Oleh. Hemaridani
Muslimahtimes.com–Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan akan memperpanjang masa relaksasi Harga Acuan Pemerintah (HAP) pada produk gula konsumsi yang awalnya RP15.500/kg menjadi RP17.500/kg. Hal ini disampaikan oleh Arief Prasetyo Adi selaku Kepala Bapanas bahwa keputusan ini sampai menunggu adanya perubahan kedua dari Perbadan Nomor 11 Tahun 2022 yang mengatur HAP. Namun ia sendiri belum dapat memastikan kapan perubahan tersebut akan terjadi, namun Bapanas sendiri telah memberikan informasi kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) selaku produsen gula besar maupun kepada para produsen gula lain untuk menaikkan harga gula. (tirto.id)
Sebagaimana diungkapkan bahwa APRINDO meminta kepada pemerintah untuk memperpanjang relaksasi HAP pada gula konsumsi yang sebelumnya akan berakhir pada Mei 2024. (money.kompas.com, diakses pada 03/07/2024)
Dengan adanya relaksasi tersebut harga gula di tingkat konsumen yang awalnya Rp16.000 menjadi Rp17.500/kg, sedangkan di wilayah bagian timur Indonesia harganya mencapai Rp18.500. I Gusti Ketut Astawa selaku Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas menyebutkan bahwa relaksasi HAP gula konsumsi dilakukan karena tingginya harga gula konsumsi di pasar. Kenaikan HAP gula konsumsi ini juga disebabkan ditutupnya impor gula dapam negeri sejak 31 Mei 2024, realisasi impor gula yang dominan dari Brasil yang awalnya sebanyak 220.750 ton baru terealisasi sebanyak 132.450 tom. Ia menyebtkan bahwasanya HAP gula yang naik tidak dinikmati manfaatnya oleh petani tebu, sehingga kenaikan HAP ini dinilai sebagai solusi agar gula konsumsi produk petani lokal dapat diserap hasilnya. (katadata.co.id)
Selain HAP gula konsumsi yang mengalami kenaikan, Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng bersubsdi juga mengalami kenaikan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, bahwa pihak Mendag telah mengusulkan untuk merealisasikan relaksasi HET minyak goreng rakyat atau MinyaKitamenjadi Rp15.700/liter yang awalnya Rp14.000 yang realisasinya menunggu revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). (antaranews.com)
Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa kenaikan HET sebagai penyesuaian terhadap nilai rupiah terhadap dollar yang juga meningkat, sehingga ada perubahan pada biaya produksi. Namun meskipun HET MinyaKita mengalami peningkatan, Zulhas menegaskan harganya tidak lebih mahal dari harga minyak premium. (money.kompas.com)
Sudah tentu kenaikan HET minyak dan HAP gula konsumsi akan sangat berpengaruh terhadap produsen maupun konsumen. Bagi produsen kenaikan HET dan HAP ini akan berdampak positif jika mereka adalah produsen besar, sedangkan bagi konsumen dampaknya adalah menambahnya beban hidup masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan bahan pangan karena harganya yang mahal, hal ini terutama bagi konsumen yang menjalankan usaha dengan minyak dan gula sebagai bahan krusial dalam usahanya tentu akan berdampak pada biaya produksinya yang terpaksa harus meningkatkan harga jual yang akhirnya membuat laba semakin berkurang. Maka yang terjadi adalah sama seperti pola sebelumnya, yaitu menyelesaikan masalah dengan masalah. Menaikkan HET dan HAP yang dianggap sebagai solusi dari permasalahan kurangnya ketersediaan stok justru membuat para konsumen menjadi sulit mengakses karena harganya yang tinggi. Sejatinya menyelesaikan masalah dengan masalah baru bukanlah pola baru dari pemerintahan kita saat ini. Berbagai permasalahan lain juga banyak “diselesaikan” dengan pola ini yang akhirnya tetap tidak terselesaikan masalah utamanya karena hanya fokus pada permasalahan pokoknya saja.
