqafah Islam di antaranya tafsir, hadis, bahasa arab, sejarah Islam, ushul fikih, fikih, dan lainnya. Ditambah generasi menguasai skill yang bermanfaat untuk umat dan negara
Peran lingkungan dalam Islam yaitu melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Sebagai tanda sayang dan agar kemungkaran bisa dicegah sehingga tidak merajalela. Berbeda dengan kondisi hari ini, kemungkaran sangat mudah dilakukan bahkan difasilitasi. Jika ada yang melakukan amar makruf nahi mungkar dianggap melanggar HAM. Maka tak heran, kemaksiatan dan kerusakan merajalela dalam sistem sekarang. Karena asas kebebasan yang sangat dijunjung tinggi dalam sistem sekularisme.
Apabila melihat sejarah Islam, masa muda para sahabat dan ulama banyak digunakan dalam kebaikan, menimba ilmu, berdakwah, dan berperang di jalan Allah. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia karena mereka paham bahwa apa pun yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Self control mereka yaitu keimanan berfungsi dengan baik, ditopang oleh pendidikan di keluarga yang baik sesuai Islam, lingkungan masyarakat islami yang mendukung berbuat kebaikan, ditambah negara memfasilitasinya.
Ibnu Sina, salah satu ilmuwan terkemuka di masa peradaban Islam. Beliau membaca dan menghafal seluruh Al Qur’an di usia sepuluh tahun. Beliau juga telah belajar matematika dari seorang pedagang kelontong, argumentasi agamanya dari seorang petapa tua, dan filsafatnya dari seorang guru terkenal, Nateli. Ibnu Sina membaca berbagai penulis Yunani dalam terjemahan bahasa Arab, termasuk Aristoteles, Plato dan Euclid. Dunia mengenalnya sebagai bapak kedokteran Islam.
Imam Abu Hamid al-Ghazali sosok yang tidak terkalahkan dalam seluruh forum debat yang ia ikuti pada zamannya hampir di semua bidang keilmuan Islam. Menghafal seluruh kitab yang dimilikinya, menulis kitab Ihya’ Ulumuddin, sebuah kitab yang penuh dengan dalil-dalil dari Al-Quran, hadits, atsar, dan qaul, semua referensinya diambil dari hafalannya itu. Sebagai penulis, contoh Imam Ibnu ‘Aqil menulis kitab terpanjang di dunia, Al-Funun, yang konon terdiri dari 800 jilid. Prestasi unik semacam ini mungkin tiada bandingnya dalam sejarah dunia.
Khatimah
Mari kita berpikir jernih, jika terus terjadi kerusakan khususnya di kalangan generasi sebagai penerus bangsa, lalu apa yang bisa kita harapkan dari mereka? Bagaimana nasib bangsa dan umat ini ke depannya? Oleh karena itu, harus ada perubahan jika ingin selamat tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Perubahan itu harus menuju pada Islam kembali diterapkan dalam sebuah institusi negara. Sejarah telah menjadi saksi dan membuktikannya selama berabad-abad, masihkah kita meragukannya dan terus menunda? Allahua’lam bishawab.