Oleh. Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com–Fenomena LGBT semakin hari kian mengkhawatirkan. Walau sebagian dari mereka masih menerima sikap diskriminasi dan banyak pihak masih menentang gerakan tersebut. Faktanya, kaum pelangi di Asia terutama Thailand mendapatkan angin segar.
Thailand menjadi negara ASEAN pertama yang melegalisasi hukum pernikahan sesama jenis. Setelah berakhirnya pemungutan suara atas perubahan Undang-Undang Perkawinan disetujui oleh Parlemen Thailand. Majelis Tinggi Senat memberikan persetujuan pasangan sesama jenis untuk menikah. Hasil suara dengan 130 setuju, 4 menolak dan 18 abstain. (detiknews.com 18/6/24)
Undang-undang akan dipublikasikan di Royal Gazette dan berlaku 120 hari setelah persetujuan Raja Maha Vajiralongkorn. Dengan ini, Thailand secara resmi menjadi negara ketiga di Asia di mana pasangan sesama jenis menikah mengikuti Taiwan dan Nepal.
Tampaknya proyek ‘Being LGBT in Asia (Menjadi LGBT di Asia)’ menuai hasil. Program ini mendukung kaum pelangi di Asia bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB. Tujuannya mendukung hak-hak dasar dan kesejahteraan LGBT, khususnya di negara Cina, Indonesia, Filipina dan Thailand. (asia-pasific.undp.org)
Dengan menunggangi isu-isu kemanusiaan, hak asasi, keberagaman, kebebasan dan lainnya telah menarik perhatian masyarakat. Banyak kaum pelangi yang berani menunjukkan jati diri mereka di depan umum. Mereka membentuk komunitas di tengah masyarakat sebagai ekstensi mereka untuk meningkatkan representasi identitas LGBT. Sehingga, terjadi pergeseran sikap masyarakat terhadap perilaku menyimpan sebagai kebebasan berekspresi.
Dengan pergeseran sikap ini sangat diharapkan Barat membuat Asia dengan wajah baru. Barat dengan nilai demokrasi, mengagungkan nilai-nilai HAM memaksa negeri-negeri Muslim menghormati hak-hak LGBT. Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar menjadi target Barat selanjutnya. Pertarungan ini bukan sekadar isu hak LGBT tetapi pertarungan ideologi, yaitu Islam versus kapitalisme.
Barat memaksa masyarakat bersikap terbuka dan ramah terhadap agenda globalnya. Mencabut nilai-nilai dan ajaran Islam dari masyarakat. Sehingga melahirkan generasi rusak moral dan membahayakan masa depan bangsa. Semakin lama generasi terseret identitas baru yang ramah nilai-nilai liberal. Tidak lagi pemuda Muslim yang memperjuangkan kepentingan umat dan Islam.
Masalah LGBT merupakan masalah sistemik yang tidak tuntas diselesaikan secara parsial. Sistem kapitalisme sebagai induk liberal telah mendorong HAM sebagai senjata ampuh membungkam nalar kritis terhadap perilaku menyimpang. Berkedok kebebasan, umat dipaksa memaklumi sikap penyimpangan sebagai hal ‘normal’. Maka tak heran, kaum pelangi secara terbuka mengakui jati dirinya dan mengekspos di media sosial.
Untuk menjaga umat dari kerusakan moral, dimulai dari pendidikan. Negara wajib memberikan pendidikan akidah Islam sejak dini. Dalam hal ini, umat akan diajarkan konsep naluri pada manusia menurut syari’at. Melahirkan umat terbaik sebagai penerus bangsa. Selain itu, negara membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sosial.
Negara wajib membentengi umat dari paham liberal, nilai-nilai asasi ala Barat dan segala perilaku menyimpang, baik melalui media sosial atau kampanye secara langsung. Menutup segala akses kaum pelangi menyuarakan opini sesatnya. Pencegahan ini harus dibarengi dengan sanksi tegas terhadap pelaku penyimpangan
Sebagai individu yang memilih Muslim adalah kemuliaan. Sebab Islam yang diturunkan Allah Swt. Islam merupakan agama sempurna dengan seperangkat aturan kehidupan. Bahkan Islam adalah agama yang Allah ridai, Allah Swt berfirman :
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran: 19)
Dan larangan keras umat Islam memakai aturan selain Islam. Allah Swt mencela orang yang menolak untuk mengikuti hukum-Nya. Tidak ada satupun hukum yang dapat menyamai dan mengungguli. Allah Swt berfirman :
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
(QS. Al-Ma’idah: 50)
Maka, tidak wajib seorang muslim untuk mengambil nilai, konsep atau aturan selain Islam. Kampanye LGBT di negeri-negeri Muslim merupakan bagian dari penjajahan Barat menjaga eksistensi hegemoninya.
Oleh karena itu, perang pemikiran harus dilawan dengan perjuangan politik yang menerapkan nilai-nilai Islam. Penerapan Islam dalam sistem pemerintahan -Khilafah, menjaga umat dari kerusakan. Saatnya generasi Islam menyiapkan diri dengan tsaqofah serta syakhsiyah Islam untuk terjun melawan pemikiran sesat yang dinarasikan Barat dan berjuang menegakkan kembali Khilafah ala minhaj nubuwwah. Waallahu a’lam bis shawwab.