Regulasi yang Berpihak kepada Kapitalis
Fakta yang sangat nyata terlihat bahwasanya pemerintah menaikkan HET minyak dan HAP gula konsumsi selain karena alasan mengantisipasi kelangkaan stok di pasar, permasalahan batasan impor, dan fluktuasi harga di pasar adalah alasan dari naiknya HET dan HAP sebagai jawaban dari permintaan produsen besar. Maka tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa hari ini regulasi pemerintah, khususnya pada permasalahan naiknya HET dan HAP ini berpihak kepada para pemilik modal. Hal ini merupakan hal yang sangat biasa terjadi dalam penerapan sistem ekonomi yang berasaskan kapitalisme.
Maka sangat jelaslah, naiknya HET dan HAP sejatinya bukan untuk mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena nyatanya setelah diterapkan, justru masyarakat yang paling terdampak negatifnya. Maka yang menjadi pertanyaan adalah HET minyak dan HAP gula konsumsi naik, untuk kepentingan siapa?
Maka jelas kenaikannya adalah untuk kepentingan para kapitalis, adapun negara fungsi dan perannya hanya sebagai regulator yakni membuat berbagai regulasi yang hasil atau manfaatnya adalah untuk para pemilik modal. Maka, sekali lagi, regulasi semacam ini adalah hal yang sangat biasa terjadi, karena memang dari awal sistem ekonomi kapitalis dibuat dan dibangun atas asas manfaat dan materi. Maka segala sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat dan materi akan dilakukan, sekalipun akan ada pihak lemah yang akan dirugikan.
Akar Masalah
Permasalahan stok yang dikhawatirkan berkurang karena impor yang tidak terdistribusi dengan baik dan tidak dapat memenuhi stok sejatinya adalah karena tata kelola yang salah. Akar masalah sesungguhya adalah penerapan ekonomi berbasis kapitalis yang semuanya bermuara pada kepentingan dan manfaat. Kacaunya tata kelola akibat berasaskan manfaat inilah yang menjadikan industri yang sifatnya strategis dimana kepemilikannya seharunya dimiliki dan diatur oleh negara secara berdaulat dan hasilnya diperuntukkan kepada masyarakat secara umum sekarang justru dimonopoli oleh perusahaan besar. Sehingga perusahaan besar yang memonopoli ini akhirnya dapat mempermainkan harga dipasaran dan juga dapat mengintervensi regulasi pemerintahan.
Bergantungnya negara kepada impor juga merupakan masalah yang harus diatasi, negara seharusnya mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan pangan negaranya. Apalagi kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, yang pemenuhannya wajib dipenuhi oleh negara kepada rakyatnya. Permintaan dalam negeri yang terus meningkat namun pemenuhannya tidak bisa terpenuhi secara optimal seharusnya menjadi evaluasi bagi negara. Artinya negara harus bisa melihat bahwa industri gula adalah industri yang urgent sebagai aset negara dalam hal ekonomi.
Tata Kelola Perekonomian dalam Islam
Dalam Islam kebutuhan pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang wajib untuk dipenuhi negara kepada rakyatnya. Pemenuhannya sangat mungkin karena negara menerapakan sistem ekonomi Islam dimana kepemilikan dibagi menjadi 3, ada kepemilikan individu, umum, dan kepemilikan negara. Sehingga penataannya sangat jelas mana hal yang kepemilikannya dapat dimiliki oleh individu, umum, dan negara. Sehingga seperti industri yang sifatnya strategis akan dimiliki oleh negara. Sehingga negara dapat melindungi hasil produksi dari industri-industri strategis tidak akan dapat dimonopoli oleh para pemilik modal yang nantinya akan menyulitkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam tata kelola negara yang aturannya berasaskan Islam menjadikan komoditas gula sebagai komoditas yang strategis, sehingga negara yang berasaskan Islam dalam kepengaturannya akan menjadikan kepengurusan gula maupun minyak sebagai tanggung jawab dari pemerintah.
Negara yang mengelola dengan demikian adalah negara Islam yang disebut dengan Negara Khilafah atau yang disebut dengan Daulah Khilafah Islamiyyah. Negara ini menggunakan aturan yang berasaskan Islam termasuk dalam membuat regulasinya dan dalam mengatur urusan ekonominya.