Oleh. Punky Purboyowati
(Komunitas Ngobrol Seputar opini)
Muslimahtimes.com–Maraknya kebencian dan ketakutan dunia terhadap Islam kian menjadi. Kebencian terhadap simbol-simbol Islam atau dengan penganutnya bahkan meluas ke tataran politik pemerintahan. Sederet aksi islamofobia akhir-akhir ini dilakukan di beberapa negara yaitu India, Denmark, dan Swedia. Di India, segerombolan umat Hindu sayap kanan membakar dan melepaskan tembakan ke sebuah masjid di Gurgaon India sebuah kota di barat daya New Delhi pada Selasa 1 Agustus kemarin. Serangan ini telah membuat 1 orang tewas, polisi mengidentifikasi sebagai Maulana saad usia 19 tahun yakni imam masjid setempat. (https://www.cnbcindonesia.com/3/8/2023)
Adapun di Swedia, aksi pembakaran Al Quran dilakukan lagi oleh imigran asal Irak, Salwan Momika, di depan Parlemen Swedia, Senin (30/7/2023). Ini merupakan ketiga kalinya ia lakukan. Hal yang sama sebelumnya pembakaran Al-Qur’an di Denmark pun dilakukan selama tiga hari berturut-turut oleh kelompok anti-Islam, Danske Patrioter. Mereka melakukan di depan Kedutaan Turki di Kopenhagen. Sejauh ini, aksi pembakaran kitab suci semacam ini belum mendapatkan tindakan tegas pemerintah setempat. Ini memicu pandangan bahwasannya pemerintah Swedia dan Denmark mengamankan kegiatan penistaan semacam itu. (https://www.cnbcindonesia.com/3/8/2023)
HAM dan Kebebasan Memberangus Ajaran Islam
Kejadian tersebut harusnya membuat dunia Islam geram dibuatnya. Namun apa yang dilakukan oleh pemimpin setempat, adakah upaya sanksi jera atau setidaknya menolak aksi tersebut? kenyataan sama sekali tidak berbuat apa-apa selain hanya melihat dan mendengar. Mirisnya, justru membiarkan aksi tersebut terjadi dan anehnya tak ada satupun umat muslim di negara tersebut yang membela. Wajar, jika kejadian ini beruntun seolah menjadi isyarat bahwa hal ini tidak mengapa dilakukan mengingat pemimpin setempat membiarkan hal ini. Begitulah Kapitalis Demokrasi menganut ide HAM, kebebasan berpendapat dan berperilaku, siapapun bebas melakukannya dan tak boleh ada yang mencegahnya. Sebaliknya akan dituduh melanggar hak asasi seseorang.
Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan merupakan ide yang lahir dari sistem Demokrasi. Sistem ini dibuat oleh manusia. Hawa nafsu manusia ingin bebas tanpa campur tangan ajaran agama. Alhasil lahirlah Sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan kemudian diterapkan dalam semua aspek. Dunia pun bersepakat jika HAM diterapkan akan melahirkan ketentraman sebab semua bisa bebas berbuat. Ada empat kebebasan yang disepakati yaitu kebebasan beragama, kebebasan berperilaku, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berkepemilikan. Empat kebebasan ini menjadi mutlak dimiliki oleh setiap individu dan dilindungi oleh undang-undang. Maka jika ada yang melanggar HAM akan diberi sanksi.
Namun kenyataan setelah empat kebebasan diterapkan, semua yang dilakukan manusia menjadi benar. Sehingga sanksi pun tak berlaku. Sanksi tidak berlaku bagi yang memiliki kuasa dan uang. Sebab HAM menjadi barang ‘jualan’ yang laris. Sehingga keadilan tidak berlaku. Keadilan akan mahal didapatkan kecuali bagi yang berduit. Semua ini menjadi rancu dan ganjal. Bahkan menjadi aneh, manakala dunia diterpa hoax atau dicap sebagai intoleran oleh sekelompok orang namun negara dunia tak mampu mencegahnya sebab HAM dan kebebasan ini dijadikan asas bagi dunia. Maka tak ada harapan untuk bisa selamat dari HAM ini.
Padahal HAM dan kebebasan merupakan biang keroknya. Lagi-lagi Islam menjadi korban kebengisan penganut anti Islam. Kebencian terus dikumandangkan, Islam dikatakan garis keras, radikal, dan intoleran. Bahkan penganutnya dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh. Justru HAM dan kebebasan dijadikan ide yang tujuannya memberangus ajaran Islam dan penganutnya. Sungguh ini merupakan suatu kejahatan besar. Oleh karenanya HAM dan kebebasan tidak boleh dipertahankan apalagi dilindungi oleh negara. Sebab, saat ajaran Islam dinistakan, namun para penguasa diam bahkan membiarkan seolah tindakan ini dibolehkan. Bukankah hal ini menjadi bumerang bagi negaranya sendiri? Sebab dunia menyaksikan dan mempertimbangkan konsekuensi atas kejadian itu.
Yang lebih lucu lagi, penetapan hari anti islamofobia oleh PBB pun tak mampu mencegah kejadian ini. Semua ini laksana lingkaran setan yang tak kunjung ada penyelesaiannya. Sebab dari asas lahirnya HAM dan kebebasan saja sudah keliru yaitu berasal dari manusia. Akal manusia serba kurang dan terbatas. Maka harus berasal dari yang lebih dari semua kekurangan itu.
Umat Islam Butuh Imamah
Melihat fenomena islamofobia yang sedang marak terjadi menandakan bahwa umat Islam butuh seorang imamah (pemimpin) yang dapat melindunginya dari berbagai kejahatan yang terorganisasi seperti ini. Sebab kebencian terhadap Islam tak hanya terjadi di satu negara melainkan di seluruh dunia. Maka sebagai umat Islam jelas tak ingin jika kejahatan ini dibiarkan terus menerus tanpa ada solusi yang mampu mencegahnya. Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam memanusiakan manusia dengan kata lain Islam Rahmat bagi semesta alam. Tak ada ketentraman lain kecuali hanya di dapat dari Islam.
Ketika Islam datang kala itu, Islam menghapus perbudakan, riba, kebencian terhadap etnis/suku, menghapus aturan membunuh anak perempuan, menghapus kekerasan dan mengatur kebebasan dalam naluri manusia secara benar sesuai syariat Islam. Dengan kata lain Islam datang membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan dan menyatukan bangsa satu dengan lainnya tanpa membeda-bedakan suku, jenis kelamin maupun warna kulit. Namun semua itu dapat disatukan dengan akidah Islam yaitu berdasarkan pada keimanan yang satu dan menyembah pada Tuhan yang satu yaitu Allah Swt. Dalam sejarah, Islam tak pernah mengajarkan kekerasan, sebaliknya mengajarkan kedamaian. Sebab kekerasan bukanlah cara terbaik dalam menciptakan kerukunan beragama.
Harusnya dunia berhutang budi pada Islam. Sebab Islam telah membebaskan manusia dan melindungi manusia yang berlangsung selama tiga belas abad lamanya. Dan tak ada alasan bagi pemeluk lain untuk benci dan anti Islam. Sebaliknya jika ada yang anti Islam alias islamofobia hari ini, maka harus mempelajari kembali ajaran Islam dengan benar yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Bukan menistanya dengan cara membakar. Tentu manusia yang berakal dan berpikir jernih jauh dari semua perbuatan jahat tersebut. Oleh karena itu harus ada yang mencegahnya sebagai upaya melindungi kesucian agama Islam dari berbagai fitnah dan kejahatan yang dilakukan baik pribadi maupun sekelompok orang. Yaitu melalui penguasa yang gagah berani ialah imamah / seorang Khalifah kaum muslim sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para sahabat dan khulafaur rasyidin.
Imam an-Nawawi menyatakan, “Umat wajib mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang menegakkan agama, membela Sunnah, menolong orang-orang yang dizalimi, serta memenuhi hak dan mengembalikannya pada posisinya.“ Istilah Imam ini dinyatakan oleh Imam an-Nawawi dengan konotasi Khalifah dan Amirul Mu’minin. Beliau menyatakan, “Seorang Imam boleh disebut Khalifah, Imam dan Amirul Mukminin.” Ini dikuatkan oleh penjelasan Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Al-Majmû’, “Imamah, Khilafah dan Imârah al-Mu’minîn adalah sinonim (banyak kata dengan konotasi sama).” Hal ini juga dikuatkan dengan penggunaan kata “Khilafah” dan “Khalifah” dalam kitab Ar-Rawdhah secara bersamaan dengan kata “Imam”, dan “Imamah”.
Dengan demikian umat Islam harus memiliki imamah/pemimpin dari kalangan umat Islam sendiri yang memiliki kekuatan besar dalam bentuk institusi negara yang kuat dan adidaya agar mampu mencegah Islamophobia ini. Sebaliknya ada banyak penguasa negeri muslim saat ini namun tak kuasa mencegah apa yang terjadi pada umatnya sendiri. Sungguh miris. Inilah yang terjadi hari ini umat Islam dan agamanya seperti buih dilautan.
Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
Maka, patutlah hadis di atas menjadi pengingat agar umat Islam segera memiliki imamah dengan begitu ajaran Islam dimuliakan, dijaga, dijunjung tinggi diatas segalanya. Sebab itulah cita-cita tertinggi umat Islam yaitu meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini sehingga dengan adanya imamah Islam, orang kafir tak kan berani menghina dan menyakiti umatnya. Di sisi lain, kerukunan antar umat beragama menjadi harmonis, sebab memiliki mekanisme untuk menjaga kemuliaan agama dan umatnya. Hal itu telah dibuktikan dalam sejarah panjang Khilafah telah mewujudkan toleransi di dunia. Salah satunya dalam penaklukkan di berbagai wilayah, tidak menghancurkan gereja dan ibadah lain namun dibiarkan berfungsi sebagaimana mestinya. Dan masih banyak yang lainnya yang menunjukkan betapa agungnya Islam ketika diterapkan.
Wallahua’lam bisshowab.